Sikap Pasrah Dari Sudut Pandang Islam

Dunia yang fana ini terasa cepat berputar berlomba dengan jarum waktu. Setiap kejadian yang terjadi di dunia adalah moment yang tak akan terlupakan oleh siapapun dan sampai sekarng tidak ada yang bisa memecahkan dimensi waktu ini, walau hanya sedetik saja untuk mengulangi moment tersebut.

Namun, disetiap kejadian ada sesuatu yang terpenting dimana kita terkadang melupakan atau hanya sebatas bersikap biasa-biasa saja. Sesuatu itu adalah penyikapan kita terhadap masalah tersebut, mungkin kita berucap pasrah dengan masalah tersebut, tetapi jangan-jangan kita tidak pasrah melainkan merasa putus asa, sehingga kita pasrah saja dengan perasaan putus asa.

“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS Annur 42)

Makna secara luas surat An-nur diatas adalah menganjurkan kita untuk pasrah, karena memang kepada Allah-lah sebaik-baiknya tempat kembali dan hal yang akan membawa kita sampai ke derajat pasrah yaitu ketika kita bisa tunduk dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. Perintah Allah SWT meliputi perintah yang bersifat wajib dan sunnah, kemudian larangan Allah yaitu yang bersifat haram dan makruh dan dalam fiqh menyebutkan hakikat hukum semua hal adalah mu’bah, sebelum ada dalil yang meng-halal-kan dan meng-haram-kannya.

Dan sikap pasrah tidak akan dimiliki oleh setiap jiwa-jiwa manusia selama belum terisi 3 kemuliaan, antara lain:

Ta’dhim

Yaitu perasaan kecil atau merasa dirinya tidak punya apa-apa di hadapan oleh Allah SWT, sehingga hal ini akan menciptakan perasaan bahwa memang segala sesuatu yang terjadi didunia ini sudah di skenariokan oleh Allah dan mungkin itulah yang terbaik baginya.

Hubb

Yaitu perasaan tenang dan bahagia ketika menghadapi segala ujian kehidupan dari Allah SWT, karena ujian yang diberikan kepada setiap insan manusia itu adalah sesuai dengan kadar keimanannya dan percayalah bahwa Allah tidak akan menguji melewati batas kemampuan kita. Tetapi, jika kita merasa hidup ini lurus-lurus maka perlu dipertanyakan keimanan kita (?), apakah sudah siap diuji ataukah memang tidak siap sama sekali.

Khauf

Yaitu perasaan cemas, khawatir dan takut karena kita sebagai manusia memang tidak punya apa-apa dan hanya berharap kepada Allah SWT semata, sehingga hal ini akan membuat kita semakin semangat dan bersungguh-sungguh untuk melakukan segala hal yang baik (perintaNya) dan mengharapkan ridho Allah SWT.

Imam As-Sya’biy pernah diseru “Hai ‘alim (orang yang berilmu)!”, beliau berkata, “Sesungguhnya yang ‘alim itu hanyalah yang takut kepada Allah. Hal itu karena Allah berfirman,”Hanya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah para ulama”. (QS Fathir 28).

Kemudian menilik surat Annur ayat 43, yaitu kita dianjurkan untuk merenungkan awan. Bagaimana awan itu terbentuk, manfaat dari awan dan akibat-akibat yang bisa ditimbulkan awan. Namun, sebelum itu kita harus tahu bahwa sebelum ada ilmuwan yang menjelaskan bagaimana proses terjadinya awan dan hujan, Allah sudah menjelaskan kejadian ini jauh sebelum para ilmuwan ada.

“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS Annur 43)

Secara tersurat ayat diatas mengandung makna bahwa kita untuk merenungkan kejadian bagaimana proses terbentuknya awan dan hal ini akan melahirkan sifat Ta’dhim, kemudian manfaat dari awan yang dapat menimbulkan hujan dan sebagainya yang membuat kita merasa tenang dan bahagia sampai memadat ke relung hati (Hubb) serta akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh awan akan membuat kita menjadi khauf, sehingga kita akan selalu berusaha untuk istiqomah.

Semoga kita semua bisa menjadi pribadi-pribadi yang taat kepada segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Oleh: Rizmoon Zulkaranaen, Yogyakarta