Biografi Abdullah bin Al Mubarak

Ulama, Mujahid dan Dermawan

Abdullah bin Al Mubarak, seorang tabi’in yang sangat terkenal dengan sifat kedermawanannya. Meskipun beliau termasuk orang yang cukup mampu, namum beliau sangat mengerti bagaimana cara mempergunakan hartanya di jalan yang diridhai oleh-Nya.

Beliau (Ibnul Mubarak) biasa pulang pergi ke Tharasus dan biasanya saat di tengah perjalanan bila hari telah menjelang malam, beliau segera singgah beristirahat di sebuah penginapan. Di penginapan itu, ada seorang pelayan muda yang biasa mengurus kebutuhannya. Dan yang lebih menarik perhatian Ibnul Mubarak adalah bahwa pemuda itu ditengah pekerjaan melayani dirinya, juga sangat rajin belajar hadits dengannya. Semangat belajarnya sangat tinggi. Pekerjaanya sebagai pelayan tidak menghalangi untuk terus dan terus memepelajari hadits.

Hingga suatu hari, beliau kembali singgah ke penginapan itu, namum tidak mendapati pemuda tersebut. Saat itu beliau memang sangat tergesa-gesa untuk berperang bersama tentara muslimin, sehingga beliau tidak sempat menanyakan hal itu. Barulah setelah pulang dari peperangan dan kembali ke penginapan, beliau segera menanyakan perihal pemuda tersebut. Orang-orang memberitahukan padanya bahwa pemuda itu kini tengah ditahan karena terlibat hutang yang belum dibayarnya. Maka demi mendengar penjelasan itu, beliau segera bertanya, “Berapakah besar hutangnya, sampai ia tak mampu membayarnya ?”

“Sepuluh ribu dirham,” jawab mereka.

Kemudian beliupun segera menyelidiki dan mencari si pemilik hutang itu. Setelah mengetahui orangnya, beliau lantas menyuruh seseorang untuk memanggil orang tersebut pada malam harinya. Setelah orang itu tiba, Ibnul Mubarak langsung menghitung dan membayar seluruh hutang pemuda tersebut.

Namun segera beliau berpesan, agar pemilik hutang tidak menceritakan kejadian ini kepada siapapun selama beliau masih hidup. Dan orang itupun menyetujuinya. Dan akhirnya Ibnul Mubarak berkata, “Apabila pagi tiba, segera keluarkan pemuda itu dari tahanan.”

Pagi harinya, Abdullah bin Al Mubarak pun segera bergegas pergi sebelum pemuda itu dibebaskan. Pemuda itu kembali ke penginapan. Orang-orang yang melihatnya langsung berkata, “Kemarin Abdullah bin Al Mubarak ke sini dan menanyakan tentang dirimu, namun saat ini dia sudah pergi lagi.” Kini yakinlah pemuda itu, bahwa Abdullah bin Al Mubarak yang telah membebaskan dirinya. Maka segera ia menyelusuri jejak Abdullah dan berhasil menjumpai beliau kira-kira dua-tiga marhalah (sata marhalah kira-kira dua belas mil) jauhnya dari penginapan. Setelah Abdullah bin Mubarak melihat pemuda itu, beliau lantas berkata, “Kemana saja engkau anak muda? Kenapa aku tak pernah melihatmu lagi di penginapan ?”

Pemuda itu lantas menjawab, “Benar wahai Abu Abdirrahman (Ibnul Mubarak), saya memang baru saja ditahan karena terlilit hutang.”

“Lalu bagaimana engkau dibebaskan?” tanya Abdullah.

“Seseorang telah datang membayar seluruh hutangku, hingga aku bisa dibebaskan. Namun sampai saat ini aku tidak tahu, siapa orang yang telah menolongku,” ujar pemuda itu lagi. Ia berharap bila Abdullah mengakuinya, bahwa Abdullahlah orang yang telah membebaskan dirinya.

