Riba dan ‘Time Value of Money’

Prolog

Alkisah, ada seorang muslimah yang baik hati, baik budi, dan baik rupanya. Sebut saja namanya Bunga. Datanglah kepadanya seseorang untuk meminjam uang sejumlah beberapa rupiah kepadanya dan dalam jangka waktu cukup lama. Kemudian, karena beberapa waktu yang lalu dia  membaca artikel saya yang judulnya “Awas, Kandang Riba!”

Bungapun menjadi galau. Jika tetap memberikan pinjaman, maka kenyataan yang akan dia hadapi adalah nominal uang yang akan Bunga terima kembali bila dibelanjakan hasilnya tidak sebanyak yang Bunga dapatkan bila nominal uang tersebut dibelanjakan saat mulai dipinjam. Maka, apa yang baiknya dia lakukan? Apa dia harus meminta uang tambahan sebagai pengganti nilai uangnya yang berkurang? Jika tidak, dia akan rugi di satu sisi tapi dia takut melakukan Riba di sisi lain.

Bertanyalah dia dengan seorang saudara yang tak pernah menolak untuk menasehati ataupun dinasehati. Saudaranya ini pun menjawab,

Ingatkah kau saudariku? Allah telah membuat amalan ini sebagai keutamaan. Disebutkan bahwa :… “Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala memberi kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah Subhanahu wa ta’ala menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala selalu menolong hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya.” (HR. Muslim).

Muncul pertanyaan lagi, bagaimana jika ketika waktu pengembalian tiba, yang meminjam uang belum bisa memenuhi janjinya? Kembali dijawab dengan bijak oleh saudaranya ini.

“Berbuat baik haruslah disempurnakan. Seingat saya, mari kita cek bersama, dalam Qur’an Al Baqarah [2]: 279-280: Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Yang jelas jangan sampai menyusahkan saudara kita.”

Akhirnya, Bunga merasa sedikit lebih tenang dengan penjelasan saudaranya itu dan tetap memberikan beberapa rupiah itu kepada saudaranya yang sedang membutuhkan tanpa meminta tambahan uang sebagai harga atas turunnya harga uang miliknya. Alhamdulillah, Bunga telah mengamalkan aktivitas kecil untuk menjauhi Riba.

Memperhitungkan Nilai Waktu

Artikel kali ini adalah refleksi dari kurangnya pemahaman umat muslim tentang bagaimana bersikap pada Perbankan Syariah. Di satu sisi, perhitungan bagi hasil yang besarnya sama saja dengan bunga umumnya. Di sisi lain, belum familiarnya umat muslim terhadap istilah akad-akadnya, sistem yang diberlakukan di Bank Syariah, dan urgensi pengaruhnya pada perekonomian global.

Tentang sebuah pemahaman dan proses pembelajaran. Sebuah hal sederhana seperti yang dialami Bunga dan saya yakin terjadi pula pada banyak orang. Untungnya Bunga mencoba mencari tahu dan tidak langsung mengikuti keinginannya yang bisa mengalahkan keyakinannya. Dari cerita Bunga, kita sudah bisa menangkap pesan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan kebaikan seseorang. Tapi kenapa Bunga masih belum menerima secara utuh dihatinya? Karena soal rugi tadi. Faktanya, Bunga tetap mengalami kerugian. Seperti yang dikenal dalam ekonomi konvensional sebagai Time Value of Money, yaitu

 “A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return” atau yang dulu saya kenal sebagai oportunity cost.

Tapi hal yang perluh digarisbawahi, investasi tidak selamanya mendapatkan postive return. Bisa saja tidak mendapatkan return atau bahkan negative. Maka, jika negative return, a dollar today is better than a dollar in the future pastinya. Itu pengertian dalam Teori Keuangan jika terkait investasi.

Jika terkait konsumsi, seperti yang terjadi pada kasus diatas, dimana sang peminjam akan mendzalimi pemberi pinjaman karena uang duapuluh ribunya yang dulu bisa beli 5 bungkus sate, tapi karena dipinjem dan baru dkembalikan sekarang, satenya hanya dapat 2 bungkus. Kita jadi rugi? Atau biasa kita sebut dengan efek inflasi, ini juga tidak salah..

Yang salah pada dasarnya adalah presepsi kita yang hanya familiar dengan inflasi.

Kita lupa bahwa jika ada inflasi, seharusnya ada deflasi. Tapi sayangnya, hal itu tidak pernah terjadi karena sistem perekonomian sekarang yang tidak stabil selalu menghasilkan inflasi atau istilahnya adalah konsekuensi sistemik.

Menengok kepada Teori Bunga (baca : riba),

Pada dasarnya, bunga bukanlah sebagai ganti rugi atas turunnya harga uang. Karena pada awalnya, bunga diberlakukan sebagai imbalan atau tambahan atas besarnya pinjaman.

Definisi interest menurut Samuel G. Kling, dalam The Legal Encylopedia for Home and Business, 1960, 246 (IBI,36), “Interest is compensation for the use of money which due.”

Dilogikakan dalam Al Baqarah 275 adalah “Mereka menganggap jual beli sama dengan riba”. Ketika kita memberi uang kepada yang lain, maka dia wajib membayar lebih layaknya harja jual barang yang lebih untuk mendapatkan untung. Padahal ini telah jelas disebut HARAM. Karena uang bukanlah aset untuk diperjualbelikan.

Bedanya sangat tipis, kan? Bahkan masih ada yang tidak paham dan masih mempertanyakan bedanya. Ada yang pernah membaca atau mendengar kisah Tukus dan Sukus dalam buku Satanic Finance A. Riawan Amin? Cukup panjang sebenarnya untuk dituliskan, saya rekomendasikan untuk membacanya. Jika tidak punya, bisa saya pinjamkan. Tapi saya coba kutip sedikit dari saudara kita yang sudah menuliskannya di blog pribadinya[1]:

Di dalam buku Satanic Finance dijelaskan dengan detail bagaimana proses perpindahan uang emas menjadi uang kertas (fiat money) dengan sebuah cerita Sukus dan Tukus. Uang kertas diharapkan mempermudah proses transaksi karena dengan uang emas atau perak proses mobilisasi uang sangatlah ribet. Oleh karena itu koin emas dan perak didepositkan dan diganti dengan uang kertas. Nilai uang kertas sama dengan nilai emas. Sampai pada saat ini tidak terjadi masalah, karena uang yang beredar masih sama dengan nilai koin emas yang disimpan di bank. Disisi lain masyarakat yang menginginkan uang kertasnya ditukar dengan koin emas masih bisa ditukarkan di bank. Karena banyaknya jumlah uang yang beredar sama dengan nilai koin emas yang ada di bank, bank tidak pernah mengalami masalah dalam proses penukaran uang kertas dengan koin emas. Setelah manusia terbiasa menggunakan uang kertas(yang secara nilai harfiahnya hanya bernilai sebagai kertas biasa saja) penggunaan koin emas semakin jarang. Masyarakat yang menukarkan uang kertas mereka dengan koin emas semkain sedikit dan pada akhirnya hanya mencapai nilai 10 persen dari total koin emas yang ada di bank.

Nah permasalahan kemudian baru muncul ketika bank mencetak uang lagi, dengan asumsi bank hanya perlu mencadangkan koin emas senilai 10 persen dari total nilai uang yang beredar di masyarakat sebagai jaga-jaga kalau masyarakat ada yang menukarkan uang dengan koin emasnua. 10 persen itulah yang kemudian disebut sebagai fractional reserve yang disebut dalam buku tersebut sebagai pilar setan kedua. Jumlah uang yang bisa dihasilkan oleh bank bisa senilai sembilan kali lipat dari total uang yang sebenarnya beredar di masyarakat karena di back up oleh koin emas atau perak, karena bank hanya perlu menadangkan 10 persebnnya saja. Uang-uang tersebut diedarkan di oleh bank dalam bentuk pinjaman yang tentu saja pinjaman dengan bunga.

Bunga atau interest itulah yang nantinya akan menjadi pilar setan ketiga. Pada awalnya sangat aneh orang meminjam uang kemudian mendapat charge dalam bentuk bunga. Namun karena semakin biasanya manusia dengan bunga dan menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang wajar maka manusia menganggap bunga adalah sesuatu hal yang biasa. Dari bunga itulah bisa dikatakan bank kembali menciptakan uang yang beredar di masyrakat. Jumlah uang riil yang beredar di masyarakat sekarang semakin jauh lebih sedikit daripada jumlah uang yang tersimpan dalam bentuk pembukuan-pembukuan di bank padahal jumlah uang riil yang beredar itu sendiri jauh lebih besar dari koin emas yang beredar. Karena banyaknya uang yang beredar di masyakarat jauh lebih banyak dengan banyaknya output riil yang dihasilkan oleh sistem produksi maka munculah apa yang disebut inflasi.

Maka, jika Bunga saja merasa bingung. Apalagi sistem perbankan yang urusannya lebih banyak lagi. Dalam konteks Bank Syariah yang menerapkan bagi hasil, bukan sistem bunga. Dimana hubungan antara Bank Syariah dan masyarakat adalah mitra usaha, bukan sekedar Debitur dan Kreditur layaknya di Bank Non Syariah. Dengan sistem bagi hasil pemberi pinjaman dan yang meminjam pun akan sama-sama untung (sama-sama rugi).

Kenapa begitu?

Idealnya, akad meminjam uang atau qardh dalam Bank Syariah adalah akad tabarru‘. Akad yang berlandaskan tolong menolong, bukan profit oriented.

‘Loh, memangnya Bank, lembaga sosial apa ga mau untung?’

Tenang… bukan munafik, memang Bank adalah tetap profit oriented selama uang yang dipinjam nasabah adalah digunakan untuk modal bisnis. Dan ini adalah jenis Akad Tijarah yang berlandaskan usaha yang pastinya profit oriented.. Maka ada perjanjian bisnis disini, dimana investasi nasabah kepada Bank akan dikelola Bank dalam satu usaha yang ‘harus’ menguntungkan dan kemudian untungnya dibagihasilkan. Maksud ‘harus’ disana adalah adanya studi kelayakan dulu terhadap usaha yang akan dijalankan. Dan apabila tetap rugi, yah.. ruginya pun akan dibagi (meskipun jarang terjadi).

Inilah yang disebut dalam iklan Islamic Bank, Perbankan Syariah Lebih Dari Sekedar Bank.

Untuk Akad Tabarru’ tadi, Bank Syariah-pun akan mengidentifikasi dulu kebutuhan pinjaman ini, uangnya akan digunakan untuk apa secara detail dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu sebagian orang merasa Bank Syariah itu ribet. Sebenarnya bukan ribet dan merepotkan, hanya saja dalam hukum muamalat, semua transaksi harus jelas, tidak ada Gharar (ketidakjelasan) antara mereka. Dan dari situ baru bisa diputuskan berapa dana yang bisa dipinjamkan.

Kemudian keresahan kedua yang dialami Bunga, tentu saja juga dikhawatirkan dalam Bank Syariah. Maka, aplikasinya dalam Bank, Bank akan memberi tenggat waktu lebih untuk akad tabarru‘ ini, jika sampai waktu dispensasi nasabah tetap tidak mampu membayar, maka akan ada beberapa kemungkinan yang akan dilakukan untuk menyelesaikannya.

  • Dikenakan denda sesuai fatwa MUI no 17 untuk Akad Qardh, atau Fatwa MUI no 47 dan 48 tentang Tagihan Murabahah
  • Diserahkan kepada Badan Abitrase Syariah Nasional

Pengenaan denda pun diatur dalam Fatwa DSN no 43 tentang ganti rugi. Terkait apakah semua akad ini telah diterapkan oleh Bank Syariah secara 100% murni syariah, tentunya belum. Karena, Bank Islam yang 100% murni syariah baru diterapkan di Iran. Indonesia masih jauh dari sempurna, tapi insya Allah semakin hari semakin syariah.

Kapan 100%nya? Tergantung seberapa banyak kontribusi umat muslim dengan tidak sekedar memberi kritik tapi juga peran solutif untuk perkembangan Bank Syariah. Maka perlu peran aktif dari semua umat muslim agar ekonomi Islam benar-benar utuh tersentuh setiap pelaku ekonomi. “Bank Syariah ini masih baru mau tumbuh, jangan langsung dibonsaikan”, ungkapan dari direktur BMI di acara TEMILREG FoSSEI bulan Mei lalu terhadap para tokoh yang memfatwakan haram pada Bank Syariah. Tapi saya juga tidak dengan langsung menentang para kritikus Bank Syariah. Ilmu saya belum semumpuni mereka tentu saja, tapi saya selalu berusaha untuk belajar dan mengkaji pesan-pesan dari mereka dan juga tokoh yang menyangkal keharaman tersebut. Jika kita sudah punya dasar dan ilmunya, mengenai relevansi dan aktualisasinya kembali pada pemahaman dan pengamalan kita pribadi, tanpa saya bermaksud memaksa. Karena pada dasarnya, kritik-kritik kuat seperti ini adalah tentang sebuah proses. Proses pendewasaan agar Bank Syariah dan Ekonomi Islam semakin kuat secara teori maupun aplikasi.

Epilog

Sebuah pemahaman yang baru didapatkan Bunga tentang keistimewaan Akad Tabarru’ yang di terapkan dalam sistem perbankan syariah membuat dia tidak ragu lagi dalam berurusan dengan pinjam-meminjam uang dan kerugian semu yang sempat dikhawatirkannya..

___________________________


[1] http://superphie.wordpress.com/2007/12/24/satanic-finance-true-conspiracies/