Ciri-ciri Khawarij dan Solusi Mengatasinya

Sekelompok orang yang berpikir radikal. Mudah menyalahkan bahkan mengkafirkan orang lain. Terlalu murah darah manusia bahkan Muslim untuk mereka tumpahkan. Keberadaan mereka akan melelahkan negara dan menakuti masyarakat.

Hari ini, negara dan masyarakat tengah menghadapi masalah tersebut. pembahasannya sedang ramai di mana-mana. Sayang, beribu sayang. Komentar pengamat dan penyelesaian negara belum ada yang tepat sehingga tidak bisa mengatasi masalah. Bahkan mereka yang dianggap sebagai ulama, mengeluarkan pernyataan yang hanya menyulut masalah dan belum memberikan masukan berdasarkan kekuatan ilmu Islam. Sayang!

Tulisan ini akan menyampaikan catatan sejarah yang ditorehkan oleh generasi terbaik; para shahabat Nabi yang mengajari kita bagaimana mengatasi masalah kelompok radikal ini.

Tapi, sebelum uraian tulisan ini dimulai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

  • Bacalah tulisan ini dengan utuh menjadi satu kesatuan
  • Jika dalam sejarah Islam, kelompok yang radikal ini disebut Khawarij. Penulis belum berani mengatakan bahwa kelompok radikal hari ini adalah Khawarij, mengingat penulis belum pernah tahu apa sebenarnya pemikiran asli mereka
  • Tulisan ini hanya menyikapi berbagai kasus yang bersumber dari pemikiran radikal. Bukan yang merupakan rekayasa, permainan politis dan sebagainya yang bukan merupakan pemikiran radikal sekelompok orang
  • Kalau solusi yang akan ditawarkan berasal dari pemerintahan shahabat, tentu penulis tidak sama sekali mengatakan bahwa pemerintahan ini sama atau bahkan mirip kehebatan dan kebaikannya dengan pemerintahan para shahabat. Tetapi dalam rangka belajar dari generasi terbaik yang telah dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya

Beberapa Hadits Nabi tentang Khawarij

Rasulullah telah menyampaikan ciri-ciri detail kelompok radikal ini, walaupun beliau tidak menyebutkan namanya. Berikut ini beberapa hadits Nabi yang menyampaikan tentang mereka:

يأتى فى آخر الزمان قوم حدثاء الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من قول خير البرية يمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من الرمية لا يجاوز إيمانهم حناجرهم فأينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن فى قتلهم أجرا لمن قتلهم يوم القيامة

Akan datang di akhir zaman kelompok muda usia, lemah pemikiran, menyampaikan perkataan makhluk terbaik. Mereka melesat dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya. Iman mereka tidak melewati tenggorokan. Di manapun kalian jumpai mereka, maka bunuhlah mereka. Karena membunuh mereka akan mendapatkan pahala pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

يخرج فيكم قوم تحقرون صلاتكم مع صلاتهم وصيامكم مع صيامهم وعملكم مع عملهم………..

Akan muncul di antara kalian, kelompok yang kalian merasa rendah dengan shalat kalian jika dibandingkan shalat mereka, shiyam kalian dibanding shiyam mereka, amal kalian dibanding amal kalian…..”  (HR. Bukhari & Muslim)

Masih ada beberapa hadits Nabi yang lain tentang mereka. Tetapi dari dua hadits ini setidaknya terbaca sebagian besar ciri-ciri kelompok ini:

  1. Berusia muda
  2. Acak dan pendek pemikiran mereka
  3. Menyampaikan perkataan makhluk terbaik (menguasai hadits Nabi, juga Al Qur’an sebagaimana dalam hadits di bawah ini)
  4. Ahli ibadah, sehingga kita merasa tidak ada apa-apanya jika membandingkan antara ibadah kita dengan ibadah mereka

Mereka adalah kelompok yang mudah sekali menyalahkan siapapun, bahkan para ulama sekalipun. Sebagaimana peristiwa yang terjadi pada Rasulullah di dalam hadits berikut ini:

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قَسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِنْ لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَعْدِلْ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ أَضْرِبْ عُنُقَهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

Abu Sa’id Al Khudri berkata: Ketika kita sedang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat beliau sedang membagi-bagi harta, datanglah Dzul Khuwaisiroh dia adalah seorang laki-laki berasal dari Bani Tamim. Orang itu berkata: Ya Rasulullah,berbuat  adillah!

