Rencana Allah dalam Penciptaan Emas dan Perak

Emas dan perak adalah dua nikmat karunia Allah, dengan sarana keduanya setiap urusan duniawi dapat berjalan dengan lancar. Sebenarnya mereka tidak berarti apa-apa selain hanya sejenis batu dan tidak mempunyai suatu nilai apapun pada dirinya. Manusia ingin memiliki bahkan menguasai emas dan perak sebanyak-banyaknya, karena dengan nilai tukar merekalah berbagai barang dan komoditas dunia dapat dibeli.

Ada sebagian sarana, benda atau barang yang tidak dimiliki oleh setiap manusia dan ada sebagain sarana, benda atau barang lain yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Sebagai contoh, sekelompok orang memiliki makanan, tetapi tidak memilik onta untuk kendaraan. Sebaliknya ada sekelompok orang yang memiliki onta tapi tidak dapat mengahasilkan makanan sendiri, padahal mereka membutuhkan makanan. Maka dari itu, di antara mereka ada kebutuhan untuk tukar-menukar kedua jenis barang tersebut dan keperluan untuk menetapkan nilai dari masing-masing barang. Tetapi nilai antara barang yang satu dengan yang lain tidak sama. Oleh karena itu, emas dan perak berperan sebagai hakim atau juri bagi semua barang untuk penetapan nilainya dan untuk mendapatkan benda-benda atau barang-barang melalui perantara mereka. Kemudian disepakati bahwa harga seekor onta adalah seratus dinar dan bahwa harga 100 ekor ayam adalah sama. Maka dengan pertolongan emas dan perak, nilai-nilai barang dagangan, seperti binatang ternak, makanan dan sebagainya disesuaikan, meskipun emas dan perak itu sendiri sebenarnya tidak mempunyai harga pada dirinya sendiri.

Allah menunjuk dan mengangkat mereka sebagai hakim untuk penentuan nilai dan harga semua benda dan untuk nilai tukar benda-benda itu. Oleh karena itu, emas dan perak ini disukai oleh manusia. Orang yang mempunyai emas dan perak dengan demikian memiliki nilai tukar itu, yang berarti memiliki benda atau barang. Sebidang cermin tidak mempunyi nilai apapun terhadap dirinya sendiri, tetapi nilainya terletak pada fakta bahwa ia menerima dan menampilkan gambar atau citra. Sama halnya dengan emas dan perak, karena dengan nilai tukar mereka, semua barang atau benda yang diperlukan manusia dapat dibeli. Ada pula rencana-rencana lain, seperti halnya sebuah kata tidak mempunyai arti apapun jika ia tidak digabungkan dengan kata-kata lainnya.

Penyalahgunaan Emas dan Perak

Orang yang dengan emas dan perak ini melakukan suatu perbuatan berlawanan dengan rencana dan kehendak Allah, berarti ia telah berbuat dosa dan durhaka kepada Allah dan tidak berterima kasih kepada nikmat karunia yang Allah berikan kepadanya. Apabila ia menggunakan keduanya namun malah menyimpannya di bawah tanah atau menimbunnya dalam jangka waktu yang lama, berarti ia telah melakukan kedzaliman yang besar dan melalaikan tujuan Allah dengan penciptaan emas dan perak itu. Emas dan perak tidak diciptakan khusus bagi Zaid atau Amar, tetapi sebagai alat tukar bagi barang dan komoditas. Mereka juga tidak diciptakan bagi makanan atau untuk dimakan. Ada tulisan Allah di alam semesta ini mengenai segala sesuatu namun tanpa kata-kata. Allah berfirman:

“…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahulah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih” (QS At Taubah 9:34)

Emas Dan Perak Digunakan Sebagai Sarana (Wasilah)

