Hati-hati Menilai Shahabat Nabi

Dulu generasi Salafush Shalih sangat berhati-hati dlm memberikan penilaian terkait perang yang terjadi antara Ali dan Aisyah (Zubair dan Thalhah), atau antara Ali dengan Muawiyah (Amr bin Ash), karena yang terlibat dalam perang tersebut ada sebagian kecil sahabat pilihan yang memang memenuhi syarat ijtihad dan mendapat jaminan surga dari Rasulullah. Sementara yang berkomentar tentang mereka belum ada jaminan surga dari Nabi pula.

Mereka bukan tanpa dosa dan aib, karena tidak ada satu sahabatpun yang ma’shum, tetapi berani memberi penilaian yang belagu, lancang dan tidak beradab seperti pemberontak, melakukan makar,dan yang semisalnya, tentu sangat berbahaya.

Pertama, bakal ada peperangan diantara sahabat sudah disampaikan Nabi dalam sabdanya, “Tidak akan datang kiamat sebelum dua kelompok berperang, lalu diantara keduanya terjadi pembunuhan sementara dakwa mereka sama.” (Muttafaq ‘alaih)

Ibnu Hajar Al Asqalani mengomentari maksud hadits tersebut bahwa dua kelompok itu adalah kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah. Adapun dakwa mereka adalah Islam menurut pendapat yang rajih, dan dikatakan juag maksud dakwa tersebut adalah aqidah keduanya haq (Fathul Bari, juz 12, hlm. 303).

Kedua, Nabi juga bersabda, “Anakku ini (Hasan) sayyid, dan semoga Allah mendamaikan DUA KELOMPOK MUSLIM dengannya.” (HR. Bukhari).

Coba lihat, perang antara Ali dengan Muawiyah disebut Nabi “dua kelompok Muslim”, artinya pendukung Ali adalah Muslim, pendukung Muawiyah juga muslim.

Ketiga, beliau juga bersabda, “Jangan mencela sahabatku!” (HR. Bukhari).

Imam Nawawi mengomentarinya, “Ketahuilah bahwa mencela sahabat seburuk-buruk perbuatan haram, baik sahabat yang terlibat dalam fitnah ataupun tidak, karena mereka adalah mujtahid dalam perang tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, juz 16, hlm. 93).

Imam Ath Thahawi mengatakan, “Kita mencintai semua sahabat, tidak berlebihan dan tidak berlepas tangan dari mereka, kita membenci siapa membenci mereka dan menyebutkan tentang mereka dengan buruk, kita tidak akan membicarakan tentang mereka kecuali yang baik. Mencintai mereka adalah agama, iman, dan ihsan, sementara membenci mereka adalah kekafiran, kemunafikan dan melampaui batas.” (Syarh Ath-Thahawiyah, Ibn Abil ‘Izz, hlm. 467).

Abu Zur’ah ar-Razi mengatakan, “Jika engkau melihat seseorang merendahkan salah satu sahabat, maka ketahuilah sesungguhnya orang itu zindiq.” (Al Kifayah, Khathib al-Baghdadi, hlm. 97).

Ustadz Ispiraini Hamdan, Lc.