Ada Apa Setelah Ramadhan?

Suatu hari, sang singa yang menyembunyikan kukunya, Sa’ad ibn Abi Waqqash, meminta sesuatu yang istimewa kepada Rasulullah. “Ya Rasulallah.. do’akanlah pada Allah agar do’a-do’aku ini mustajab..”, demikian pinta sahabat yang dijanjikan surga ini kepada Rasulullah. Sebuah pinta yang amat cerdas, permintaan yang sesungguhnya menjadi permintaan bagi tiap-tiap manusia yang berdo’a pada Tuhan. Permintaan yang membuat harap seorang hamba selalu terjaga menegakkan optimismenya. Terpujilah Sa’ad ibn Abi Waqqash atas iman dan amalnya kepada Allah yang membuat kemurnian pintanya.

Rasulullah yang sangat mencintai Sa’ad tak langsung mengiyakan pinta itu. Ada satu syarat yang Rasulullah berikan untuk sahabat yang sudah dianggap sebagai pamannya ini. Syarat ringan jika dibanding dengan permintaannya. “Wahai Sa’ad, bantulah aku dengan memperbaiki makananmu… bantulah aku dengan memperbaiki makananmu…”. itu lah syarat ringan dari Rasulullah.

Pada hari yang lain, seperti yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya, Rasululllah berkata kepada Rabi’ah bin Ka’ab Al Islami, “Mintalah!” Rasulullah yang agung menawarkan permintaan kepada sahabat yang sedang menyiapkan air wudhu dan kebutuhan Rasul yang lain. Lalu apakah hal yang diminta sahabat mulia ini? Ternyata kesucian hatinya membuahkan jawaban yang sangat mulia, “Aku minta kepadamu agar dapat menemanimu di surga”. Cerdas dan Mulia! Bayangkan saja kawan, apalagi kenikmatan selain membersamai Rasulullah di surga. Jangan kau lupa kawan, surga bagi Rasulullah adalah surga dengan tingkatan tertinggi, Surga Firdaus.

“Tidak ada permintaan lain?” tawaran berikutnya Rasul berikan kepada Rabi’ah bin Ka’ab Al Islami. “Itu saja”, jawab Rabi’ah bin Ka’ab dengan lembut mencukupkan diri dengan satu pintanya itu. Ternyata, Rasul pun memberikan sebuah syarat pada permintaan ini. “Bantulah aku dengan banyak sujud”. Lagi-lagi, syarat yang ringan jika dibanding dengan permintaannya.

Menjaga Makanan dan Sujud

Adakah dua aktivitas ini sudah umum terdengar oleh kita? Dua aktivitas tersebut pada hakikatnya adalah shaum dan shalat. Menjaga apa-apa yang menjadi makanan kita sekaligus menahan segala hawa nafsu lainnya adalah ibadah yang kita sebut shaum atau puasa. Sujud? Dalam aktivitas apa kita melakukan sujud? Paling banyak pastilah sholat. Dalam sehari minimal sekali kita akan sujud 34 kali. Dua aktivitas ini yang Rasulullah syaratkan untuk mendapat dua permintaan yang agung tersebut. Kenapa bisa? Bisa!

Kita mulai dengan menjaga makanan, yang lebih jauh adalah ibadah shaum. Syarat ini diberikan Rasul untuk mendapatkan anugerah berupa do’a-do’a yang mustajab. Simak sebuah hadist berikut:

“Juga kelompok yang do’a mereka tidak ditolak ialah: orang yang berpuasa sehingga dia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang teraniaya.” (Riwayat Abu Hurairah r.a. dari Ahmad, dan Ibn Majah yang dianggap sebagai hadits hasan oleh Tirmidzi, dan dishahih-kan oleh Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibban)

Betapa hebatnya efek dari ibadah shaum, yaitu terijabahnya do’a-do’a oleh Allah. Pantaslah Rasulullah mensyaratkan ibadah shaum sebagai “bantuan” agar permintaan Sa’ad ibn Abi Waqqash dapat terkabul. Tentu kita sudah bagaimana bagaimana kelanjutan kisah dari Sa’ad ibn Abi Waqqash. Do’anya menjadi mustajab dalam tiap kesempatan. Subhanallah.

