Jangan Menyekutukan Allah dengan Ucapan Sumpahmu

Ibnu Abbas Radhiyallahu ’Anhu mengatakan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, maka Nabi bersabda , “Apakah kamu telah menjadikan diriku sekutu bagi Allah? Hanya atas kehendak Allah semata.”

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Apakah engkau menjadikan diriku sekutu bagi Allah?” adalah sebagai bukti adanya penolakan terhadap orang-orang yang mengatakan kepada beliau, “Atas kehendak Allah dan kehendakmu”.

Jika demikian sikap beliau, lalu bagaimana dengan orang-orang yang mengatakan tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan perkataan, “Wahai makhluk termulia, tak ada seorangpun bagiku sebagai tempatku berlindung kecuali engkau (Muhammad).” Padahal, tempat berlindung adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka janganlah kamu membuat sekutu untuk Allah padahal kamu  mengetahui (bahwa Allah adalah Maha Esa) ” (QS Al Baqarah: 22).

Ibnu Abbas Radhiyallahu ’Anhu dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan, “Membuat sekutu untuk Allah adalah perbuatan syirik, suatu perbuatan dosa yang lebih sulit untuk dikenali dari pada semut kecil yang merayap di atas batu hitam, pada malam hari yang gelap gulita. Yaitu seperti ucapanmu, ‘Demi Allah dan demi hidupmu wahai Fulan, juga demi hidupku’, atau seperti ucapan,  ‘Kalau bukan karena anjing ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’, atau seperti ucapan, ‘Kalau bukan karena angsa yang di rumah ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri tersebut’, atau seperti ucapan seseorang kepada kawan-kawannya, ‘Ini terjadi karena kehendak Allah dan kehendakmu’, atau seperti ucapan seseorang, ‘Kalaulah bukan karena Allah dan Fulan’. Oleh karena itu, janganlah kamu menyertakan “Si Fulan” dalam ucapan-ucapan di atas, karena bisa menjatuhkan anda ke dalam kemusyrikan.” (HR. Ibnu Abi Hatim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut selain Allah, maka ia telah berbuat kekafiran atau kemusyrikan.” (HR At Tirmidzi, dan ia nyatakan sebagai hadits hasan, dan dinyatakan oleh Al Hakim: shahih).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian bersumpah dengan nama nenek moyang kalian! Barangsiapa yang bersumpah dengan nama Allah, maka hendaknya ia jujur. Dan barangsiapa yang diberi sumpah dengan nama Allah, maka hendaklah ia rela (menerimanya). Barangsiapa yang tidak rela menerima sumpah tersebut maka lepaslah ia dari Allah” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang hasan)

Bahkan, Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ’Anhu berkata “Sungguh bersumpah bohong dengan menyebut nama Allah lebih aku sukai daripada bersumpah jujur tetapi dengan menyebut nama selainNya.”

Diriwayatkan dari Hudzaifah Radhiyallahu ’Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan’, tapi katakanlah, ‘Atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si Fulan’.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang baik)

Diriwayatkan dari Ibrahim An Nakha’i bahwa ia melarang  ucapan, “Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu”, tetapi ia memperbolehkan ucapan, “Aku berlindung kepada Allah, kemudian kepadamu”, serta ucapan, ‘Kalau bukan karena Allah kemudian karena si Fulan’, dan ia tidak memperbolehkan ucapan, ‘Kalau bukan karena Allah dan karena Fulan’.

Qutaibah Radhiyallahu’anhu berkata bahwa ada seorang Yahudi datang kepada Rasulullah, lalu berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian telah melakukan perbuatan syirik, kalian mengucapkan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, dan mengucapkan,  ‘Demi Ka’bah’.

Maka Rasulullah memerintahkan para Sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan, “Demi Rabb Pemilik Ka’bah’, dan mengucapkan, ‘Atas kehendak Allah, kemudian atas kehendakmu’. (HR An Nasa’i dan ia nyatakan sebagai hadits shahih).

Hadits di atas menunjukkan bahwa orang Yahudi pun mengetahui tentang perbuatan yang disebut syirik ashghar atau kecil.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Ath Thufail saudara seibu Aisyah Radhiyallahu ‘Anhumma, ia berkata:

Aku bermimpi seolah-olah aku mendatangi sekelompok orang-orang Yahudi, dan aku berkata kepada mereka, “Sungguh kalian adalah sebaik-baik kaum, jika kalian tidak mengatakan, ‘Uzair putra Allah’. “

Mereka menjawab, “Sungguh kalian juga sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan, ‘Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad’.”

Kemudian aku melewati sekelompok orang-orang Nasrani, dan aku berkata kepada mereka, “Sungguh kalian adalah sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan, ‘Al Masih putra Allah’.”

Mereka pun balik berkata, “Sungguh kalian juga sebaik-baik kaum jika kalian tidak mengatakan, “Atas kehendak Allah dan Muhammad’.”

Maka pada keesokan harinya aku memberitahukan mimpiku tersebut kepada kawan-kawanku. Setelah itu aku mendatangi Nabi Muhammad, dan aku beritahukan hal itu kepada beliau. Kemudian Rasul bersabda, “Apakah engkau telah memberitahukannya kepada seseorang?”

Aku manjawab, “Ya.”

Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang diawalinya dengan memuji nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Amma ba’du. Sesungguhnya Thufail telah bermimpi tentang sesuatu, dan telah diberitahukan kepada sebagian orang dari kalian. Dan sesunguhnya kalian telah mengucapkan suatu ucapan yang ketika itu saya tidak sempat melarangnya, karena aku disibukkan dengan urusan ini dan itu, oleh karena itu, janganlah kalian mengatakan, “Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad”, akan tetapi ucapkanlah, “Atas kehendak Allah semata’.”

Pemahaman seseorang akan kebenaran tidak menjamin ia untuk menerima dan melaksanakannya, apabila ia dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Sebagaimana orang-orang Yahudi tadi, mereka mengerti kebenaran, tetapi dia tidak mau mengikuti kebenaran itu, dan tidak mau beriman kepada Nabi yang membawanya.

Ucapan seseorang, “Atas kehendak Allah dan kehendakmu,” termasuk syirik ashghar, tidak termasuk syirik akbar, karena beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kalian telah mengucapkan suatu ucapan yang karena kesibukanku dengan ini dan itu aku tidak sempat melarangnya.” Jika ia merupakan syirik besar, tentu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarangnya meskipun ada kesibukan.