Barang siapa yang menggunakan emas dan perak sebagai barang-barang rumah tangga, wadah atau benjana atau semacamnya, maka sesungguhnya ia telah berbuat yang bertentangan dengan tujuan penciptaan emas dan perak dan hal itu dilarang oleh Allah. Dan berarti ia telah berbuat dosa dan maksiat kepada Allah. Keadaan orang tersebut bahkan lebih buruk dari pada keadaan orang yang menimbunnya atau menyimpannya. Benjana dapat dibuat dari besi, tembaga, atau keramik namun mereka tidak mempunyai nilai tukar, dan benda-benda atau barang-barang lain tidak dapat dibeli dengan menggunakan besi, tembaga atau logam lain. Untuk tujuan sebagai alat tukar inilah emas dan perak diciptakan oleh Allah, bukan untuk dijadikan wadah dan bejana. Oleh karen itu Rasulullah bersabda,

Barang siapa yang meminum dari bejana emas dan perak, maka seolah-olah ia menuangkan sebongkah api neraka ke dalam perutnya

Emas dan Perak Digunakan Sebagai Alat Bunga-Membungakan Uang

Orang yang membuka usaha jual-beli emas dan perak dalam rangka memperoleh keuntungan atau dengan kata lain untuk memperoleh bunga, maka berarti ia sedang berbuat sesuatu yang berlawanan dengan rencana dan tujuan Allah dan karena itu ia berbuat dosa dan maksiat kepada-Nya. Ia dianggap tidak bersykur kepada nikmat karunia Allah, karena keduanya tidak diciptakan untuk jual-beli, namun sebagai sarana atau perantara untuk mendapatkan benda-benda atau barang-barang yang diperlukan. Ketika sesorang berdagang jenis-jenis barang yang sama, misalnya berjual-beli emas, maka disana ada perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Rencana terhadap kedua jenis logam mulia ini seperti kata dalam sebuah kalimat, maksudnya gabungan kata-kata akan memberi arti, atau seperti warna-warna dalam sebuah cermin. Dengan demikian, alat tukar emas dan perak untuk emas dan perak tidaklah mempunyai makna, artinya sia-sia dan buang waktu saja. Seperti itulah tujuan penimbunan emas dan perak, sehingga karenanya menimbun emas dan perak akan dihukumi dengan perbuatan zalim.

Mungkin di antara kita ada yang bertanya, mengapa emas boleh (halal) dipertukarkan dengan perak?

Jawabannya adalah tujuan emas diciptakan berbeda dari tujuan penciptaan perak, karena sekeping emas dapat ditukarkan dengan beberapa keping perak. Gambarannya tidak berbeda dengan setalen dapat ditukar dengan tiga uang, satu rupee dapat ditukar seratus paisa, atau satu dolar dapat ditukar dengan 100 sen, yang dengannya banyak benda atau barang yang bernilai lebih rendah dapat dibeli. Apabila mempertukarkan emas dengan perak dilarang, maka benda-benda atau barang-barang tidak mudah dibeli atau dijual. Satu rupee dapat ditukar dengan satu rupee yang lain, karena tidak seorang pun yang ingin melakukan hal itu tanpa keuntungan, tetapi satu rupee tidak dapat ditukarkan untuk lebih dari satu rupee. Pemakaian uang tiruan (meski nilainya tertera jelas, dalam hal ini uang kertas––penerj.) tidak sah, karena pemilik mata uang emas tidak mau menerima uang tiruan sekalipun jumlah mata uang tiruan jauh lebih besar. Sistem barter juga tidak diperbolehkan karena barang yang baik dan barang yang buruk disamakan, padahal berbeda nilainya.

Menimbun bahan pangan juga tidak baik karena bahan pangan diciptakan untuk memelihara tubuh. Apabila ada upaya penimbunan barang-barang ini dalam jangka waktu yang cukup lama, maka tujuan penciptaan bahan pangan ini menjadi terabaikan. Orang yang mempunyai kelebihan bahan pangan harus memberikannya kepada orang-orang yang meminta karena membutuhkan. Orang yang menginginkan bahan pangan dengan cara dipertukarkan dengan jenis bahan pangan yang sama tidak dapat memperolehnya secara sah karena ia tidak mempunyai kebutuhan padanya. Oleh karen itu syariat mengutuk orang-orang yang menimbun bahan pangan.

 

Oleh: Abbas, Yogyakarta