Ketegaran Akhlak Seorang Da’i

Salah satu dasar memperbaiki diri dan jiwa adalah dengan merefleksikan seluruh sifat dan akhlak Islam yang utama dengan bersumber kepada Al Qur’an dan Sunnah. Akhlak berkaitan erat dengan segala aktivitas kehidupannya, berkaitan dengan tingkah laku dan sikapnya kepada kerabat, tetangga, dan shahabat-shahabatnya. Dengan demikian, ia akan menjadi teladan bagi orang lain dan dapat mengejawantahkan Islam dalam bentuk kata dan perbuatan, bukan hanya sekadar retorika belaka. Keteladanan memberikan pengaruh dan kesan yang mendalam di jiwa manusia daripada kata-kata. Sedangkan teladan yang paling utama adalah Rasulullah.

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam: 4)

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Ahmad, Bukhari, Al Hakim, dan Al Baihaqi)

Pelaksanaan ibadah yang benar akan memberikan dampak kepada pembentukan akhlak Islam. Ibadah yang paling utama dalam Islam adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka akhlaknya juga akan baik.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Ankabut: 45)

Islam tidak menghapuskan karakter-karakter kemanusian yang dibawa oleh manusia sejak lahir, namun ia membentuk karakter-karakter dengan citarasa warna Islam. Membingkainya dengan keindahan Islam, namun tetap mempertahankan hakikat kemanusiaannya yang serba majemuk.

“Celupan Allah. Dan siapakah yang lebih baik celupannya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.” (Al Baqarah: 38)

Bentuk-bentuk akhlak yang mulia sangat banyak, misalnya tidak sombong, tidak asal ikut atau punya prinsip, tidak berdusta, tidak mencaci maki, tidak mengadu domba, tidak bergosip, tidak menjadikan orang yang buruk sebagai sahabat, memenuhi janji, berbakti kepada orang tua, memiliki rasa cemburu dalam keluarga dan agamanya, tidak memotong pembicaraan orang lain, tidak menghina dan merendahkan orang lain, menyayangi dan menghormati orang lain, menahan pandangan, menyimpan rahasia, menutupi dosa orang lain, tidak membangkang, sedikit mengobrol, sedikit bercanda, tidak marah, tidak mendengki orang lain, malu berbuat kesalahan, merendahkan diri, berbuat baik pada tetangga, menjenguk orang sakit, komitmen dengan adab meminta izin, bicara dan mendengar, mensyukuri kebaikan orang lain terhadap dirinya, menyambung silaturahim, memuliakan tamu,  menjawab dan mengucapkan salam, berhati lembut, dan merendahkan suara.[1]

Ustadz Muhith Muhammad Ishaq menyebutkan karakter-karakter akhlak yang  harus dimiliki oleh para murabbi (pembina), yakni jujur, sabar, sayang, rendah hati, berbaur dan menyendiri sesuai kondisi.[2]

Berikut beberapa akhlak yang disebutkan dalam hadits.

Rasulullah bersabda. “Jangan engkau anggap rendah kebaikan, meskipun sekadar tersenyum kepada saudramu.” (HR Muslim)

Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi bersabda, “Allah mengasihi seseorang yang lapang dada, ketika membeli, menjual, dan meminta.” (HR Bukhari)

Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin tidak menuduh, melaknat, tidak berkata kotor, dan tidak mencela.” (HR At Tirmidzi)

Rasulullah bersabda, “Setiap hari dimana matahari terbit, berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang mengangkat barangnya adalah sedekah, kalimat yang baik adalah sedekah, setiap alangkah untuk melakukan shalat adalah sedekah, dan membuang duri di jalan adalah sedekah.” (Muttafaq ‘Alaih)

Akhlak yang baik akan membawa pelakunya ke dalam surga. Sedangkan akhlak yang buruk akan membawanya ke neraka.

Rasulullah bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik.” (HR Abu Dawud)

Menjadi seorang muslim dengan karakter kekokohan akhlak tidak bisa dilakukan dengan membaca buku-buku dan kitab-kitab yang menjelaskan tentang akhlak yang mulia. Pembentukan ini hanya dan hanya bisa dilakukan dengan mengejawantahkan ilmu-ilmu tentang akhlak tersebut dalam keseharian, setiap saat, setiap waktu, di manapun ia berada.



[1] Manhaj Tarbiyah Kampus STAN

[2]  Syakhsiyah Murabbiyah