15 Mei: Hari Malapetaka dan Bencana Umat Islam Sedunia

Salah satu kejadian penting dan memilukan dalam sejarah peradaban Islam adalah dicaploknya tanah Palestina oleh bangsa Israel. Tragedi ini begitu kompleks dan menjadi isu yang paling sering dibahas di tatanan internasional. Tragedi ini memicu terjadinya gelombang pengungsi secara besar-besaran dari tanah Palestina dan berdirinya negara ilegal, Israel di tanah Palestina.

Pada tanggal 14 Mei 1948, dengan menggunakan bahasa Ibrani, sambil berdiri di bawah foto sang pencetus gerakan Zionis Internasional – Theodor Herzl – Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion mengumumkan kemerdekaannya. Sehari setelah tanggal berdirinya negara Zionis tersebut, 15 Mei dijadikan sebagai hari “Nakba” oleh bangsa Palestina, yang dalam bahasa Arab bermakna “malapetaka” atau “bencana”.

Latar Belakang

Pada tahun 1800-an, bibit gerakan-gerakan yang bersifat nasionalis mulai tumbuh di tanah Eropa dan Zionisme adalah salah satu gerakan tsb. Zionis yang merupakan gerakan politik memiliki tujuan untuk mendirikan negara Yahudi. Banyaknya kaum Yahudi yang tinggal di Eropa saat itu mengalami diskriminasi dan penindasan mendorong mereka untuk mengadakan Kongres Zionis pertama pada tahun 1897.

Diskriminasi dan penindasan yang mereka alami antara lain, pada tahun 1483 – menurut laporan seorang komandan Inquisisi Spanyol, Fray Thomas de Torquemada – ada sekitar 13.000 kaum Yahudi yang terbunuh di Spanyol. Padahal sebelumnya, saat Spanyol dikuasai oleh kehilafahan Islam, umat Yahudi bisa hidup dengan tentram dan damai. Setelah kejadian itu, selama puluhan tahun bangsa Yahudi terus dikejar-kejar rasa ketakutan dan mengalami masa kegelapan. Puncak dari masa kegelapan itu jatuh pada tahun 1492, saat kerajaan Katolik memberikan pilihan yang sulit bagi mereka. Dibaptis paksa atau pergi meninggalkan Eropa. Pilihan kedua yang mereka ambil, yakni pergi meninggalkan Eropa.

Hanya dalam hitungan bulan saja, sejak April hingga Agustus 1492, sebanyak 150.000 warga Yahudi yang pergi meninggalkan Spanyol. Dan salah satu tujuan utama mereka adalah wilayah yang dikuasai oleh Khilafah Utsmani yang saat itu bersedia memberikan tempat perlindungan bagi mereka. Mereka pun hidup dengan tenang di bawah naungan syariat Islam dan mendapatkan kebebasan yang seluas-luasnya.

Kongres Zionis yang dilaksanakan di Bassel, Swiss tersebut memutuskan untuk mendirikan sebuah negeri Yahudi di tanah Palestina, yang saat itu merupakan bagian dari Khilafah Utsmani. Sultan Abdul Hamid II rahimahullah, sultan Utsmani yang ke-34 jelas-jelas menolak rencana itu walaupun telah ditawarkan uang sejumlah 150 juta pon oleh Theodor Herzl, pendiri gerakan Zionisme. Adanya krisis keuangan yang sangat pelik dan banyaknya hutang akibat kalah perang, tapi dengan tegas dan penuh izzah Sultan Abdul Hamid II mengatakan ia tidak akan menggadaikan tanah Palestina, walau hanya sejengkal. “Dia (Palestina) adalah milik bangsa dan rakyat kami. Nenek moyang kami telah berjuang untuk mendapatkan tanah ini. Mereka telah menyiraminya dengan tetasan darah mereka. Maka biarkanlah orang-orang Yahudi itu menggenggam jutaan uang mereka.”

Pintu mulai terbuka bagi kaum Yahudi untuk menduduki tanah Palestina setelah terjadinya perang dunia pertama. Faksi Jerman, yang didukung oleh Khilafah Utsmani berhasil dikalahkan oleh faksi Inggris. Inggris pun mulai mencaplok beberapa wilayah kekuasaan Khilafah Utsmani, termasuk Palestina pada tahun 1917. Selain Palestina, wilayah Irak dan Yordania juga dicaplok oleh Inggris. Sedangkan pihak Perancis mencaplok wilayah Suriah dan Lebanon. Di waktu yang sama, Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris mendeklarasikan dan menjanjikan dukungan untuk berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina.

