Beginilah Salafush Shalih Memandang Waktu

Disebutkan Syaikh Mahmud Al Mishri bahwa sesuatu yang paling mahal yang dimiliki oleh seorang hamba dalam hidup ini adalah waktu. Al waqtu huwa al-hayah, waktu adalah kehidupan, inilah kekayaan hakiki karena dunia adalah ladang akhirat, sesuatu yang ditanam di dunia pasti bakal dipanen di akherat. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar selalu mengisi waktu dengan ketaatan ..

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan lewat sabda beliau yang artinya, “Ada dua nikmat yang banyak dilupakan (syukurnya) oleh manusia, nikmat sehat dan waktu luang.” ( HR Imam Bukhari).

“Manfaatkan 5 hal sebelum datang 5 hal: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, masa mudamu sebelum masa tuamu dan waktu kayamu sebelum saat miskinmu.” (HR Hakim dan Baihaqi)

Imam Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata: “Aku pernah berjumpa dengan satu kaum yang begitu pelit terhadap waktu dari pada harta mereka.”

Para salafuna shalih mengenal betul nilai waktu sehingga mereka tidak pernah meninggalkan satu detikpun tanpa faedah.

Imam Sulaim ibn Ayyub Ar-Razi Rahimahullah salah seorang ulama besar mazhab Asy-Syafi’i wafat tahun 447 H, beliau menghisab dirinya dengan jumlah nafasnya agar jangan sampai satu tarikan nafasnya keluar tanpa adanya faedah, sehingga beliau mengisinya dengan menyalin kitab, belajar dan membaca.

Abu Faraj Al-Isfirayini salah satu murid Imam Sulaim berkata: “Suatu ketika Imam Sulaim datang ke rumah, setelah itu ia pulang. Beliau berkata: “Aku membaca 1 juz al-Qur’an dalam perjalanan pulangku.”

Khalil ibn Ahmad Al-Farahidi berkata: “Waktu paling berat bagiku adalah ketika aku makan..”

Utsman Al-Baqilani senantiasa berzikir kepada Allah, ia berkata: “Ketika sedang makan aku merasakan ruhku keluar, karena aku terlalu sibuk dengan makan dari pada berzikir.”

Ammar ibn Raja’ berkata: “Aku mendengar Ubaid ibn Yahya berkata: “Selama 30 tahun aku tidak pernah makan malam dengan tanganku, saudara perempuanku yang menyuapiku, sementara tanganku menulis hadits.”

Daud Ath-Tha’i berkata: “Antara meremuk roti dan memakannya aku membaca 50 ayat.”

Masya Allah…

Ustadz Ibnu Hasan Ath Thabari