Jejak Aisyah dalam Sebuah Novel

Judul Buku    : Humaira, Ibunda Orang Beriman
Penulis            : Kamran Pasha
Penerbit          : Zaman, Jakarta
Tahun             : I, 2010
Tebal              : 616 halaman
 
Buku ini adalah novelisasi jejak kehidupan Aisyah. Adanya novel ini jelas kian merayakan ketakjuban dan kekaguman terhadap sosok perempuan ini. Dalam sejarah dunia, Aisyah telah tergores sebagai salah satu perempuan dalam tinta emas. Tapak perempuan penuh pesona ini diakui memikat. Nama Aisyah memang melintasi zaman. Humaira adalah nama yang kerap dilekatkan padanya karena konon wajahnya yang kemerah-merahan.

Begitu banyak keteladanan didapatkan dari membaca jejak kehidupan Aisyah. Meskipun dikagumi, jejak Aisyah memang tak terlepas dari kritik. Namun, kritik itu adalah wajar karena Aisyah tetaplah manusia biasa yang bisa saja keliru. Pro kontra pun mencuat dalam memandang perbuatan Aisyah di ranah politik. Meskipun demikian, itu tak bisa menutupi kemuliaan Aisyah. Zaman tak mungkin menghambat laju Aisyah untuk terus dikenang. Jejak kehidupan Aisyah terus dikaji dan ditelaah demi penemuan sisi lain sebagai pelajaran setiap anak manusia. Novel ini menarik dibaca justru karena sisi lain itu.

Aisyah sebagai perempuan memang seperti perempuan pada umumnya. Menikah dengan Muhammad SAW, Aisyah hidup dalam rumah tangga kenabian. Ia dikenal memiliki rasa cemburu, namun, itu—lagi-lagi—wajar. Siapa sih perempuan yang tak memiliki rasa cemburu? Hanya perbedaan intensitas rasa cemburulah yang membedakan satu perempuan dengan perempuan lainnya. Ketika Muhammad SAW berada di dekat Aisyah, wahyu dari langit kerap turun. Aisyah menjadi salah satu istri Muhammad SAW yang turut menopang geliat Islam dari Mekah-Madinah menuju pentas dunia. Ketika Muhammad SAW wafat, Aisyah berada di dekat Nabi pembawa risalah Islam itu. Usia Aisyah memang lebih panjang, sehingga dengan penuh khidmat menyaksikan zaman kepemimpinan khulafaur rasyidin dan pemerintahan sesudahnya.  Aisyah meninggal dunia sekitar tahun 678 M.

Aisyah bisa dikatakan merupakan gambaran lengkap Islam yang memberikan ruang bagi perempuan. Aisyah adalah perempuan yang begitu cerdas, daya ingatnya kuat, dan imajinasinya memukau. Ia hafal Al-Qur’an, meriwayatkan ribuan hadits, dan hafal pelbagai syair. Membaca kehidupan Aisyah adalah mengambil keteladanan bagi perempuan untuk juga mampu mengepakkan sayap ke langit ilmu yang luas. Aisyah juga menguasai sejarah di zamannya, ilmu pengobatan, dan pelbagai ilmu lainnya. Ketekunannya belajar tak diragukan. Bahkan, Aisyah juga mengajar dan memiliki begitu banyak murid, baik murid perempuan maupun laki-laki. Banyak pihak meminta nasehat dan fatwa kepada Aisyah.

Aisyah adalah perempuan yang memiliki kesederhanaan. Keimanannya begitu kokoh. Ia memiliki kemurahan hati, dermawan kepada siapa pun yang kekurangan. Pelbagai peperangan juga mencatat Aisyah sebagai bagian dari pasukan. Ia turut maju ke medan perang dengan keberanian dan ketegaran sesuai tugasnya.

Mengambil keteladanan dari Aisyah, perempuan selayaknya memiliki impian dan cita-cita besar. Pelbagai ranah kehidupan tentu menantikan kontribusi perempuan. Aisyah telah memberi contoh seorang perempuan yang tak sudi diinjak-injak dan dilemahkan. Dalam pelbagai kesempatan, Aisyah tampil sebagai pembela kaum perempuan dari pendapat-pendapat yang mendiskreditkan perempuan. Di hadapan kekuasaan, Aisyah bisa tampil penuh kehormatan. Bahkan, kritik-kritik pedas kerap dilancarkan Aisyah terhadap kekuasaan yang tak terkendali.

Kamran Pasha lewat novel ini mencoba mengisahkan Aisyah lebih memikat. Novel sejarah ini tentu telah didahului dengan riset yang tekun dan teliti demi sebuah kredibilitas. Dengan gaya penceritaan novel, Aisyah diharapkan menjadi teladan perempuan untuk semaju, bahkan melampaui zaman.

 

Oleh: Hendra Sugiantoro

Pegiat Pena Profetik, tinggal di bumi Indonesia