Setelah perang tersebut, oleh Liga Bangsa-bangsa (PBB saat itu) tanah Palestina dimandatkan kepada pihak Inggris. Sejak berada di bawah kendali Inggris, gerakan Zionis mulai mendapatkan angin segar dan bergerak sebebas-bebasnya di tanah Palestina. Imigrasi besar-besaran pun dimulai. Jumlah Yahudi yang pada tahun 1922 hanya berjumlah 83.790 jiwa saja, meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 1931 menjadi 175.138 jiwa. Dan pada tahun 1945, jumlah itu semakin melompat tinggi menjadi setengah juta jiwa! Dalam 25 tahun saja, semula jumlah mereka hanya 11% saja di tanah Palestina, meningkat drastis menjadi 31%.

Inggris juga memberikan kemudahan bagi Yahudi untuk melakukan pembelian tanah-tanah milik rakyat Palestina. Kepemilikan tanah mereka pun meningkat drastis. Dari sekitar 50.000an hektar atau 2% saja menjadi 170.000an hektar atau sekitar 6,3% luas tanah Palestina.

Walaupun menghadapi berbagai kondisi kritis penuh penderitaan, 30 tahun lebih rakyat Palestina tetap bisa eksis dan mempertahankan tanah air mereka. Dengan jumlah sekitar 68%, mereka masih menguasai hampir seluruh tanah Palestina, yakni sekitar 93,7%.

Di bawah dukungan penuh dari Inggris, Yahudi terus melakukan pergerakan di bawah tanah. Mereka mulai mendirikan organisasi-organisasi yang bergerak di bidang ekonomi, politik, pendidikan, militer dan sosial. Pada tahun 1948 saja, mereka telah berhasil mendirikan 292 organisasi dan membentuk kesatuan militer, seperti Hagana, Urgun, Stern dan lain-lain. Jumlah keseluruhan pasukan ini adalah sekitar 70.000 personil yang telah digembleng dan dididik secara militer oleh pihak Inggris. Diam-diam mereka telah mempersiapkan kekuatan yang nantinya berhasil mengusir penduduk Palestina dan merebut tanah milik mereka.

Perjuangan Bangsa Palestina

Kekuatan yang akan menghancurkan dan mengusir rakyat Palestina sangat kokoh dan didukung penuh oleh kerajaan Inggris, namun rakyat Palestina tetap komitmen dan konsisten untuk menolak penjajahan Inggris serta proyek yang dicanangkan oleh Zionis. Mereka pun menuntut kemerdekaan untuk negeri yang mereka cintai.

Maka muncullah, gerakan-gerakan Pan Islamis-Nasionalis di bawah pimpinan Musa Kadzim, Haji Amin al-Husaini (mufti Al-Quds) dan lain-lain. Mereka melakukan penyadaran, menggalang dukungan publik, melakukan manuver-manuver politik dan aksi-aksi revolusi seperti Revolusi al-Quds 1920, Revolusi Yafa 1921, Revolusi Buraq 1929 dan Revolusi Oktober 1933. Kemudian muncul pula gerakan jihad yang dipimpin oleh Syaikh Izzudin al-Qassam dan Front Jihad Suci oleh Abdul Qadir al-Husaini.

Revolusi besar yang terjadi tahun 1936-1939 oleh rakyat Palestina, yang telah menewaskan 1000an rakyat Palestina, 37 tentara militer Inggris dan 67 Yahudi, berhasil menekan Inggris. Inggris kemudian menjanjikan berdirinya negara Palestina dalam rentang 10 tahun berikutnya. Mereka juga menghentikan penjualan-penjualan tanah kepada Yahudi kecuali dalam jumlah terbatas dan menghentikan imigrasi Yahudi setelah 5 tahun mendatang. Namun, janji manis itu mereka khianati pada bulan Februari 1945 lewat pernyataan Mentri Luar Negeri, Ernest Bevin.

