Mengumbar Pertaubatan

Pertaubatan tak mesti diumbar. Seseorang yang baru saja bertaubat dari dosa-dosa besar, selayaknya tidak segera mengumandangkan pertaubatannya; meskipun sangat mungkin ada faedahnya bagi orang lain -agar selainnya ikut jejaknya-. Tetapi fikirkan juga diri sendiri, bahwa ghurur (ketertipuan) adalah salah satu trik favorit setan.

Pernah seorang mantan musisi mengeluh dirinya kurang disukai oleh sebagian mantan musisi yang (juga) sudah bertaubat dari bilantika musika. Bukan karena apa-apa, melainkan fulan ini tidak ikutan bergabung dalam grup para mantan musisi yang bertaubat itu. Lalu sebagian mereka mencemoohnya hingga menuding, “Antum tidak mendukung dakwah kami!”

Kita geleng-geleng mendengar cerita ini. Padahal bukan karena apa, melainkan saudara kita ini (yang dahulunya malah lebih ‘cadas’ daripada mereka soal musik) memang punya job untuk merumputi keluarganya, dan juga tidak mau mengangkat masa lalu. Saudara kita ini tidak suka dikenal sebagai mantan begini begitu. Dia hanya ingin hidup lurus dan mencari ilmu. Tidak suka dia mengoarkan bahwa dahulu dia berbuat begini kemudian taubat berbuat begitu kemudian taubat. Malu.

Sangat kontra dengan sebagian ‘ahli taubat’; yang meski memang semoga ada faedah dari warta-warta mereka, namun secara zahir justru tampak mengatakan pada kita:

“Nih, lihat…saya dulu begini lho!”

Atau semacamnya. Seperti membangga-banggakan. Ini penilaian zahir. Batinnya manusia siapa tahu, tetapi jika zahirnya terlihat begitu, maka jangan salahkan siapa-siapa dulu.

Setan pun suka jika seseorang berpindah dari suatu kelesuan maksiat menuju kemaksiatan baru. Sewajarnya kita semua takut jika merasa ada kebanggaan atas dosa-dosa masa lalu. Atau merasa bangga bahwa kita minimal pernah melakukan dosa, bahkan dosa besar!

Dosa meninggalkan shalat lebih buruk daripada berzina, bukan? Sekarang, mengapa tidak ada presentator khusus mantan tukang meninggalkan shalat? Mengapa pula tidak ada presentator khusus mantan pelacur yang telah bertaubat? Karena mereka akan malu tentang masa lalu.

Tulisan ini tidak menafikkan manfaat dan maslahat presentasi mantan begini mantan begitu, tapi demi mendidik umat agar tidak tertipu dengan label semata, alangkah lebih baik para mantan-mantan ini, sebelum mereka punya ilmu, untuk tidak dibesar-besarkan.

Ingat: Jika seorang berilmu tinggi saja tetap bisa terjebak dalam jaring ujub, apalah lagi seorang mantan musisi, mantan artis, bahkan mantan antum sendiri -kalau antum punya mantan-.

Bertaubat ya bertaubatlah. Istirahatlah dari dunia gelap itu bermasa-masa. Tabunglah ilmu dan amal shalih. Dan wahai artis taubat, wahai musisi taubat, jangan kalian mau menjadi pajangan atau barang jualan. Benahi diri, tunaskan ilmu dan suburkan amal.

Tidak semua penyelenggara kajian menyimak kajian, bahkan di antara mereka sebenarnya bukan pencari ilmu, melainkan pencari duit. Bahkan jikapun pencari ilmu, ada di antara mereka yang sebenarnya menujukan ini itu agar masjidnya ramai saja hingga pemasukan banyak. Kalau tidak ramai: merasa rugi dan sia-sia capek-capek mengadakan kajian. Saya tidak menuding Anda jika Anda bukan pelaku. Namun kita tahu yang seperti ini benar-benar ada.

Dan yang seperti ini, kelak -atau sudah terjadi- akan menghalalkan segala cara. Jika terlalu zahir buruknya, ditalbis dan diperhalus sedikit. Seperti orang media, mau apapun buat judul meski memicu fitnah dan kesalahfahaman yang melebar, yang penting laku dan laris. Bos semakin senang. Dan fikiran tentang akhirat pun melenggang.

Job antum adalah tugas antum, ya ikhwah. Itu amanat antum. Dan antum adalah orang yang bisa bermuliakan kemuliaan dengannya, apalagi jika berkaitan dengan dakwah. Jika ada ghurur, kesalahan, kecurangan dan aib yang jelas ada di sana, maka jangan antum nikmati. Antum seharusnya menjadi orang-orang mulia dengan amanat-amanat itu. Mintalah selalu benar-benar jalan yang lurus pada Allah Ta’ala.

Dan bukankah kita semua pendamba jalan yang lurus? Ya. Kita semua.

Ustadz Hasan Al Jaizy, Lc.