Rasulullah berkata: Celakalah kamu, siapa yang bisa adil jika aku saja tidak bisa adil. Celaka dan rugilah aku jika tidak bisa adil.

Umar bin Khattab radhiallahu anhu berkata: Ya Rasulullah ,izinkan saya memenggal kepalanya.”

Rasulullah berkata: Biarkanlah. Dia ini mempunyai teman-teman yang seorang di antara kalian akan merasa rendah jika membandingkan shalatnya dengan shalat  mereka, shiyamnya dengan shiyam mereka, mereka membaca Al Qur’an tetapi tidak melewati tenggorokan mereka, melesat dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah mengenai buruan…(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits ini, Rasulullah menyebut bahwa Dzul Khuwaisirah adalah cikal bakal kelompok radikal ini. Dan ternyata ada dua hal yang bisa diambil pelajaran di sini:

  1. Rasulullah saja tidak selamat dari kekasaran mereka (di hadits ini dia mengucapkan kalimat yang kasar dan tidak layak buat Nabi)
  2. Rasulullah tidak mengizinkan Umar yang ingin membunuhnya

Adapun makna kalimat Nabi: keluar dari Islam seperti lepasnya anak panah, juga perintah memerangi dan membunuh mereka, jangan dulu disimpulkan sebelum tulisan ini selesai membahas tindakan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Karena beliau adalah khalifah yang mendapatkan cobaan kelompok radikal ini dan beliau adalah shahabat berilmu tinggi yang pasti lebih paham aplikasi hadits Nabi.

Hanya Membunuhi Mereka Bukan Solusi!

Kalau menangkap mereka bisa membuat jera. Dan membunuh mereka bisa menghabisi kelompok ini, mungkin bisa jadi solusi jitu untuk menghentikan penyebaran mereka. Tapi karena pemikiran radikal itu berasal dari keyakinan, penjara tidak akan pernah menghentikan mereka. Kematian tidak akan membuat mereka mundur, apalagi mereka yakin kematian tersebut kematian mulia.

Abdullah bin Umar telah mendengar Rasulullah menyampaikan tentang kelompok Khawarij ini:

كلما خرج قرن قطع أكثر من عشرين مرة حتى يخرج في عراضهم الدجال .

Setiap hadir generasi baru, dipotong -(Nabi mengulangi berkali-kali kalimat ini lebih dari 20 kali)- hingga Dajjal keluar.” (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)

Sabda Nabi ini semakin menguatkan kita bahwa memenjarakan dan membunuh mereka bukan solusi jitu. Karena mereka akan terus ada. Mereka tidak pernah habis. Setiap datang generasi baru, mereka dihabisi. Tetapi pada generasi berikutnya mereka muncul kembali. Kemudian dihabisi lagi. Muncul lagi. Dihabisi lagi. Muncul lagi….dan seterusnya. Hingga Dajjal di akhir zaman nanti muncul.

Mari kita renungi kajian mendalam pakar sejarah Islam; DR. Ali Muhammad Ash Shalabi (Lihat: Sirah Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib, 2/346, MS). Setelah menyampaikan tiga poin kebijakan Pemerintahan Ali bin Abi Thalib terhadap Khawarij, berikut penjelasan Ash Shalabi:

“Amirul Mukminin Ali telah memberikan hak-hak mereka selama mereka tidak memerangi Khalifah dan menyerang muslimin dengan kewajiban mereka untuk tetap menjaga pemikiran mereka dalam kerangka aqidah Islam. Ali tidak mengeluarkan mereka di awal dari Islam. Tetapi dia memberikan hak berbeda pendapat yang tidak menyebabkan perpecahan dan mengangkat senjata.

