Pendidikan untuk Kaum Buruh

Oleh: Fadh Ahmad Arifan (Pendidik di MA Muhammadiyah 2, kota Malang)

Bertepatan dengan tanggal 1 Mei, hari ini diperingati sebagai hari libur nasional untuk Kaum Buruh. Meski telah ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden SBY, tapi nyatanya tak menyurutkan kaum Buruh dalam menggelar demonstrasi besar-besaran. Mereka menyuarakan tuntutan seperti: penghapusan sistem outsourcing, perbaikan upah/gaji sesuai UMR hingga memperjuangkan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak pekerja sampai perguruan tinggi. 

Kita perlu mendukung perjuangan kaum buruh khususnya untuk masalah pendidikan. Pendidikan hari ini merupakan solusi jitu untuk memperbaiki kualitas SDM bangsa, akan tetapi kian hari biayanya makin mahal. Seperti membenarkan istilah yang dipopulerkan oleh penulis Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang Sekolah.

Masih terkait pendidikan bagi kaum Buruh. Jika buruh-buruh diluar sana berjuang melalui demonstrasi, maka seorang ibu bernama Masyudi melakukan aksi nyata dalam mengatasi tingginya biaya pendidikan. Berawal dari beliau yang mengurungkan niatnya mendaftarkan anak-anaknya ke sebuah Taman kanak-kanak (TK). Sebabnya karena biaya masuk plus SPP TK dekat rumahnya menyentuh angka 1 juta rupiah. Otomatis bagi beliau yang bersuamikan seorang buruh pabrik, biaya sebesar itu amat memberatkan. Perlu diketahui, sebuah keluarga buruh dihadapkan 2 pilihan, antara memenuhi kebutuhan makan-minum dengan impian mengenyam pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.

Mau bagaimana lagi, biaya TK di kota metropolitan rata-rata seperti itu. Ambil contoh, di Jakarta, ada sebuah TK elit yang tersandung kasus kejahatan seksual. SPP bulanannya bisa diatas 5 juta rupiah. Sayangnya, sekolah mahal belum tentu berkualitas dan menjamin rasa aman terhadap anak didiknya.

Belajar dari peristiwa tersebut, ibu Masyudi memutuskan membangun Taman kanak-kanaknya sendiri. Pendaftaran untuk masuk TK hanya dipungut seribu rupiah. Beliau mengajak tetangga-tetangganya mengajar secara sukarela. Tempat belajar dan mengajar awalnya menggunakan aula kelurahan.

Kebanyakan murid-murid di TK yang didirikan ibu masyudi berasal dari keluarga kaum Buruh. Setelah 4 tahunan mengembangkan TK, kini ibu Masyudi telah memiliki 3 buah TK dengan jumlah 700 murid (NET 10 tanggal 21 April 2015 pk 10.45 wib).

Apa yang diperjuangan seorang ibu Masyudi yang hanya lulusan Aliyah ini patut kita tiru. Demonstrasi saja kepada pemerintah tidak cukup. Perlu aksi nyata yang manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh kaum buruh lainnya. Satu hal lagi, Pemerintah Indonesia hingga kini belum bisa seperti pemerintah Venezuela dalam memenuhi tuntutan kaum buruh.

Seperti yang ditulis dalam status facebook Danial Indrakusuma (22 november 2013), disana kaum buruh berhasil memperoleh Pendidikan gratis sampai level perguruan tinggi. Anak-anak usia sekolah dasar dan menengah, mendapatkan laptop kualitas tinggi merek Canaimas, buatan Venezuela dan itu gratis. Tujuannya agar rakyat tidak gagap-teknologi.

Wallahuallam bishowab