Diantaranya juga firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (Qs.AlAn’aam [6]:159)
Ayat ini telah ditafsirkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ” Wahai Aisyah, ‘Orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan.’ siapakah mereka? “‘Aku menjawab, “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui.” Beliau lalu bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang mengikuti nafsu dan ahli bid’ah serta pembuat kesesatan dari umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya setiap dosa memiliki pengampunan, kecuali bagi orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan ahli bid’ah. Sesungguhnya tidak ada ampunan bagi mereka dan aku terbebas dari mereka dan mereka bebas dari diriku.”
Ibnu Athiyyah berkata, “Ayat tersebut mencakup seluruh golongan dari pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah serta mereka yang menyimpang dari masalah hukum fikih dan yang lain dari golongan orang-orang yang selalu bergelut dalam pertentangan serta berlebih-lebihan dalam mengekspresikan ilmu kalam. Semua itu adalah penyebab kesesatan dan yang menumbuhkan keyakinan menyimpang.”
Yang dimaksud —wallahu alam— dengan golongan yang berlebihan dalam ilmu fikih adalah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr dalam pembahasan mengenai celaan terhadap pendapat akal dan dalam kitabnya, Al ‘Um.
Ibnu Baththal dalam kitab Syarh Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hanifah ia berkata, “Aku pernah bertemu dengan Atha’ bin Rabah di Makkah, kemudian saya bertanya kepadanya tentang sesuatu, ia kemudian berkata, ‘Dari mana asalmu?’ Aku menjawab, ‘Kufah.’ Ia berkata, ‘Apakah kamu dari suatu negeri yang penduduknya telah mencerai-beraikan agamanya sehingga mereka terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Ia bertanya, ‘Kamu dari golongan mana?’ Aku menjawab, ‘Dari golongan yang tidak mencaci-maki ulama salaf, beriman kepada takdir, serta tidak mengafirkan seseorang karena perbuatan dosa.’ la Ialu berkata, ‘Kamu telah mengetahuinya, maka peganglah erat-erat’.”
Diriwayatkan dari Al Hasan, ia berkata, “Utsman bin Affan RA suatu hari berkhutbah di hadapan kami, kemudian orang-orang menghentikan khutbahnya dan saling melempar debu, sehingga terlihat langit yang usang.”
Perawi (Al Hasan) lalu berkata, “Lalu kami mendengar suara dari salah satu bilik istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dikatakan bahwa ini adalah suara Ummul Mukminin.” —Perawi melanjutkan—, “Aku mendengar teriakannya, ia berkata, ‘Sesungguhnya Nabi kalian telah membebaskan diri dari orang yang telah memecah-belah agamanya dan membuat kelompok. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka‘.” (Qs. Al An’aam [6]: 159)
Al Qadhi Isma’il berkata, “Aku mengira bahwa yang dimaksud dengan ‘ Urnmul Mukminin adalah Ummu Salamah, dan hal itu telah dijelaskan pada beberapa hadits lain. Selain itu, saat kejadian tersebut Aisyah sedang pergi haji.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa ayat tersebut turun untuk umat ini, sedangkan menurut Abu Umamah, mereka itu adalah kelompok Khawarij.
Al Qadhi berkata, “Zhahir dari ayat Al Qur’an yang tersurat menandakan bahwa setiap orang yang membuat bid’ah dalam agama dari kelompok Khawarij atau yang lainnya adalah termasuk dalam khitab ayat ini, karena mereka telah membuat bid’ah serta saling bertentangan dan memusuhi, hingga akhimya terpencar dalam beberapa kelompok.”
Diantaranya juga finnan Allah, “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Qs. Ar-Ruum [30]: 31-32)
Kalimat ” farraqu diinahum” dibaca “faaraqu diinahum”. Ditafsirkan dari periwayatan Abu Hurairah, bahwa mereka adalah kelompok Khawarij. Diriwayatkan pula oleh Abu Umamah dengan derajat marfu’.
Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah para pengikut hawa nafeu dan ahli bid’ah. Mereka berdalil dari hadits dari Aisyah RA, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara marfu’. Hal tersebut adalah bentuk dari pelaku bid’ah, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Al Qadhi serta ayat-ayat sebelumnya.
Allah berfinnan, “Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” (Qs. Al An’aam [6]: 65)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kalimat “Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan maksudnya adalah pengikut hawa nafsu yang bermacam-macam. Kalimat “Dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain.” Maksudnya adalah saling mengafirkan, hingga mereka saling berperang, seperti yang terjadi pada kelompok Khawarij tatkala mereka keluar dari golongan Ahlus-Sunnah wal Jama’ah.
Ada juga yang berpendapat bahwa kalimat “Dan Dia mencampurkan kamu dengan golongan-golongan” maksudnya adalah adanya percampuran dalam hal perselisihan dan pertentangan.
Mujahid dan Abu Al Aliyah berkata, “Sesungguhnya ayat ini ditujukan untuk umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Abu Umamah berkata, “Semua ada empat perkara dan telah terjadi dua perkara setelah dua puluh lima tahun wafatnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang tersisa akan ditimpakan, sehingga sebagian merasakan keganasan sebagian yang lain. Adapun sisanya adalah dua perkara yang keduanya pasti akan terjadi, yaitu adzab dari bawah kaki kalian dan dari atas kepala kalian. Ini semua merupakan dalil dari dilarangnya perselisihan dalam kebatilan. Hal tersebut tidak disukai dan tercela.
Telah dinukil dari Mujahid, bahwa maksud dari “Mereka senantiasa berselisih pendapat” dalam firman Allah, ” Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (Qs. Huud [11]: 118-119) adalah para pelaku bid’ah. Adapun tentang ayat, “Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu ” maksudnya adalah para pelaku kebenaran, yang tidak terdapat perselisihan di antara mereka.
Diriwayatkan dan, dari Ikrimah, bahwa ayat, ” Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat maksudnya adalah berselisih pendapat dalam masalah yang batil. Adapun ayat, “Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu” maksudnya adalah Ahlus-Sunnah.
Dinukil dari Abu Bakar Tsabit Al Khathib, dari Manshur bin Abdullah, namun Abdurrahman[1] berkata: Ketika aku sedang duduk di dekat Al Hasan, seorang laki-laki yang duduk di sampingku menyuruhku untuk bertanya kepada Al Hasan tentang firman Allah, ” Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” la menjawab, “Kalimat, ‘Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat ‘maksudnya adalah agama-agama yang bermacam-macam. Sedangkan kalimat, ‘Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu,’ artinya adalah tidak adanya perselisihan pada orang-orang yang diberi rahmat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Umar bin Abdul Aziz dan Malik bin Anas, bahwa orang-orang yang mendapatkan rahmat tidak akan berselisih.
Ayat ini nanti akan diterangkan selanjutnya dengan secara detail.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Umar bin Mush’ab, ia berkata, “Aku bertanya kepada bapakku tentang firman Allah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepada kamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ (Qs. Al Kahfi [18]: 103). ‘Apakah mereka adalah Al Haruriyah?’ Bapak menjawab, ‘Bukan, mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Orang Yahudi telah mengingkari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan orang Nasrani telah mengingkari surga dan berkata, “Tidak ada makanan dan minuman di dalamnya.” Sementara Al Haruriyah “Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh.” (Qs. Al Baqarah [2]: 27) Syu’bah menyebut mereka orang-orang yang fasik’.”
Imam Asy Syathibi
_______________
[1] Mungkin maksudnya adalah Manshur bin Abdurrahman Al Ghadani Al Asyal An-Nadhri.