Diam

Stop! Diam. Jeda. Berhentilah sejenak.

Jeda, ialah satu dari kemampuan terpenting seorang pembicara publik. Ketika Anda diam, pendengar pasti memikirkan pesan Anda dan bercermin atasnya. Jeda, menciptakan ruang percaya diri dari persepsi audien atas diri Anda. Jika Anda tidak lakukan jeda, audien akan kesulitan mencerna apa yang Anda sampaikan dan karenanya tak dapat mengingat satu pun pesan yang Anda omongkan.

Anda perlu menguasai seni diam, jika Anda sungguh-sungguh ingin menjadi pembicara andal. Di bawah ini, beberapa kiat perihal kapan dan bagaimana memanfaatkan jeda.

1) Diam, sebelum sampaikan kalimat pertama.

Diamlah sejenak, tepat sesudah Anda diperkenalkan dan sebelum Anda membuka kalimat pertama.

Bisa Anda bayangkan kisah berikut. Bagi kebanyakan orang, begitu berkenalan dengan seseorang, ia segera menjabat tangan temannya dan tiba-tiba langsung bicara nyerocos. Orang ini, merasa aneh jika harus diam. Ketika Anda langsung bicara di panggung tepat sesudah diperkenalkan, peristiwa ini seperti Anda menjumpai seorang teman dan langsung mulai berbicara dengannya, yang sama sekali tanpa mengucapkan “Hallo”.

Ketika Anda baru hadir di atas panggung, diamlah sejenak, kira-kira 3-5 detik. Pandang ke arah audien dan hargai kehadiran mereka. Sesudah itu, barulah Anda mulai bicara. Fungsi jeda ini -saat mengawali bicara di publik- sama seperti berucap “Hallo” dalam percakapan keseharian Anda.

Jeda, juga mengantarkan pesan bahwa Anda merasa percaya diri dan dapat menarik perhatian audien. Orang-orang akan menghentikan aktivitas mereka dan mulai mendengarkan Anda. Karena saat mereka melihat seorang pembicara yang tidak berbicara, ini adalah hal yang tidak biasa. Kita pasti memberikan perhatian khusus untuk semua hal yang tidak biasa.

2) Diam, sebelum dan sesudah Anda menyampaikan poin penting.

Berhentilah, benar-benar ciptakan jeda, sebelum dan sesudah Anda menyampaikan pesan penting. Dan biasakan terus, seperti itu. Selama jeda itu, pendengar pasti memikirkan dan berusaha meresapi pesan pentingnya. Jangan lakukan apa pun sesudah menyampaikan kalimat yang bermakna atau Anda akan melemahkan dampaknya.

3) Diam, sebelum Anda merespon audien.

Diamlah, sebelum Anda menjawab pertanyaan dari audien. Diam akan memberi Anda cukup waktu untuk berpikir dan menemukan solusinya. Dan dengan diam, itu akan menunjukkan perhatian dan keseriusan Anda. Bahkan jika Anda sudah tahu dan memiliki jawabannya, diamlah sejenak sebelum memberikan respon.

4) Diamlah, daripada Anda menyampaikan ‘kata-kata peralihan’.

Seandainya Anda pernah mendengarkan presentasi/ceramah/pidato dari pembicara pemula. Mungkin Anda akan menandai betapa banyak ia menggunakan ‘kata-kata peralihan’, seperti: hmm, seperti itu, ho’oh, eh, ah, dan lainnya. Tak satu pun dari kata-kata itu yang bermakna dan mampu mengantarkan pesan penting. Kata-kata itu, malah mengganggu audien.

“Selamat pagi, ah, nama saya Rio, hmmm,  mungkin Anda tahu, saya akan bicara kepada Anda, eh, seputar “Public Speaking”. Seperti itu”.

Rasakan, betapa mengganggunya! Pembicara mengomongkan ‘kata-kata peralihan’ ketika ia bingung harus berkata apa tapi merasa tidak nyaman jika ia dapat memanfaatkan diam.

Setiap kali Anda tidak tahu harus berkata apa dan butuh waktu untuk berpikir, diamlah. Buatlah jeda dengan sengaja. Anda akan dipersepsikan sedang berpikir atau dengan kata lain, audien menganggap Anda sedang memperhatikan sesuatu. Di banyak sesi pelatihan, saya ketahui, ternyata audien bahkan tidak memperhatikan dan mengetahui bahwa ada sesuatu yang tidak tepat, dalam sebuah pidato. Memang, kuncinya ada pada praktik dan pembiasaan!

Jadi sadarkan diri Anda untuk diam, setiap kali Anda ‘tersandung’ dalam pidato. Dengan segera, Anda akan membuktikan betapa ‘kata-kata peralihan’ itu tidak pernah lagi muncul dalam pidato Anda!

Maka, diam dan berlatihlah!