Namun beliau justru berkata, “Wahai pemuda, bersyukurlah engkau kepada Allah yang telah memberikan taufik-Nya kepadamu, sehingga bisa terlepas dari hutang.”

Maka pemuda itupun kembali ke penginapan tanpa membawa jawaban dari semua rahasia pembebasan dirinya. Lelaki pemilik hutang itu pun tak pernah memberitahukan kepada siapapun sampai Abdullah bin Al- Mubarak wafat.

Ibadah Dan Rasa Takutnya Kepada Allah

Dari Al Qasim bin Muhammad dia berkata, “Kami berada dalam sebuah perjalanan bersama Ibnu Al Mubarak, banyak hal yang aku pikirkan. Aku selalu bertanya-tanya dalam hati, apa yang membuat orang ini menjadi mulia dan terkenal seperti sekarang, jika dia shalat maka kami juga shalat, jika dia berpuasa maka kamipun berpuasa, jika dia ikut berperang maka kami pun juga ikut berperang dan jika dia menunaikan haji maka kami pun juga menunaikan ibadah haji?”

Muhammad Al Qasim berkata lagi, kami sedang dalam perjalanan ke Syam, kami makan malam dalam sebuah rumah penginapan yang tidak ada lampu, sebagian dari kami mencari lampu keluar, aku pun diam di tempat. Namun seberkas cahaya lampu tiba-tiba muncul sehingga aku melihat muka dan jenggot Ibnu Al Mubarak basah dengan air mata. Aku berkata dalam hati, dengan inilah dia menjadi orang yang dimulaikan. Dan kemungkinan ketika lampu-lampu sudah dimatikan Ibnu Al Mubarak sibuk mengingat hari kiamat.

Al Marwazi berkata, aku mendengar Abu Abdullah Ahmad Bin Hambal berkata, “Ibnu Al Mubarak tidak diangkat derajatnya oleh Allah kecuali karena dia telah banyak melakukan kebaikan yang tidak diketahui banyak orang.”

Abu Ishaq Ibrahim Bin Al Asy’ats berkata, “Ketika Ibnu Al Mubarak sedang sakit keras, dia terlihat bersedih sehingga seseorang berkata kepadanya, Bagimu tidak ada yang perlu dirisaukan, kenapa kamu bersedih seperti ini?” Al Mubarak menjawab, “Aku telah sakit sedang aku belum ridha dengan keadaanku.”

Abu Ishaq berkata, “Seseorang bertanya kepada Ibnu Al Mubarak, ‘Jika ada dua orang yang satu mempunyai rasa takut kepada Allah dan satunya lagi terbunuh dalam membela agama Allah, siapa yang paling anda senangi dari kedua orang ini?” Dia menjawab, “Yang paling aku senangi adalah orang yang mempunyai rasa takut kepada Allah.”

Abu Ruh pernah berkata, “Ibnu Al Mubarak telah berkata, ‘Sesungguhnya mata ditipu oleh empat perkara, Pertama, oleh dosa yang telah lewat, pandangan mata tidak mengetahui apa yang Allah perbuat sebagai balasan dosa tersebut. Kedua, oleh umur yang telah berlalu, pandangan mata tidak mengetahui bagaimana harus mempertanggungjawabkan dosa yang telah diperbuat selama itu. Ketiga, oleh kemuliaan yang telah diberikan, pandangan mata tidak mengetahui apakah kemuliaan itu adalah tipuan atau tingkatan yang sebenarnya yang telah didapat. Keempat, oleh kesesatan yang menghiasi seseorang, sedangkan dia mengangggapnya sebagai petunjuk. Barang siapa menyeleweng sedikit maka dengan cepat matanya akan membohonginya dan agamanya akan rusak sedang dia tidak menyadarinya.’”