Resolusi PBB dan Pembagian Wilayah Palestina

Isu Palestina kemudian diangkat di Majelis Umum PBB pada tahun 1947. Majelis Umum tersebut menelurkan sebuah Resolusi yang membagi Palestina menjadi dua negara, untuk Arab dan Yahudi. Berdasarkan pembagian ini, 54% tanah Palestina menjadi milik Yahudi, 45% tetap menjadi milik warga Arab Palestina dan 1% yaitu keseluruhan wilayah Al-Quds atau Yerussalem menjadi kawasan Internasional.

Faksi Yahudi menerima rencana pembagian wilayah ini dengan antusias. Sementara faksi Arab menolak keras rencana yang tidak fair ini, sebab mereka telah tinggal di tempat ini secara turun temurun sejak Perang Salib dan tak mungkin memberikannya kepada pihak minoritas Yahudi. Ketegangan antar Yahudi-Arab pun kembali memuncak.

Di tengah memuncaknya ketegangan antara Arab dan Israel, Inggris kemudian mengumumkan penghentian mandat mereka terhadap Palestina dan menarik diri dari wilayah tersebut pada tanggal 14 Mei 1948. Salah satu faktor yang membuat mereka menarik diri dari wilayah Palestina adalah aksi-aksi penyerangan yang dilakukan oleh gerakan bawah tanah Yahudi terhadap pos-pos penting mereka di Palestina. Pihak Israel ingin sepenuhnya menguasai Palestina dengan cepat, oleh karena itu setelah memiliki kekuatan yang cukup mereka pun berusaha mengusir pihak Inggris yang berada di sana. Salah satu serangan mematikan terhadap Inggris yang pernah dilakukan gerakan ini adalah pengeboman terhadap Hotel King David pada tanggal 22 Juli 1946, yang digunakan sebagai pusat administratif dan militer pihak Inggris, 91 orang tewas saat itu. Serangan selanjutnya dilakukan terhadap Goldsmith House milik Inggris di Yerussalem, 16 jiwa melayang dan sebagian terluka. Media Inggris menyebut pihak penyerang ini sebagai “Jewish Terrorist Gang” atau Geng Teroris Yahudi.

Kelompok militer “Jewish Terrorist Gang” itu dipimpin oleh seorang lelaki bernama Menachem Begin. Kelak nanti, ia mendirikan Partai Likud (yang saat ini dipimpin oleh PM Israel, Netanyahu) dan menjadi perdana menteri Israel ke-6 (1977-1983). Begin – bersama Anwar Sadat – pada tahun 1978 mendapatkan nobel perdamaian atas inisiasi perdamaian antara Israel dan Mesir yang dilakukan di Camp David.

Malapetaka pun Dimulai

Setelah Inggris cuci tangan dari permasalahan ini, mereka pun pergi meninggalkan tanah Palestina. Pada hari itu juga, gerakan Zionis mulai merancang deklarasi pendirian negara Israel. Esok harinya, negara tetangga yang notabene berbangsa Arab juga mendeklarasikan penolakan mereka terhadap Israel serta berencana untuk memerangi dan menginvasi Israel.

Perang 1948 pun pecah. Walaupun banyak negara Arab yang melakukan penyerangan, kemenangan malah jatuh di tangan Israel yang didukung penuh oleh pihak Amerika Serikat. Faktor lain yang menyebabkan kemenangan ada di tangan Israel adalah lemahnya leadership dan koordinasi di pihak pasukan Arab. Minimnya pengalaman tempur juga menambah parahnya kekalahan ini.

Selain itu juga, beberapa tentara Arab berperang melawan Israel bukan dengan tujuan untuk meninggikan kalimat Allah. Kalahnya pasukan Arab disebabkan berperang demi nasionalisme Arab, demi fanatisme golongan, hawa nafsu, pemikiran Arab dan prinsip-prinsip baru yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Alhasil, pasukan Zionis yang sudah terlatih secara militer dan memiliki persenjataan yang lengkap dan modern berhasil menguasai 77% tanah Palestina yang luas keseruhannya adalah 20.770 kilometer persegi. David Ben Gurion, PM Israel saat itu menginstruksikan tentaranya untuk mengusir dan membersihkan tanah Palestina dari bangsa Arab. Sekitar 700 ribuan penduduk Palestina pun diusir paksa. 475 dari 585 desa Palestina diduduki. Bangunan mereka diruntuhkan dan dibumihanguskan. Kota-kota besar seperti Haiffa, Yafa, Tiberias dan kota lainnya dikosongkan dan diyahudisasi. Nama-nama tempat, desa atau kota yang sebelumnya berbau Arab, diganti dengan bahasa Ibrani. Proyek Yahudisasi ini bertujuan agar generasi Palestina tidak mengetahui dimana nenek moyangnya dulu tinggal dan berasal.

