Puasa 11 Muharram, Adakah Tuntunannya?

Banyak yang bertanya mengenai keutamaan puasa 11 Muharram. Apakah puasa 11 Muharram ada tuntunannya dalam agama atau tidak, dan apakah itu termasuk sunnah (disunnahkan) atau tidak.

Yang sudah umum kita ketahui, puasa pada tanggal 10 Muharram (hari Asyura’) amatlah besar. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Qotadah Al Anshoriy, ia berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Nabi SAW ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah, Beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura, Beliau menjawab, “Puasa ‘Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).

Selain pada tanggal 10 Muharram, kita juga sangat dianjurkan untuk berpuasa pula pada tanggal 9 Muharram. Ini karena agar menyelisihi kaum Yahudi dan Nashrani yang sebagian juga berpuasa pada tanggal 10 Muharram.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa ketika Nabi SAW akan melaksanakan puasa pada hari ‘asyura dan memerintahkan umat Islam untuk juga berpuasa pada hari tersebut, ada seseorang yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

“Ya Rasulullah, hari tersebut adalah hari yang diagung-agungkan oleh umat Yahudi dan Nashrani.”

Lantas Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan (jika Allah menghendaki) kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.”

Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

“Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah wafat terlebih dahulu.” (HR. Muslim no. 1134).

Lalu bagaimana hukum berpuasa pada 11 Muharram? Apakah diperbolehkan?

Pada suatu hari, Syaikh Abdul Aziz bin Baaz pernah ditanya,

“Bagaimana hukum puasa ‘Asyura? Mana yang lebih afdhol antara berpuasa ‘Asyura ditambah satu hari sebelumnya (yaitu tanggal 9 Muharram), atau ditambah satu hari sesudahnya (yaitu tanggal 11 Muharram), atau digabungkan dengan berpuasa pada tiga hari sekaligus (yaitu pada tanggal 9, 10, 11 Muharram), ataukah kita berpuasa ‘Asyura hanya pada tanggal 10 Muharram saja?”

Kemudian beliau (Syaikh Abdul Aziz bin Baaz) menjawab,

“Hukum puasa ‘Asyura adalah disunnahkan, ini berdasarkan hadits yang shahih dari Rasulullah SAW yang mengindikasikan hal tersebut. ‘Asyura adalah hari di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan juga ummatnya, juga hari di mana Fir’aun dan para pengikutnya dibinasakan. Karena itulah pada hari tersebut umat Yahudi berpuasa.”

Beliau menambahkan, “Nabi kita Rasulullah Muhammad SAW kemudian berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan ummat muslim untuk berpuasa saat itu dengan menggabungkan hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”

Berpuasa pada 9 dan 10 Muharram adalah lebih afdhol. Sementara itu, apabila sempatnya berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram, maka tak mengapa dengan niat untuk menyelisihi (membedakan) daripada kaum Yahudi dan Nashrani.

Karena seperti itu pun sebetulnya telah mencapai maksud untuk membuat perbedaan dengan kaum Yahudi dan Nashrani dalam berpuasa. Apabila berpuasa tiga hari sekaligus, yaitu pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram, maka hal tersebut juga tidak mengapa.

Untuk puasa tiga hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram tersebut, sudah ada riwayat yang cukup mendukung, “Berpuasalah ‘Asyura ditambah hari sebelum dan hari sesudahnya.” Akan tetapi, jika hanya ikut berpuasa pada hari kesepuluh (10 Muharram) saja, maka itu hukumnya makruh, karena menyamai puasa-nya (sebagian) kaum Yahudi dan Nashrani.