Dari Abdullah bin Ashim Al Harawi, berkata, “Ada seorang kakek datang kepada Ibnu Al Mubarak, ketika dia melihatnya sedang bersandar di atas bantal tinggi dan kasar, kakek itu lalu berkata, ‘Aku ingin berkata sesuatu kepadanya namun aku melihatnya ketakutan sehingga aku menaruh belas kasih kepadanya.’ Lalu Abdullah Bin Al Mubarak berkata, ‘Allah telah berfirman, “katakanlah kepada orang laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya” Allah telah melarang untuk melihat kecantikan perempuan karena bagaimana kalau sampai berzina dengannya? Allah juga berfirman” kecelakaan besar bagi orang-orang curang” dalam ukuran dan timbangan, bagaimana dengan orang-orang yang mengambil harta dengan cara bathil? Dan Allah juga telah berfirman” Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain” dan bagaimana dengan orang-orang yang membunuh orang lain?’ Kakek itu lalu berkata, ‘Allah akan memberikan rahmat-Nya kepada Al Mubarak, aku tidak melihat ada orang sepertinya dan aku juga tidak akan berkata sesuatu kepadanya.’

Kezuhudan Dan Kewaraan

Dari Abu Ali bin Al Fudhail, dia berkata, “Aku pernah mendengar ayahku berkata kepada Ibnu Al Mubarak, “Wahai Al Mubarak anda telah memerintahkan kepada kami agar berlaku zuhud, menyedikitkan hal-hal duniawi dan merasa cukup, namun kami melihat anda membawa barang-barang dari negara Khurasan ke tanah Mekah, bagaimana kamu melakukan itu?” Ibnu Al Mubarak menjawab, “Wahai Abu Ali, sesungguhnya aku melakukan hal itu untuk menjaga diriku, menjaga kehormatanku dan untuk menopang dalam bertaat kepada Allah, aku tidak melihat kebaikan kecuali aku harus melakukannya dengan cepat.” Kemudian Al Fudhail berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Al Mubarak, kamu benar, tidak ada yang lebih baik kecuali kamu telah menjalankannya.”

Dari Hasan bin Arafah, dia berkata, Ibnu Al Mubarak berkata kepadaku, Aku menjamin sebuah pena dari penduduk Syam, setelah selesai aku pergi untuk mengembalikan pena tersebut kepada pemiliknya. Namun ketika aku sampai di Marwa tiba-tiba orang yang aku pinjami pena itu telah berada bersamaku. Maka aku pun mengurungkan niatku, kemudian aku kembali ke Syam untuk mengembalikan pena itu kepadanya setelah dia kembali ke Syam.

Dari Ali bin Al Hasan bin Syaqiq dia berkata, “Aku mendengar Abdullah bin Al Mubarak berkata, “Sesungguhnya mengembalikan satu dirham dari sesuatu yang syubhat lebih baik bagiku dari pada aku bersedekah seratus ribu sampai enam ratus ribu dirham”.

Budi Pekerti Dan Kemuliaannya

Ismail Al Khuthabi berkata, “Ibnu Al Mubarak pernah bercerita kepadaku, bahwa pada suatu hari Al Mubarak datang kepada Hammad bin Zaid dan ulama-ulama hadits berkata kepada Hammad, “Mintalah Ibnu Al Mubarak untuk bercerita kepada kami tentang hadits. Lalu Hammad berkata, “Wahai Ibnu Al Mubarak, mereka meminta kepadaku agar kamu bercerita kepada mereka. Ibnu Al Mubarak menjawab “SubhanAllah, ya Abu Ismail, aku berbicara dan kamu ada?” Hammad berkata, “Aku berharap dengan sangat agar kamu mau melakukannya dan wahai sahabat-sahabatku dengarkanlah Ibnu Al Mubarak.” Maka Ibnu Al Mubarak pun berdiri untuk berbicara, namun dia hanya bercerita sebentar dan itu pun mengutip dari perkataan Hammad. Abu Al Abbas bin Masruq berkata, “Ibnu Humaid pernah bercerita kepada kami, ‘Ada seseorang bersin di samping Ibnu Al Mubarak, orang itu bertanya kepadanya, “apa yang harus aku ucapkan ketika bersin?” Dia menjawab, “Alhamdulillah” Dan setelah orang itu membaca hamdalah, maka Ibnu Al Mubarak berkata “yarhamukAllah” kemudian Ibnu Humaid  berkata, “kami semua merasa kagum dengan sopan santun yang diperlihatkan Ibnu Al Mubarak.”