Gelombang pengungsi mengalir deras. Pembantaian terhadap warga yang bertahan dilakukan secara besar-besaran. Sebelum perang 1948, Arab Palestina berjumlah 1 juta jiwa. Dan setelah berakhirnya perang pada tahun 1949, sekitar 700 ribuan penduduk Palestina menjadi asing di negeri sendiri, mengungsi ke negara-negara tetangga. Dan tersisa 150ribuan saja di tanah Palestina yang dikuasai Israel saat itu.

Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa begitu mudahnya Israel menguasai sebagian besar tanah Palestina, membantai dan mengusir sebagian besar penduduknya. Salah satu penyebab utamanya adalah, pihak Israel telah melakukan mata-mata terhadap semua desa di Palestina sejak lama, mereka memanfaatkan keterbukaan dan kebaikan penduduk Palestina terhadap tamu yang datang kepada mereka. Setelah itu mengetahui kondisi masing-masing desa, apa saja kekuatan dan kelemahannya, mereka pun membuat perencanaan yang matang untuk melakukan penyerangan terhadap semua desa yang ada di Palestina. Bagaimana strategi menduduki dan menguasai, dan bagaimana mengusir dan melawan penduduk semua desa telah dirancang dengan rapi dan tersembunyi.

Wilayah Palestina yang tersisa di wilayah Tepi Barat secara resmi digabungkan bersama Yordania. Jalur Gaza juga digabungkan secara administrasi bersama pemerintahan Mesir. PBB di bawah desakan Amerika Serikat kemudian menyetujui masuknya Israel sebagai salah satu anggotanya dengan syarat memperbolehkan para pengungsi Palestina untuk kembali ke kampung halaman mereka. Namun anehnya, hingga saat ini syarat itu tak pernah dipenuhi oleh pihak Zionis Israel!

Menyikapi Hari Al-Nakba

Entitas Israel yang didukung secara penuh oleh Amerika Serikat ini berdiri di atas kezhaliman, dan prinsip-prinsip rasis dan dogma-dogma agama Yahudi yang telah diselewengkan. Entitas ini juga tidak menentukan batas-batas negaranya dengan jelas, sebab mereka memimpikan negeri yang luas terbentang di antara dua sungai sebagaimana tergambar pada bendera mereka, yakni sungai Nil di Mesir dan sungai Eufrat di Irak.

Malapetaka ini sebenarnya tidak menimpa bangsa Palestina saja, melainkan juga seluruh umat Islam sedunia. Sebab sejak saat itu, entitas ini juga menginjak-injak kesucian Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam. Mereka ingin meruntuhkannya dan menggantinya dengan bangunan impian mereka, kuil Sulaiman. Pertanyaannya, akankah kita membiarkan malapetaka itu terus terjadi? Hasbunallaahu wani’mal wakiil…

 

___________

Referensi

  1. Abdullah Nashih Ulwan. 2012. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Solo: Pustaka Arafah
  2. Ali Muhammad ash-Shalabi. 2011. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmani. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
  3. Al-Jazeera. 29 Mei 2013. Al-Nakba: Series on the Palestinian ‘catastrophe’ of 1948 that led to dispossession and conflict that still endures. url: http://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/05/20135612348774619.html?hc_location=ufi
  4. Ferry Nur. 2010. Mavi Marmara Menembus Gaza. Jakarta: Gema Insani
  5. Firas Alkhateeb. 23 April 2013. The Nakba: The Palestinian Catastrophe of 1948. url: http://lostislamichistory.com/the-nakba-the-palestinian-catastrophe-of-1948/
  6. Herry Nurdi. Jejak Freemason & Zionis di Indonesia. Jakarta: Cakrawala Publishing
  7. Mohsen Muhammad Sholeh. 2014. Memahami Prahara Palestina. Aqso Publishing