Amirul Mukminin tidak menangkapi Khawarij untuk dijebloskan ke dalam penjara. Tidak mengawasi mereka dengan intelijen. Tidak membatasi kebebasan mereka. Tetapi dia radhiallahu anhu sangat antusias untuk menjelaskan hujjah dan menampakkan kebenaran kepada mereka dan kepada siapapun yang terpedaya oleh pemikiran dan penampilan mereka.”

Subhanallah, begitulah jika sebuah masalah dianalisa oleh ahlinya. Kekuatan dan kedalaman analisa bersumber dari kekokohan dan kejernihan ilmu.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz suatu hari mendapatkan surat dari pemimpin Kota Mausil yang meminta izin untuk menggunakan kekerasan dalam menghentikan penyebaran kelompok radikal.

Umar bin Abdul Aziz menjawab:

“Jika mereka ingin berjalan di negeri manapun asalkan tidak menyakiti umat, silakan mereka pergi kemanapun mereka mau. Tetapi jika mereka menyakiti seorang muslimin atau masyarakat lainnya, maka adukan kepada Allah.”

Dari kalimat-kalimat di atas, jelas bahwa menangkapi, memenjarakan, membunuhi bukanlah jalan pertama dan utama.

Sesungguhnya pemikiran Umar bin Abdul Aziz untuk mengatasi kelompok radikal telah disampaikannya kepada khalifah sebelumnya.

Seorang Khawarij masuk ke majlis Khalifah Al Walid bin Abdul Malik. Sang khalifah sedang bersama para pembesar Syam, di antara mereka ada Umar bin Abdul Aziz.

Al Walid bertanya kepada orang khawarij: Apa pendapatmu tentang aku?

Orang Khawarij: Orang dzalim pendosa, diktator

Al Walid: Apa pendapatmu tentang Abdul Malik?

Orang Khawarij: Diktator

Al Walid: Apa pendapatmu tentang Muawiyah?

Orang Khawarij: Zhalim

Al Walid berkata kepada salah satu stafnya Ibnu Rayyan: Penggal kepalanya!

Orang itu pun mati. Dan majlis bubar.

Al Walid meminta agar Umar bin Abdul Aziz dihadirkan kembali.

Al Walid bertanya kepada Umar bin Abdul Aziz: Hai Abu Hafsh, apakah tindakanku benar atau salah?

Umar: Anda tidak benar ketika membunuh orang itu. Kalau saja Anda putuskan yang lain, maka lebih tepat dan benar. Yaitu: penjarakan dia hingga dia kembali ke jalan Allah atau dia menemui ajalnya.

Al Walid: Dia telah menghina saya, menghina Abdul Malik, dia juga seorang khawarij, apakah kamu setuju dengan hal itu?

Umar:  Saya tidak setuju. Kalau saja Anda penjara dulu, kemudian lihatlah permasalahannya. Anda bisa menghukumnya atau Anda maafkan dia.

Al Walid marah kepada Umar bin Abdul Aziz. (Sirah Umar ibn Abdil Aziz 1/120-121, MS)

Dan terbukti, Al Walid tidak mampu mengatasi kelompok radikal Khawarij. Sementara saat Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah dia menjalankan konsepnya menghadapi kelompok radikal. Dan terbukti berhasil.

Dengan Keadilan dan Kebenaran, Mereka Berhenti

Di zaman Khalifah adil; Umar bin Abdul Aziz (99 H – 101 H) kelompok radikal ini pun menyebar di beberapa kota. Seperti biasanya, mereka mempunyai pemikiran dan sikap yang meneror masyarakat dan negara.

Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang mampu menyelesaikan seluruh permasalah negeri hanya dalam dua tahun setengah saja. Sikapnya menghadapi kelompok radikal harus menjadi pelajaran berharga bagi kita. Berikut sikapnya:

Suatu saat gubernur Khurasan mengirim surat kepada Khalifah untuk meminta izin membasmi kelompok radikal di kota tersebut dengan jalan cepat yaitu menghabisi mereka:

“Mereka ini tidak bisa diperbaiki kecuali dengan pedang dan cambuk!”

