Pemuda Pecinta Bola dan Pemudi Pecinta Korea

Saya pernah bertemu dengan sorang pemuda yang hafal puluhan nama pemain bola kelas dunia. Bukan sekedar nama, dia juga hafal tahun lahir masing-masing pemain, asal negaranya, di clup apa dia bermain, semenjak kapan bergabung dengan clup tersebut, berapa gajinga, bagaimana keadaan keluarganya, sudah nikah kah ia, berapa orang anaknya, berapa nomor sepatunya, sepatu apa yang dia pakai, bahkan – maaf – sampai ia tahu berapa nomor celana dalam yang ia pakai dan perusahaan apa yang mensponsorinya. Sejauh itu kah? Iya, saya juga heran, sampai sedetail itu ia ketahui.

Di lain waktu, ada yang semodel. Dia tahu puluhan, bahkan mungkin ratusan nama bintang film Korea. Entah sudah berapa puluh, atau ratus film yang ia tonton. Sampai gaya penampilannya pun sedapat mungkin ia usahakan mirip artis Korea tersebut. Setiap kesempatan tentang Korea akan mengalir deras dari mulutnya kalau bicara. Barangkali, setiap detik hidupnya, angan-angan dan bayangannya menyertai kehidupan para pemain film itu. Operasi plastik pun tidak luput dari mimpinya agar bisa merubah wajahnya biar mirip artis Korea.

Mungkin kita bertanya, kenapa kok bisa segitunya orang gandrung kepada orang lain? Apakah tidak ada aktifitas hidupnya yang lebi bermakna?

Pepatah mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”. Kalimat ini pasti berlaku pada diri pemuda yang kita sebutkan di atas, dan pada diri orang yang semodel dengannya.

Karena terlalu sering menyaksikan mereka, sedikit demi sedikit muncul rasa suka. Tanpa disadari rasa sukanya semakin mendalam hingga muncul rasa sayang. Seterusnya akan menancapkan rasa cinta. Sekalipun tidak pernah ketemu, rasa cinta itu akan bersemi dengan mengusahakan meniru gaya hidup orang yang dicintai, dia akan berangan-angan bagaimana kalau bisa ketemu langsung, bahkan ada yang menghayal “andaikan aku adalah dia, alangkah bahagianya hidupku”.

Beginilah kenyataannya hari ini. Dengan perantaraan media komunikasi yang canggih, seseorang bisa saja cinta tergila-gila kepada orang yang tidak mengenal dirinya, bahkan tidak pernah ketemu dan berkomunikasi secara langsung walau sekali seumur hidup.

Sayangnya, bila kita tanya anak muda seperti ini tentang Nabinya, jawabannya akan sangat mengecewakan. Sangat minim informasi tentang beliau yang sampai kepadanya. Apalagi kalau kita tanya tentang shahabat dan para ulama yang telah mewarisi ajaran Nabi tersebut. Senyum lebar tanda tidak tahu akan dihadiahkan buat penanya.

Padahal Rasulullah adalah orang yang paling berhak ia ketahui seluk beluk kehidupannya, seperti ia mengetahui detail informasi diri para pemain bola dan para artis. Bahkan harus lebih dalam lagi dari pada itu. Karena jejak rekam kehidupan Rasulullah diabadikan oleh para shahabat beliau dengan sangat rinci. Hingga bila kita membaca atau mendengarnya, seolah-olah Rasulullah itu berada di depan kita.

Di samping itu, apa faedah yang bisa didapatkan dengan mengetahui seluk beluk kehidupan artis atau pemain bola, selain menambah ketergila-gilaan kita kepada senda gurau kehidupan ini. Hanya mendatangkan cinta yang memanaskan hati, bukannya menenangkan dan menyejukkan jiwa.

Barangkali, karena gencarnya pengkampanyean dan sarana pengotoran otak (saya tidak mau menyebutnya “cuci otak”, karena kalau dicuci akan menjadi bersih) terhadap pemuda melalui media, makanya para generasi muda menjadi seperti itu. Sementara usaha pengisian pikiran mereka tentang Rasulullah, shahabat, tabi’in dan para orang shaleh pelanjut risalah mereka sangat minim.

Rasulullah pernah bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَتَى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «مَا أَعْدَدْتَ لَهَا» قَالَ: مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ، وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، قَالَ: «أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ»

Dari Anas bin Malik, bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Kapan terjadi Kiamat wahai Rasulullah?” Rasul berkata: “Apa yang engkau siapkan untuk menghadapinya?”. Penanya itu berkata: “Aku tidak mempersiapkan untuk menghadapinya dengan banyak shalat, puasa dan sedekah, akan tetapi aku mempersiapkan menghadapinya dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya”. Rasul bersabda: “Engkau bersama orang yang engkau cintai”. (HR. Bukhari)

Di hari Kiamat nanti tidak ada satupun yang bisa dijadikan sandaran harapan setelah kepada Allah selain kepada Rasulullah. Hanya Rasulullah satu-satunya yang diharapkan akan memberikan syafa’at. Para pemain bola dan para artis itu hanya akan menjadi musuh di akhirat nanti karena telah melalaikan kita dari mengingat Allah dan menjalankan kewajiban. Apalagi yang mengobral dosa melalui maksiat yang mereka pamerkan dan ajarkan.

Alangkah indahnya bila para pemuda mempelajari kisah hidup Rasulnya seperti mereka mempelajari kisah hidup artis dan pemain bola. Pasti kecintaan yang timbul akan melebihi kecintaan mereka kepada manusia penghibur itu. Karena kecintaan yang lahir dari iman, yang akan mendatangkan faedah abadi, dunia akhirat.

Mendengar dan mempelajari kisah Rasulullah bukan terbatas setiap peringatan maulid Nabi saja, tapi ia harus menjadi kesibukan yang tidak ada henti sampai kita betul-betul mencintai beliau dengan sepenuh jiwa, yang ditandai dengan mudahnya anggota tubuh mentaati seluruh sunnah beliau. Bukan sekedar cinta di mulut tanpa pembuktian dengan amal.

Terakhir, anda mau dibangkitkan bersama siapa nanti di akhirat? Bersama Rasulullah dan rombongan beliau kah, atau dengan artis Korea dan pemain bola atau sejenisnya? Jawaban ada di hati dan amal, bukan di lidah dan bibir.

اللهم صل على محمد وعلى ال محمد

Ustadz Zulfi Akmal, Lc., MA.