Catatan Ekspedisi Dakwah dan Tebar Qurban di Pedalaman Kepulauan Meranti

Surau Al-Hikmah, sebuah masjid sederhana berdiri tegak ditengah pedalaman Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Ransang Kabupaten Kepulauan Meranti provinsi Riau. Masjid yang memiliki lantai dan dinding papan ini terletak 2 KM dari Selat Malaka yang memisahkan Indonesia dengan negara jiran, Malaysia.

Setelah menunaikan sholat Subuh, Ahad (28/10) di Masjid ini ada pengajian yang disampaikan oleh ulama Riau, Dr. Musthafa Umar, Lc. MA yang membahas tentang hakikat ruh dalam kehidupan. Para jamaah tampak antusias menyimak kajian ini, yang terdiri dari rekan-rekan da’i Yayasan Fitrah Madani Meranti (YFMM) –sebuah yayasan yang bergerak di bidang dakwah dan kemanusiaan-, penduduk asli pedalaman yang sudah memeluk Islam dan 13 relawan jamaah Pengajian Tafsir Al-Quran Masjid Agung An-Nuur yang datang dari kota Pekanbaru, termasuk diantaranya penulis, serta turut hadir pula Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Bapak Masrul Kasmy.

Pengajian ini merupakan rangkaian dari kegiatan Ekspedisi Dakwah dan Tebar Qurban di Pedalaman Kabupaten Kepulauan Meranti yang telah dimulai pada Jum’at (26/10) hingga Ahad (28/10), yang digagas oleh YFMM dan Jamaah Pengajian Tafsir Al-Quran.

Pada Jum’at siang, bertepatan dengan hari raya Idul Adha 1433 H kami mengawali perjalanan dari Pekanbaru, menuju Perawang, pelabuhan Buton dan Selat Panjang -ibukota Kabupaten Meranti- dengan total waktu perjalanan sekitar 4 jam menggunakan kapal dan angkutan darat. Di Selat Panjang, kami disambut oleh Pemkab Meranti dan dilanjutkan dengan silaturrahim serta tausyiah ke beberapa Masjid.

Perjalanan menuju pedalaman di pulau-pulau sekitar Selat Panjang dimulai pada Sabtu pagi (27/10) menggunakan Kapal Dakwah Riau, sebuah kapal dengan kapasitas 15 ton yang dibeli secara bersama-sama oleh jamaah Pengajian Tafsir di Pekanbaru, dan dinahkodai langsung oleh Bapak Masrul Kasmy, wakil Bupati.

Kami mengunjungi beberapa desa di pedalaman, diantaranya Desa Sokop, Sonde, serta bermalam di Tanjung Kedabu. Di desa-desa ini, kami memotong hewan qurban serta menyampaikan bantuan dari jamaah Pengajian Tafsir berupa pakaian, Al-Quran, buku-buku serta kebutuhan logistik lainnya. Selain itu, malam harinya juga diadakan silaturrahim dan tausyiah di Surau Al-Hikmah, serta prosesi pengucapan syahadat salah seorang remaja penduduk asli Desa Tanjung Kedabu, yang sebelumnya menganut agama Budha.

Nampak dalam gambar, Dr. Musthafa Umar, Lc. MA sedang membimbing pengucapan syahadat Sarnen (13), seorang remaja suku asli di pedalaman Desa Tanjung Kedabu pada Sabtu malam (27/10) di Surau Al-Hikmah. Disamping kiri-belakang Sarnen (berkumis tebal) ialah ayahnya. Uniknya, ayahnya belum memeluk Islam, dan tidak melarang Sarnen untuk menjadi muslim.

Alhamdulillah, ratusan penduduk yang tersebar di puluhan desa terpencil telah memeluk Islam berkat kerja dakwah yang digagas oleh YFMM. Tidak hanya itu, proses pembinaan terhadap para muallaf tetap dilaksanakan secara berkesinambungan dengan menempatkan da’i di desa-desa tersebut, diantaranya yakni Ustadz Dani –seorang da’i muda yang berasal dari DDII, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta-

Ada hal menarik dari proses dakwah disini, yaitu sebagian besar mereka yang telah memeluk Islam ialah anak dari penduduk asli, dan peng-Islaman ini tanpa larangan dari orang tua mereka. Ini karena telah terciptanya suasana pendekatan yang baik oleh para pendakwah dengan memberikan bantuan, mendirikan Masjid dan mengadakan pengajian-pengajian secara rutin baik untuk anak-anak, remaja dan dewasa. Suasana seperti ini menjadi sesuatu yang baru yang belum pernah ada sebelumnya sehingga banyak diantara mereka, termasuk yang belum memeluk Islam-pun menjadi lembut hatinya.

Para penduduk asli yang kami jumpai tampak senang atas kunjungan dan bantuan dari kami, apalagi di beberapa desa ini merupakan pertama kalinya diadakan pemotongan hewan qurban. Dan kegembiraan ini tidak hanya bagi para muallaf, namun juga warga yang masih menganut animisme atau agama lainnya karena suasana kebersamaan seperti ini jarang mereka temui.

“Ini adalah perjalanan kerohanian,” tutur Nawir, salah seorang relawan dari Pekanbaru. Ditambahkan pula oleh Dr. Musthafa Umar bahwa pada perjalanan ini masing-masing relawan akan mendapatkan kepuasan dalam hati yang hanya kita sendiri yang bisa merasakannya, disebabkan dapat bisa melihat langsung bagaimana proses dakwah terhadap masyarakat suku asli yang masih hidup dalam kesederhanaan.

Selat Panjang, 28 Oktober 2012

Muhammad Hidayat

Facebook