Dan inilah jawaban Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menjadi landasan bagi zaman  manapun yang tidak ingin kelompok radikal ini muncul membesar:

“Kamu salah, mereka bisa diperbaiki dengan keadilan dan kebenaran. Maka lapangkan itu untuk mereka. Dan ketahuilah Allah tidak memperbaiki amalnya orang-orang yang merusak.”

Hasil konsep pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ini sangat jitu. Ketika sang pemimpin tertinggi negara tersebut menegakkan keadilan dengan cara mengembalikan semua kedzaliman yang pernah dilakukan oleh negara dan para pejabat kepada masyarakat yang pernah didzalimi, kelompok radikal tersebut berkumpul dan memutuskan: “Kita tidak boleh memerangi orang ini.”

Karena memang sejarah kemunculan kelompok radikal ini dipicu di antaranya oleh parade kekecewaan terhadap dunia Islam. Kelompok Khawarij ini baru muncul besar di zaman Ali bin Abi Thalib.

Kematian Umar bin Khattab, pemimpin adil di tangan seorang majusi. Fitnah di enam tahun kedua pemerintahan Utsman bin Affan. Kematian Utsman di tangan para pemberontak fasik. Peperangan antara Ali dan Aisyah di Perang Jamal. Dan puncaknya adalah peperangan Ali dan Muawiyah di Perang Shiffin.

Akumulasi kekecewaan, menjadi penyebab munculnya sekelompok anak muda yang berpikiran radikal.

Lebih Berat Zaman Ali Dibanding Hari Ini

Sebenarnya, ketika kita bandingkan kelompok radikal ini sekarang dengan zaman kekhilafahan Ali bin Thalib, masih jauh lebih berat zaman Ali.

Jumlah mereka saat memisahkan diri dari negara yang dipimpin oleh Ali sepulang dari Shiffin ke Kufah, belasan ribu orang. Kemudian mereka membuat tandzim (struktur) jamaah mereka, hingga mereka menentukan pemimpin dan menjaga kerahasiaan.

Hingga mereka nantinya menguasai sebuah wilayah dengan terbuka dan bersenjata perang.

Sekarang ini di negara ini, entah berapa jumlah mereka. Tapi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masa itu, jelas jumlah mereka di zaman Ali sangat membebani negara. Mereka pun telah berhasil mengusai sebuah wilayah dengan terbuka bersenjata perang. Sekarang, belum ada satupun wilayah yang berhasil mereka kuasai dengan terbuka.

Jadi, kalau kita mau belajar kepada generasi terbaik itu, masalah ini akan selesai dengan baik.

Langkah-Langkah Ali bin Abi Thalib dalam Mengatasi Mereka

Sampai mereka membuat struktur dan menjaga kerahasiaan antar mereka, Ali belum bertindak secara militer. Berikut ini urutan yang dilakukan oleh Kekhilafahan Ali bin Abi Thalib:

  1. Mengirim Abdullah bin Abbas untuk berdialog dengan mereka
  2. Ali berdialog langsung dengan mereka
  3. Ali mengeluarkan secara resmi tiga kebijakan negara terhadap mereka
  4. Perang Nahrawan

Mari kita urai satu per satu.

Mengirim Abdullah bin Abbas untuk berdialog dengan mereka.

Sejarah menyebutkan detail dialog tersebut. Dari enam ribu Khawarij yang hadir, dua ribu di antara mereka taubat dan kembali ke jalan yang benar.

Ali bin Abi Thalib membangun kesabaran berlapis-lapis dengan semangat bisa mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Terbukti dalam satu majlis ini saja, sepertiga dari majlis taubat.

Tetapi yang harus dikirim adalah orang seperti Abdullah bin Abbas, bukan yang lain. Abdullah bin Abbas adalah seorang sangat pakar dalam keilmuwan Al Qur’an. Hal ini harus dilakukan oleh negara, karena mereka tidak mau mendengar kecuali hanya Al Qur’an dan hadits Nabi. Di samping itu, Abdullah bin Abbas sangat piawai dalam menguasai forum debat. Mereka tidak berkutik sama sekali dalam forum tersebut dengan ilmu Abdullah bin Abbas.

