Keagungan Jiwa Sang Pemimpin

Setelah Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, hidupnya sangat miskin. Ia memilih gaya hidup zuhud agar bisa dekat kepada Allah dan bisa merasakan kesulitan dan kondisi rakyat.

Istrinya, Fathimah binti Abdul Malik, merasa iba dan kasihan. Dihibahkanlah budak perempuan Fathimah kepada Umar bin Abdul Aziz.

Budak perempuan itu konon berparas sangat cantik. Lebih cantik dari kebanyakan perempuan.

Namun di luar dugaan Fathimah dan budaknya, ternyata Umar bin Abdul Aziz menolak hibah tersebut.

Padahal mereka berdua mengetahui, bahwa Umar bin AbduAziz telah jatuh cinta kepada budak perempuan ini sejak sebelum menjadi Khalifah.

Momentum penghibahan itu mungkin memang terjadi di waktu yang “tidak tepat”. Dulu Umar bin Abdul Aziz pernah meminta agar Fathimah menghibahkan budak perempuan itu kepada dirinya. Namun Fathimah menolak, karena ia tahu suaminya jatuh cinta kepada perempuan itu.

Lalu mengapa sekarang Umar menolak perempuan cantik tersebut?

Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, tidak ada lagi cita-citanya kecuali ingin masuk surga. Sementara Umar bin Abdul Aziz tahu persis bahwa surga itu diperuntukkan bagi orang yang memenuhi kriteria:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

“..dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)” (An-Nazi’at: 40 – 41).

Umar meminta kepada Fathimah untuk menjelaskan asal muasal budak perempuan itu hingga sampai menjadi miliknya.

Ternyata perempuan itu asalnya adalah tawanan perang yang kemudian menjadi budak. Pada saat para tawanan itu dibagi-bagikan kepada para prajurit yang ikut perang, ia menjadi bagian dari seorang prajurit.

Tetapi dengan alasan menghilangkan kecemburuan prajurit lainnya, perempuan itu akhirnya diambil oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan, yang lalu dihibahkan kepada putrinya, Fathimah.

Mendengar penjelasan itu, Umar bin Abdul Aziz meminta agar prajurit itu dipanggil untuk menerima kembali “jatah” yang selama ini tertunda.

Prajurit itu pun datang. Segera Umar bin Abdul Aziz menyerahkanlah perempuan cantik jelita itu kepadanya.

“Wahai Amirul Mukminin, budak perempuan itu adalah milik anda, maka terimalah”, ungkap sang prajurit.

Namun Umar tetap menolak.

“Kalau begitu, belilah ia dariku, dan aku dengan senang hati akan menerima akad jual beli ini”, lanjut prajurit.

Tawaran ini pun ditolak oleh Umar. Ia bersikeras agar sang prajurit membawa pergi perempuan cantik tersebut.

Budak perempuan itu pun menangis. Hatinya sangat sedih. Ia mengetahui betapa besar rasa cinta Umar kepada dirinya, dan dirinyapun mencintai Umar.

“Kalau begini akhirnya, maka dimanakah cintamu selama ini wahai Amirul Mukminin?” tanya perempuan itu.

“Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan jauh lebih kuat dari yang dulu-dulu. Tetapi kalau aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk dalam golongan orang yang ‘menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu’ sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S. An-Nazi’at: 40 – 41.”

Subhanallah…….

Inilah keagungan jiwa seorang pemimpin. Ia lebih memilih kedekatan dan ketaqwaan kepada Allah, dibanding menuruti perasaan hatinya.

Semoga kita mampu meneladaninya…..

Ustadz Cahyadi Takariawan