Beranjak pada syarat kedua, yaitu sujud dalam shalat untuk mendapatkan surga. Mari kita simak penuturan Abdul Hamid Al Bilali dalam kitabnya Waahatu Al Iman mengenai hal ini:

”Rasulullah memberi penjelasan kepada sahabat itu tentang resep yang memasukkannya ke surga dan dan membuatnya dapat menemani beliau di sana. Yaitu dengan banyak sujud. Rasulullah bersabda kepada sahabat itu, ‘bantulah aku dengan banyak sujud’. Rasulullah bersabda seperti itu, sebab jiwa menyuruh kepada keburukan, tidak suka ibadah, dan benci lama ibadah. Karena itu, agar jiwa mudah dikendalikan, maka jiwa perlu dibersihkan terus-menerus dan dilawan,agar mudah dibawa kepada apa saja yang dikehendaki Allah ta’ala”

Shalat lah yang menjadi objek hisab pertama kali, jika shalatnya baik maka yang lainnya pun akan baik. Kebaikan-kebaikan ini dan ridho-Nya akan menghantarkan kita menuju surga-Nya kelak. Selain itu, sujud pula yang dapat mengangkat hamba dari neraka yang membakarnya. Imam Bukhari meriwayatkannya dalam kitab Shahihnya hadits berikut:

“Setelah Allah selesai memutuskan perkara seluruh hamba-Nya dan ingin mengeluarkan penghuni neraka yang Dia kehendaki dengan rahmat-Nya, maka Dia memerintahkan para malaikat untuk mengeluarkan dari neraka siapa saja yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun di antara orang-orang yang dikehendaki Allah untuk dia rahmati, yaitu di antara orang-orang yang bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Para malaikat mengenali mereka di neraka dengan tanda sujud. Neraka menelan apa saja pada manusia, kecuali bekas sujud, sebab Allah mengharamkan neraka menelan bekas sujud. Lalu, mereka kelaur dari neraka dalam keadaan terbakar. Kemudian, mereka disiram air kehidupan, lalu mereka tumbuh di bawah air itu seperti biji-bijian tumbuh di tanah bekas banjir” (HR Bukhari)

Anda sudah sedikit bingung dengan penjelasan ini? Atau anda kira saya salah memberi judul tulisan ini? Kebetulan saya tidak salah memberi judul tulisan ini. Dua aktivitas ini dan ramadhan adalah berkaitan erat. Sadarkah kawan, menjaga makanan dengan shaum dan memperbanyak sujud dengan memperbanyak shalat adalah hal yang baru saja kita lakukan dengan semangat luar biasa tepat sebulan lamanya? Di bulan Ramadhan yang baru saja beberapa hari meningalkan kita, shaum menjadi amalan kita di siang hari nan terik, shalat malam menjadi agenda tak terlewatkan di malam yang dingin. Kita mengejar keutamaan beribadah di bulan nan agung itu.

Tapi, ada apa setelah Ramadhan?

Merasakah kita bahwa semangat menurun karena “reward” dari Allah tak sebesar di bulan Ramadhan? Baca lagi penjelasan tentang shaum dan sujud di atas! Betapa Allah tetap memberikan reward luar biasa besar bagi amalan yang kita lakukan di bulan Ramadhan, jika kita tetap melakukan amalan itu di luar bulan Ramadhan. Penjelasan di atas tidak berdasar pada masa-masa tertentu, tapi sepanjang tahun, di tiap bulan, di tiap hari kita berpuasa dan shalat. Allah mengganjar amalan itu dengan luar biasa besar. Untuk shaum saja, Allah siapkan do’a-do’a yang mustajab, sedangkan untuk memperbanyak shalat, surga! Apa lagi? Kurang besarkah rewards Allah di luar Ramadhan ini?

Maka jika ada pertanyaan “Ada Apa Setelah Ramadhan?”, jawablah dengan lantang “Ridho, karunia, dan nikmat Allah yang (masih) luar biasa besar!”. Jadikanlah tiap bulan menjadi bulan Ramadhan dengan tetap membawa semangat Ramadhan sepanjang tahun. Maka tercapailah moto yang kita azzamkan selama Ramadhan lalu, “menjadi hamba rabbani, bukan ramadhani!”

Wallahu a’lam..

 

Oleh: Heru Nugroho – Jakarta
Blog