Yang juga sangat penting dari seorang Abdullah bin Abbas sebagaimana yang diungkapkannya sendiri di hadapan Khalifah Ali adalah: saya orang yang berakhlak baik dan tidak pernah menyakiti siapapun.

Jadi, yang harus diutus negara adalah mereka yang berilmu dan dikenal berakhlak baik tidak pernah punya masalah dengan siapapun termasuk dengan khawarij.

Ali berdialog langsung dengan mereka

Sejarah pun menyebutkan dengan detail suasana dialog dan tema dialognya. Pemimpin tertinggi itu, mau turun langsung dan tidak ada perasaan bahwa negara direndahkan dan menguatkan eksistensi mereka. Karena Ali begitu bersemangat untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar.

Tetapi yang perlu dilihat bukan hanya Ali sebagai pemimpin. Tetapi Ali adalah pemimpin negara yang adil dan berilmu Islam sangat tinggi. Jika seperti ini keadaan pemimpin negara, maka layak baginya untuk berdialog.

Itupun tidak menyadarkan mereka. Hasilnya, tidak disebutkan dalam riwayat ada yang sadar seperti dialog dengan Abdullah bin Abbas, tetapi mereka pergi dengan resmi memisahkan diri dari negara.

Setelah ini, mereka dengan rahasia akan bergerak ke sebuah tempat yang mereka kuasai lengkap dengan senjata perang. Yaitu Nahrawan.

Ali mengeluarkan secara resmi tiga kebijakan negara terhadap mereka

Kebijakan itu disampaikan Ali saat beliau hendak memulai dialog dengan mereka. Berikut ini kebijakan kekhilafahan yang langsung diumumkan oleh sang khalifah di masjid Kufah saat khutbah Jum’at:

  1. Kami tidak melarang kalian shalat di masjid ini.
  2. Kami tidak akan menghalangi kalian untuk mendapatkan jatah harta rampasan perang selama kekuatan kalian bersama kekuatan kami
  3. Kami tidak akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami

Begitu lembutnya, kekhilafahan ketika itu menyikapi mereka. Ali bukan tidak tahu suasana. Beliau sangat menguasai suasana negara. Bahkan kalimat Ali jelas kepada Abdullah bin Abbas: (Mereka pasti akan memerangi saya).

Tapi selama penyerangan terhadap negara terbatas dalam rencana, Ali belum bertindak secara militer. Ali menunggu mereka hingga benar-benar berani angkat senjata melawan negara.

Perang Nahrawan

Akhirnya, perang itupun harus terjadi. Orang-orang Khawarij benar-benar telah melampaui batas. Mereka mengganggu masyarakat yang hidup nyaman. Mereka merampas harta, menumpahkan darah, menguasai wilayah dengan senjata perang bahkan telah berani membunuh anak seorang shahabat.

Tapi lihatlah apa yang dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Sampai masalah seperti inipun Ali belum melakukan tindakan militer. Ali hanya mengirimkan surat kepada pemimpin mereka agar menyerahkan para pembunuh dan pembuat onar. Agar negara memberikan hukuman yang setimpal hanya kepada para pelakunya saja.

Ternyata balasan surat mereka kepada negara: “Kita semua adalah pembunuhnya.”

Dari surat ini, jelas mereka menantang negara. Saat sudah seperti ini, barulah Ali membawa pasukan ke arah mereka berkumpul, di wilayah Nahrawan. Pasukan yang semula akan dibawa oleh Ali ke Syam, dibelokkan ke Nahrawan.