Ibnu Al Mubarak  berkata, “Kami sangat membutuhkan budi pekerti yang luhur karena sudah banyak orang yang mempunyai budi pekerti yang luhur meninggalkan kita.”

Diriwayatkan dari Al Khatib dengan sanad dari Hibban bin Musa, ia berkata, “Ibnu Al Mubarak sangat menyayangkan terhadap orang-orang yang membedakan profesi sehingga muncul diskriminasi terhadap kelompok tertentu di berbagai daerah.”

Dari Umar bin Hafsh Ash Shufi dari Manbaj, ia berkata, “Ibnu Al Mubarak dari Baghdad ingin pergi ke Al Mashishah, dia ditemani sekelompok sufi. Al Mubarak berkata kepada mereka, ‘Hendaknya kalian tidak membebankan nafkah kecuali kepada kalian.’”

Muhammad bin Ali bin Syaqiq dari ayahnya, ia berkata jika musim haji tiba, Ibnu Al Mubarak mengumpulkan saudara-saudara dari keluarganya yang berada di desa Marwa, mereka berkata, “Kami akan menemanimu menunaikan haji wahai Abu Abdurrahman.” Setelah mereka puas dengan pesta itu, Al Mubarak memerintahkan untuk membuka peti itu, setelah peti itu terbuka Ibnu Al Mubarak memberikan setiap orang dari mereka kantong yang berisi uang yang mereka masukkan sendiri-sendiri. Dan diketahui bahwa setiap bungkusan yang masuk ke dalam peti itu telah diberi tanda oleh Al Mubarak terhadap yang memasukkannya.

Semangat Jihad Dan Keberaniannya

Selain ilmunya yang luas, kezuhudan, kemuliaan dan banyaknya beribadah ,beliau juga banyak dihiasi dengan kegemaran berjihad dan mempunyai keberanian tinggi. Diriwayatkan dari Al Khatib dengan sanad dari Ubaid bin Sulaiman (nama lainnya Al Marwazi) ia berkata, Ketika kami sedang berada dalam satuan militer bersama Abdullah bin Al Mubarak di negara Rum, tiba-tiba kami berpapasan dengan musuh. Dan ketika kami saling berhadapan ada seorang yang keluar dari barisan musuh, ia mengajak untuk berduel. Maka muncullah seorang dari kaum muslimin memenuhi tantangan duel. Tetapi ternyata musuh cukup tangguh. Jago muslim tersebut menemui syahidnya. Dan demikianlah, tujuh jago muslim berhasil tertaklukkan. Kemudian muncullah seorang lelaki bercadar melanjutkan tantangan duel. Dalam beberapa kali gebrakan ternyata jagoan kafir tersebut bias dihabisi. Kemudian muncullah jago seterusnya sampai tujuh orang berturut turut dan semuanya bias ditewaskan muslim bercadar tersebut. Ternyata tidak lain orang tersebut adalah Ibnu Mubarak. ”

Dari Muhammad bin Ibrahim bin Abu Sakinah, dia berkata ketika Abdullah bin Al Mubarak berada di Thursus, ia mendiktekan kepadaku beberapa bait sya’ir lalu aku membawa syair-syair itu kepada Al Fudhail bin Iyadh. Hal ini terjadi pada tahun 170 Hijriyah sedang menurut riwayat dari Abu Ghanim kejadian itu terjadi pada tahun 177 H. Di antara syair-syair itu adalah:

wahai abid haramain, jika kamu melihat kami

maka kamu akan mengetahui ibadahmu main-main

orang yang membasahi pipinya dengan air mata

maka kami membasahinya dengan darah kami

Semoga ke depannya muncul kembali ulama-ulama yang bisa meniru Abdullah bin Mubarak . Wallahul musta’an.

(Oman/Darusyahadah)