Filter Hati Seorang Muslim

“Kita hidup di kepadatan interaksi

Tapi sulit untuk belajar memahami”

Ya dalam dunia ini kita tak lepas dari yang namanya interaksi atau lebih tepatnya komunikasi, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup. Dengan komunikasi manusia bisa tahu apa yang diinginkan orang lain dan apa yang diinginkannya.Tapi tahu, tidak sama dengan memahami, karena perkara memahami berkaitan dengan hati.

Memahami dibutuhkan dalam berinteraksi, karena dalam berinteraksi pun tidak cukup dengan logika tapi juga dengan hati karena kita tidak tahu latar seseorang yang berinteraksi dengan kita. Bisa jadi selama masih hidup kita menganggap bahwa kata-kata yang kita keluarkan saat berinteraksi dengan orang lain adalah wajar dan biasa tapi bisa jadi di akhirat nanti. Ada satu orang bahkan beberapa orang yang tersinggung dengan kata-kata kita walau kita menganggapnya itu biasa dan akhirnya mereka menuntut kita di akhirat nanti. Alhasil, terganjallah langkah kita ke Syurga-Nya.

“Sesungguhnya Allah mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati” (Fathir:38)

Ya hati manusia siapa yang bisa tahu kecuali Allah dan dirinya sendiri.

Seperti kita tahu sebuah kisah yang sarat dengan makna, di mana sang ayah yang bijak memberikan nasihat atau perintah kepada anaknya jika ia berbuat  satu keburukan maka tancapkanlah satu paku ke pagar kayu di depan rumahnya. Ketika perintah sang ayah dituruti anak tersebut saat ia melakukan satiap keburukan maka ditancapkanlah satu paku ke pagar kayu tersebut. Lalu ketika pagar kayu tersebut penuh dengan paku yang tertancap hingga tak ada ruang lagi untuk disematkan paku sang anak pun melapor kepada ayahnya hingga sang ayah memberi perintah lagi kepada anaknya, jika ia melakukan satu kebaikan maka tariklah paku yang telah ia tancapkan tadi ke pagar kayu tersebut dan sang anak pun melakukan perintah sang ayah sampai semua paku terangkat dari pagar tersebut.

Kisah tersebut menggambarkan bahwa jika kita melakukan suatu keburukan yang kepada seseorang maka keburukan itu akan tertancap atau membekas ke hati orang tersebut seperti halnya paku yang menancap ke pagar kayu dan ketika kita meminta maaf maka secara otomatis keburukan itu akan sedikit lenyap seperti paku yang di ambil dari pagar kayu tadi tetapi akan menimbulkan bekas sebuah lubang. Jangan sampai sebuah lubang yang kita buat kepada orang lain mengganjal langkah kita ke syurga nanti , mari kita sering-sering untuk melakukan muhasabah yang notabene merupakan filter hatinya setiap muslim.

Tentu kita tahu apa yang pernah diucapkan Khalifah Umar bin Khattab,”Hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Allah”.  Sebuah kalimat perintah yang sangat mendalam bagi kita seorang muslim jika jarang untuk menghisab diri tetapi lebih sering menghisab orang lain dengan kritikan atau membongkar aib seseorang.

Berkacalah lagi pada diri apakah perkataan-perkataan yang terlontar dari lisan kita sudah mencerminkan perkataan-perkataan seorang muslim? Atau mungkin paradigma kita dalam memahami orang lain masih jauh dari pemahaman yang sesungguhnya?

“Hikmah adalah milik muslim yang hilang, di mana saja dia menemukannya, dia berhak mengambilnya“ (HR.Tirmidzi, 2611)

Allah telah memberikan kita 24 jam waktu. Siang hari kita berjuang manghadapi berbagai macam ujian hidup dan juga saling berinteraksi dengan sesama manusia lain, entah dikenal maupun tidak dikenal, dan pada malam hari gunakanlah waktu untuk mencari sebanyak-banyaknya hikmah selama kita beraktivitas seharian. Evaluasi setiap kegiatan kita , setiap perbuatan kita, atau setiap kata yang keluar dari lisan kita, yang baik dan mungkin ada yang buruk. Jadikan itu semua sebagai hikmah yang membuat diri kita lebih baik lagi di masa yang akan datang.

“Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung.” (HR. Bukhari).

Dan Rasulullah pun telah mengingatkan kita agar kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi setiap harinya karena termasuk orang beruntunglah kita jika bisa bertambah baik setiap saat, bukan golongan orang yang terlaknat dan merugi yang kita inginkan. Memang lebih baik dari hari kemarin mungkin terkesan kata-kata biasa yang sering kita dengar tapi alangkah beruntungnya kita jika kita bisa mengimplementasikan kalimat tersebut

Tak ada manusia yang bisa sempurna tapi bukan mustahil kita bisa lebih baik dari kemarin atau masa lalu kita. Kita bisa menjadi seorang muslim yang ideal.Seorang muslim yang lemah lembut terhadap saudaranya dan bersikap keras terhadap kafir.

 

Oleh: Nurachman, Jakarta