Hati-Hati Menilai Saudara

Pernah menilai orang lain secara sepihak?

Hanya karena melihatnya berlaku berbeda lantas kita tanpa tabayun langsung menuduhnya sebagai kafir yang pantas untuk diusir dan dilaknat. Padahal bisa jadi kita yang saat itu kurang ilmunya. Tidak paham kalau itu adalah bentuk ibadah. Hanya karena kita tidak pernah mengamalkannya lantas menganggapnya sebagai sebuah kesalahan.

Bila pernah berlaku demikian, mari kita sama-sama menekuri hadits nabi dibawah ini.

Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: ‘Wahai kafir’ maka ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya. Apabila (saudaranya itu) seperti yang ia katakan (maka ia telah kafir), namun apabila tidak maka akan kembali kepada yang menuduh.” (HR. Muslim dan Ibnu Hibban).

“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan ataupun kekufuran, melainkan tuduhannya itu akan kembali kepada dirinya jika orang yang dituduh tidak seperti yang ia tuduhkan.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Kita tentu saja boleh tegas, namun bukan berarti kita boleh gegabah mengambil keputusan dan penghakiman. Apa yang kita lihat belum tentu bisa menjadi indikasi atas kafir atau fasiknya seseorang. Ada syarat ketat yang harus dipenuhi untuk menyatakan apakah seseorang tersebut masuk kafir atau bukan. Hal ini tidak mudah untuk dilakukan, sebab ada balasan yang setimpal bila kita salah menilai atas kekafiran saudara kita.

Namun meski begitu, jangan pula kita lemah lantas memudahkan vonis fasiq atau kafir. Kalau memang sudah jelas tandanya, maka kewajiban kita adalah mendakwahinya juga sekitarnya. Tugas kita adalah menjaga keluarga dan orang-orang terdekat kita agar terbebas dari api neraka.