Masa Depan Palestina Pasca Pengakuan PBB

Bangsa Indonesia sejak lama mendukung kemerdekaan Palestina seperti yang disampaikan oleh Bung Karno selaku presiden RI yang pertama : “Selama Kemerdekaan Bangsa Palestina beloem diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itoelah Bangsa Indonesia berdiri menentang pendjadjahan Israel” (Soekarno 1962). Sangat jelas sikap bangsa Indonesia, demikian juga bangsa-bangsa yang saat itu tergabung dalam Gerakan Non Blok.

Kini dukungan terhadap Palestina semakin meluas, telah dibuktikan melalui vote sidang Majelis Umum PBB di New York, Kamis 29 November 2012 waktu setempat, Palestina mendapat dukungan mayoritas yakni 138 negara anggota majelis umum PBB. Sementara hanya 9 negara anggota yang menolak dan sisanya, 41 negara menyatakan abstain. Ini menandakan secara politis Palestina telah memenangkan pertarungan melawan Israel dan sekutunya AS.  Yang menjadi pertanyaan bagaimana selanjutnya masa depan perjuangan Palestina pasca pengakuan statusnya di PBB.

Sedikit mereview perjuangan yang panjang. Secara umum perlawanan merebut kembali wilayah Palestina  terus berlanjut, namun disayangkan hal itu terjadi dengan minus perencanaan strategis atau koordinasi. Beberapa alasan lain atas progres yang lambat yaitu secara faktual bahwa banyak pemimpin faksi muslim yang kerap muncul dan menghilang dalam waktu yang tidak terlalu lama sehingga berakibat pada instabilitas kepemimpinan. Begitu juga dengan konflik internal Palestina maupun para pemimpin Arab di kawasan yang berlangsung secara simultan, sementara kekuatan Amerika dan Eropa semakin kokoh mendukung eksistensi bangsa Yahudi menduduki Palestina. Belum lagi perpecahan politik terkait perbedaan yang mendasar antara faksi Hamas dan Fatah. Hamas yang Islami menempuh perjuangan bersenjata untuk meraih ‘bargaining position’ dalam perundingan yang bermartabat, sementara faksi Fatah lebih kooperatif dengan Israel dengan harapan mendapatkan kembali sebagian tanah yang direbut Israel dan hak-hak kembali bangsa Palestina yang terusir.

Bangsa Palestina membutuhkan satu homebase yang  besar dan kuat untuk menjadi tempat bertolaknya perjuangan melawan pendudukan. Hal itu telah terjadi dengan terkonsolidasi kekuatan Hamas di Gaza, terbukti sangat merepotkan sekutu AS.

Kekuatan gerakan perlawanan “intifadhah yang melahirkan kekuatan Hamas inilah yang sebenarnya telah memberikan sumbangan besar atas kemenangan pertarungan. Kekuatan gerakan perlawanan Hamas dianggap sebagai ancaman serius oleh Israel dan entitas Yahudi yang “mengatur” negara-negara Eropa barat dan AS. Gaza kerap menjadi sasaran penghancuran dengan blokade dan pemboman yang tidak manusiawi, sehingga melahirkan opini dunia bahwa “bangsa Palestina adalah bangsa yang paling terdzholimi”  Kondisi ini telah dimainkan dengan sangat cerdas oleh para politisi Hamas yang di komandoi Khalid Meshal, membuahkan simpati yang meluas di seluruh dunia, serta semakin terpojoknya Israel dan sekutunya.

Pengaruh Amerika ditingkat “akar-rumput” bangsa Arab dan negara-negara mayoritas muslim tergerus pada tingkat nadir, sangat merepotkan petualangan Amerika dan Israel di “Timur Tengah” (Asia Barat), bahkan diduga merupakan bahan bakar terjadinya “Arab Spring”.  Dunia sudah tidak lagi peduli dengan stigma “teroris” yang dilekatkan AS kepada Hamas. Kawasan Arab telah berubah. Para diktator pelindung kepentingan Israel sudah tenggelam kedalam gelap. Kini muncul para pemimpin yang lebih berpihak pada keadilan yang berakar dari gerakan Ikhwanul Muslimun yang terkenal solid dan militan. Dalam sejarahnya perseteruan antara Ikhwanul Muslimun dan Zionis Yahudi adalah perseteruan abadi yang paling gigih diantara gerakan-gerakan lain untuk pembebasan al Quds. Hal itu jelas telah melahirkan dukungan simpati yang semakin luar dari kalangan Islamis.

Langkah strategis dimasa mendatang

Dari konstelasi politik saat kini dan kekuatan yang dapat diraih raih dimasa mendatang untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina pasca pengakuan PBB, dimasa mendatang perlu di gulirkan berbagai isu.

  •  Untuk menggalang dukungan bagi negara-negara non muslim isu kemanusian dan perdamain dua negara dengan tapal batas wilayah tahun 1947, serta memiliki kekuatan setara perlu terus digulirkan.
  • Sedangkan untuk negara-negara mayoritas muslim, selain isu kemanusiaan, isu penguasaan kembali Al Quds sangat penting untuk terus dikelola.
  • Untuk kepentingan politik dukungan negara-negara Arab isu rekonsiliasi antara faksi Hamas dan Fatah adalah tambahan yang cukup penting.
  • Bagi  negara-negara yang pro kemanusiaan dan juga negara –negara Islam, selain isu kemanusiaan juga isu mengengenai kekuatan pertahanan bangsa palestina untuk mengimbangi kekuatan serangan Israel
  • Dan sebagai wujud perjuangan politik, isu mengenai peluang Palestina menjadi anggota ICC ( International Crime Court ) serta ancaman penuntutan atas tindak kriminal Israel sangat penting untuk dimanfaatkan sebagai bagian penguatan posisi tawar Palestina dimasa mendatang

Sasaran dari isu kemanusiaan terutama membuka blokade Gaza dan membangun kembali Gaza dan Tepi Barat. Tentunya membuka blokade akan menjadi nyata apabila para pemimpin revolusi arab tetap eksis terutama kepemimpinan Mesir yang di dukung Ikhwanul Muslimun. Juga bantuan ekonomi Turki, Qatar dan masyarakat Indonesia, Malaysia dan negara-negara lainnya.

Sedangkan sasaran isu rekonsiliasi faksi Hamas dan Fatah untuk menunjukkan semangat penyatuan kekuatan dan memberikan harapan yang lebih besar dikalangan bangsa Palestina dan masyarakat Arab, sehingga akan melahirkan sinergi kekuatan baru berdampak pada keputusasaan bangsa Yahudi baik yang berada di Israel maupun di Amerika dan Eropa. Keputusasaan ini lebih menguntungkan Palestina pada perundingan-perundingan selanjutnya.

Tanpa mengecilkan arti dukungan seluruh elemen masyarakat dunia, untuk mencapai peluang kemenangan dimasa mendatang, harus diakui peran dominan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir tetap menjadi penopang kekuatan perjuangan bangsa Palestina yang lebih besar dimasa mendatang.

Kita akan menyaksikan Perjuangan Palestina Pasca Pengakuan statusnya di PBB akan bergantung sejauhmana eksistensi politik Ikhwanul Muslimun dalam pemerintahan “Mesir Baru” dan sejauhmana kemampuan Palestina membuktikan kepada masyarakat dunia mengenai kebrutalan Zionis Israel agar dapat dihentikan, serta menjadikannya sebagai senjata psikis bagi bangsa Yahudi.

Oleh : Ghalib Kamal, Bandung
FacebookTwitterBlog