Kini pasukan telah berhadapan. Kedua pasukan dipisahkan oleh sungai Nahrawan. Kembali, lihatlah apa yang dilakukan sang panglima hebat; Ali bin Abi Thalib:

  1. Ali mengumumkan kepada pasukannya agar tidak ada yang menyerang mereka sampai mereka yang menyeberangi sungai, yang menandakan tekad mereka untuk terus perang.
  2. Ali mengirimkan shahabat mulai Al Barra bin ‘Azib selama tiga hari untuk masuk ke mereka mengajak bertaubat ke jalan yang benar. Tidak hanya Al Barra, ali terus mengirimkan bertahap utusan-utusannya untuk mengajak mereka kembali. Ternyata mereka semua menolak dan tetap bertekad untuk perang.
  3. Ali meminta Abu Ayyub Al Anshari untuk menancapkan bendera aman dan mengumumkan: Siapa yang berkumpul di bawah bendera ini, dia aman. Dan siapa yang lari ke Kufah dan Madain, dia aman. Kami tidak punya kepentingan kecuali hanya dengan pembunuh saudara-saudara kami.

Betapa sabarnya Ali, karena berharap masalah selesai dengan sangat baik. Dan mereka mau kembali ke jalan yang benar.

Hasilnya: Empat ribu orang lari dari kelompok Khawarij. Yang tersisa dari mereka hanya seribu orang atau kurang.

Peperangan selesai dengan matinya hampir seluruh pasukan Khawarij. Hanya tersisa sekitar 10 orang saja yang lari dari medan perang. Dari pihak Ali jatuh 12 atau 13 korban saja.

Setelah selesai perang Ali tetap memperlakukan mereka sebagai kelompok muslim yang dzalim. Sehingga Ali tidak mengejar yang lari dari medan perang, juga tidak menawan yang tertangkap dan tidak mengambil ghanimah (harta rampasan perang).

Karena yang dilakukan Ali adalah memerangi kelompok yang melawan negara dengan cara dzalim. Hanya kedzalimannya yang diperangi. Sebagaimana yang disampaikan dalam konsep politik syariat (lihat contohnya dalam Al Mawardi: Al Ahkam As Sulthaniyyah), mereka diperangi saat datang untuk menyerang, tidak dikejar dan tidak ditangkap saat lari.

Sebuah kepemimpinan dengan kestabilan ilmu dan emosi. Radhiallahu anka ya Ali…

Landasan Utama Semua Kebijakan Ali tentang Khawarij

Mengapa Ali terlihat begitu sabar. Tidak terbawa emosi bahkan mereka sering menyampaikan kalimat yang menyulut kemarahan dan ketersinggungan serta bertindak di luar batas kewajaran. Dengan tetap sabar selalu mencari celah sekecil apapun untuk mengembalikan mereka kepada pemikiran yang benar.

Semua ini dilakukan Ali karena beliau meyakini bahwa mereka masih muslim. Sebagaimana dalam dialog Ali dengan seseorang berikut ini:

Seseorang bertanya tentang Khawarij yang memerangi Ali di Perang Nahrawan: Apakah mereka musyrikin?

Ali: Mereka lari dari kemusyrikan.

Seseorang: Apakah mereka munafik?

Ali: Orang munafik hanya sedikit berdzikir kepada Allah

Seseorang: Kalau begitu siapa mereka?

Ali: Saudara kita yang dzalim terhadap kita. Kita perangi mereka karena kedzaliman mereka terhadap kita.  (Lihat Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 7/321, MS)

Pantas, jika Ali sangat berhati-hati dalam bertindak tentang mereka jika sudah harus menumpahkan darah. Karena ternyata Ali menganggap mereka sebagai Saudara kita yang dzalim terhadap kita.

Prof. DR. Isham Basyir menyampaikan bahwa seluruh shahabat Nabi tidak ada yang mengkafirkan Khawarij. Dan ini pendapat jumhur (kebanyakan) ulama.

Inilah mengapa generasi shahabat disebut sebagai generasi terbaik. Mereka memimpin bumi dengan cara menegakkan aturan kenabian. Aturan yang mampu menyelimuti bumi dengan keadilan dan kedamaian.

Mengapa kita tidak belajar dari mereka? Sebelum semuanya terlambat…

Fa’tabiru ya ulil abshar

Budi Ashari, Lc – Begini Seharusnya: Menghadapi Kelompok Radikal