Jakarta Islamic Centre, Transisi dan Revolusi

Pernah dengar nama JIC? Sebuah masjid yang terletak di Jakarta, tepatnya Jakarta Utara, berada dekat dengan pasar Koja.

Menurut pihak badan pengelolanya, JIC adalah masjid terbesar di Asia Tenggara tanpa tiang mengalahkan rivalnya yaitu Masjid Istiqlal, Jakarta.

Ketika memasuki area JIC, Anda akan menemui halaman yang begitu luas, lengkap dengan air mancur utama yang terletak di pintu kedua JIC.

JIC adalah masjid yang tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah wajib bagi para pemeluknya, namun juga berfungsi sebagai sarana riyadhoh (rekreasi) untuk menambah wawasan. Karena di dalamnya dilengkapi dengan sebuah perpustakaan yang sangat nyaman dengan koleksi berbagai macam referensi buku-buku Islam yang cukup lengkap. Tak hanya itu, jika anda hobi atau tertarik dengan siaran Radio, anda dapat berpartisipasi atau hanya melihat bagaimana proses siaran itu berlangsung.

Sejarah JIC

JIC singkatan dari Jakarta Islamic Centre. Dulunya adalah sebuah tempat hitam. Lokasi Resoliasasi (Lokres) Kramat Tunggak, Tanjung Priok Jakarta Utara. Adalah sebuah nama Panti Sosial karya Wanita Teratai Harapan Kramat Tunggak, yang terletak di Jalan Kramat Jaya RW 019, Kelurahan Tugu Utara, kecamaatan Koja, Jakarta Utara.

Kramat Tunggak tidak hanya populer di Indonesia, namun juga terkenal hingga ke seluruh Asia Tenggara sebagai pusat jajanan laki-laki hidung belang. Pada tahun 1970an, tahun dimana Kramat Tunggak ini pertama dibuka, terdapat 300 orang WTS dan 76 orang germo. Jumlah ini terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 1999, tahun dimana Kramat Tunggak ini ditutup, jumlahnya mencapai 1615 orang WTS yang berada dibawah kendali 258 orang mucikari. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang memiliki 3.546 kamar. Hal ini menimbulkan permasalahan baru khusunya bagi suku Betawi, suku asli Jakarta. Dimana Kaum betawi identik dengan komunitas Islam yang terbuka, toleran, bersemangat dan sangat mencintai Islam sebagai identitas utama kebudayaan mereka. Kondisi inilah yang menimbulkan desakan tiada henti dari ulama dan masyarakat Panti Sosial Karya Wanita, Kramat Tunggak ini agar segera ditutup. Didukung oleh penelitian mengenai sejauh mana penolakan masyarakat mengenai keberadaan Kramat Tunggak ini. Penelitian ini dilakukan oleh Dinas Sosial Bersama Universitas Indonesia.

Dari hasil penelitian tersebut, akhirnya pada tahun 1998 dikeluarkannya SK Gubernur KDKI Jakarta No.495/1998 tentang penutupan panti sosial tersebut, selambat-lambatnya akhir Desember 1999. Pada tanggal 31 Desember 1999, Lokres Kramat Tunggak resmi ditutup. Kemudian, Pemprov DKI membebsakan lahan eks lokres tersebut.

Setelah dibebaskan banyak muncul gagasan terhadap lokasi bekas Kramat Tunggak. Ada yang mengusulkan pembangunan pusat perdagangan (mall), perkantoran dan lain sebagainya. Namun Gubernur H. Sutiyoso memiliki ide lain yaitu membangun Islamic Centre. Sebuah ide cemerlang yang menyatukan kelompok-kelompok lain yang awalnya berbeda.

Pada tahun 2001 Gubernur Sutiyoso melakukan sebuah Forum Curah Gagasan dengan seluruh elemen masyarakat untuk mengetahui sejauh mana dukungan masyarakat terhadap sebuah perubahan yang telah dicanangkan. Ternyata 24 Mei 2001 dukungan itu semakin menguat. Gagasan untuk membangun Jakarta Islamic Centre (JIC) dikemukakan Gubernur Sutiyoso kepada Prof. Azzumardi Azra (Rektor UIN Syarif Hidayatullah) di New York di sela-sela kunjungannya ke PBB pada tanggal 11-18 April 2001 dan mendapatkan respon yang sangat positif.

Setelah adanya konsultasi terus menerus antara masyarakat, ulama, praktisi baik skala lokal maupun regional bahkan international, akhirnya diwujudkan dalam sebuah master plan pembangunan JIC pada tahun 2002. Kemudian dalam rangka memperkuat ide dan gagasan pembangunan JIC, pada Agustus 2002 dilakukan Studi Komparasi ke Islamic Centre di Mesir, Inggris dan Perancis. Pada tahun yang sama, dilakukan perumusan Organisasi dan Manajemen JIC. Kehadiran JIC ternyata merupakan sesuatu yang sangat fenomenal sebagai produk zaman yang strategis dan monumental.

Dalam rangka menyongsong cita-cita besar umat Islam yang digantungkan kepada Jakarta Islamic Centre, dikeluarkan SK Gubernur KDKI No. 99/2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre). Selanjutnya pada tahun April 2004, Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamci Centre) diangkat/dilantik melalui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 651/2004.

Namun selanjutnya, kehadiran JIC tidak sekedar hanya merubah tanah hitam menjadi putih, atau hanya sebuah masjid saja, melainkan lebih dari itu JIC diharapkan menjadi salah satu simpul pusat peradaban Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang menjadi simbol kebangkitan Islam di Asia dan Dunia.

Semoga cerita dibalik JIC ini dapat mengilhami tempat-tempat hitam yang lainnya agar berubah haluan menjadi tempat suci untuk melakukan ibadah wajib bagi pemeluk islam lainnya.

Oleh: Ayyash Ibnu Sofian, Jakarta
Aktivis Remaja Masjid Jakarta Islamic Centre
Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia