Mengapa BBM Harus Naik?

Beribu alasan disiapkan oleh para pendukung kaum Globalis berwajah melayu, Behind the scene nya adalah permainan raksasa minyak global untuk masuk ke Indonesia.

Konsumsi BBM RI saat ini sekitar 41 juta kiloliter, Dari jumlah tersebut, sebanyak 24 juta kiloliter (KL) adalah kebutuhan Premium. Produksi kilang Pertamina saat ini adalah Premium 12 juta KL dan Pertamax 500 ribu KL, Sisanya, sebanyak 12 juta KL Premium dan 300 ribu KL pertamax diimpor oleh Pertamina.

Nah, Gol dari agenda kenaikan harga Premium bukanlah APBN atau lainnya, Gol dari kenaikan harga Premium adalah menciptakan situasi semu supply and demand BBM Premium versus Pertamax.

Bersamaan dengan agenda kenaikan harga Premium, Pertamina mendorong peningkatan supply Pertamax dengan mengurangi pasokan Premium

Tahun 2012, Pertamina berencana mengurangi pasokan Premium menjadi 21 juta KL dari saat ini 24 juta KL, Penurunan pasokan Premium akan mendorong peningkatan demand Pertamax, Sementara produksi Pertamax Pertamina ditargetkan hanya sanggup sebanyak 1 juta KL di 2012. Situasi ini akan menciptakan kondisi “Kekurangan pasokan Pertamax”

Situasi “Kekurangan Pasokan Pertamax” akan ‘memaksa’ Pertamina harus membuka pintu masuk besar-besaran terhadap brand-brand BBM global, Maka datanglah Total, Shell dan sebagainya secara massif.

Tahukah Anda, saat ini Shell, Total and the Gank sudah membeli ratusan lahan untuk membuka SPBU di seluruh Indonesia? Bahkan mereka sudah mengantongi izin-izin yang diperlukan untuk membuka ratusan SPBU Shell, Total and the Gank di seluruh Indonesia.

Lantas, kenapa mereka belum beroperasi massif?

Karena BBM milik Shell, Total and the Gank itu berkualitas Pertamax ke atas, mereka tidak memiliki BBM kelas Premium (kelas bawah), sementara masyarakat Indonesia lebih menyukai Premium yang disebabkan murahnya harga, Maka perlu didorong pergeseran budaya penggunaan BBM dari Premium menjadi Pertamax, Dan itu harus terjadi bersamaan dengan tidak mampunya Pertamina menyediakan Pertamax

Situasi inilah yang diperlukan Shell, Total and the Gank untuk merealisasikan proyek ratusan SPBU di seluruh Indonesia. Kalau saat ini mereka membuka ratusan SPBU yang menjual BBM kelas Pertamax, dipastikan tidak laku. Tapi kalau harga Premium dinaikkan, kebutuhan Pertamax akan meningkat, dimana Pertamina tidak bisa supply sepenuhnya, Yes! Welcome Global Oil Brand! Our Society Need You Guys! Demikian pemerintah akan berkata, apalagi jika proyek pembatasan premium jadi dilakukan pemerintah. Dan itu niscaya terjadi.

Kenaikan harga premium yang dibarengi pengurangan produksi Premium akan menciptakan situasi “Cost Production premium terlalu mahal”. Nanti akan ada debat-debat lagi yang pada akhirnya adalah menggolkan “Pembatasan Premium hanya untuk rakyat miskin”. Itulah situasi yang memang dikehendaki, sehingga masyarakat yang “tidak miskin” akan dipaksa pakai Pertamax.

Sementara, kemampuan produksi Pertamax Pertamina hanya 1 juta KL di 2012. Bayangkan jika setelah pembatasan Premium, konsumsi Premium hanya 10 juta KL, Artinya, sebanyak 14 juta KL (24 juta KL dikurangi 10 juta KL) konsumsi Premium akan beralih ke Pertamax.

Akan muncul demand baru terhadap Pertamax sebanyak 14 juta KL plus demand riil Pertamax 1 juta KL = 15 juta KL, Padahal kemampuan produksi Pertamax Pertamina hanya 1 juta KL, lalu dari mana supply pertamax 14 juta KL itu?

Nanti akan ada dagelan “Impor Pertamax atau buka pintu untuk Global Oil Brand bikin SPBU di RI”. Tentu akan ada debat panjang, usulan impor akan ditentang.

Akhirnya disepakati, win-win solutionnya adalah membuka pintu bagi Shell, Total and the Gank, That’s the Agenda teman-teman, beware!

Buat saya, solusinya bukan seperti yang dikumandangkan kubu globalis. Subsidi tentu sebuah masalah, tapi mencabut subsidi tanpa solusi bakal jadi bumerang seperti penguasaan pasar BBM oleh asing, dan lain-lain. Jawabannya adalah Renegosiasi Blok Migas.

Sekarang bayangkan saja, kebutuhan minyak mentah nasional 1,2 juta barrel per hari. Sedangkan produksi minyak mentah Pertamina 1 juta barrel per hari. Tapi anehnya, negara hanya memperoleh 600 ribu barel per hari, sisanya 400 ribu barrel per hari digondol Asing. Sangat tidak masuk akal!

Akibatnya, negara harus impor 600 ribu barrel per hari akibat 400ribu barrel per hari digondol Asing. Jadi buat saya, solusinya cuma satu, renegosiasi kontrak-kontrak migas yang dikuasai asing.

Sekian kiranya sedikit bocoran soal agenda pemain minyak raksasa global terhadap industri BBM di Indonesia.

Oleh: Alfaqir Ilmi