Status Kenajisan Air Bekas Jilatan Manusia

Pengertian As Su’ru

1. Bahasa

Secara bahasa, kata As Su’ru adalah bentuk tunggal dari (آسار)  yang bermakna sisa dari sesuatu ( بقیة الشیئ ). Sebagaimana disebutkan disebutkan dalam hadits Nabawi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

مَا كُنْتُ أُوثِرُعَلَي سُؤْرِكَ أَحَدًا

“Aku tidak menemukan seseorang dari bekasmu.” (HR. Tirmidzi)

Dan juga sebagaimana disebutkan dalam hadits yang tidak disebutan sumbernya oleh pengarang dari Kamus Lisanul Arab:

Apabila kamu minum maka sisakanlah.”

2. Istilah

Sedangkan secara istilah, kata As Su’ru sering didefinisikan menjadi:

Bekas minum dan sisa air yang ditinggalkan oleh orang yang minum dari suatu wadah atau telaga, kemudian digunakan untuk sisa makanan dan selainnya.” (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab li An-Nawawi jilid 1 halaman 172)

Jadi kita bisa mengatakan dengan sederhana bahwa as su’ru adalah sisa yang tertinggal pada sebuah wadah air setelah seseorang atau hewan meminumnya.

Dalam masalah fiqih hal ini menjadi persoalan tersendiri sebab air itu tercampur dengan ludah hewan tersebut sementara hewan itu boleh jadi termasuk di antara hewan yang air liurnya najis.

Su’ru Manusia

Manusia itu tidak najis baik manusia itu laki-laki atau wanita. Termasuk juga wanita yang sedang mendapatkan haidh nifas atau istihadhah. Juga orang yang sedang dalam keadaan junub karena mimpi mengeluarkan mani atau sehabis melakukan hubungan seksual. Sebab pada dasarnya manusia itu suci. Dasar kesucian tubuh orang yang sedang junub atau haidh adalah hadits berikut ini:

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata, “Aku minum dalam keadaan haidh lalu aku sodorkan minumku itu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau meletakkan mulutnya pada bekas mulutku. (HR. Muslim)

Begitu juga sisa bekas minumnya orang kafir, hukumnya tetap suci dan tidak merupakan najis. Sebab tubuh orang kafir itu tetap suci meski dia tidak beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau pun ada ungkapan bahwa orang kafir itu najis, maka yang dimaksud dengan najis adalah secara maknawi bukan secara zhahir atau jasadi. Seringkali orang salah mengerti dalam memahami ayat Al Quran Al Kariem berikut ini:

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis maka janganlah mereka mendekati masjidi Al haram sesudah tahun ini. (QS At-Taubah: 28)

Dahulu orang-orang kafir yang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bercampur baur dengan umat Islam. Bahkan ada yang masuk ke dalam masjid. Namun Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah diriwayatkan memerintahkan untuk membersihkan bekas sisa orang kafir.

Juga ada hadits Abu Bakar berikut ini:

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diberikan susu lalu beliau meminumnya sebagian lalu disodorkan sisanya itu kepada a’rabi (kafir) yang ada di sebelah kanannya dan dia meminumnya lalu disodorkan kepada Abu Bakar dan beliau pun meminumnya (dari wadah yang sama) lalu beliau berkata,’Ke kanan dan ke kanan’. (HR. Bukhari)

Kecuali bila manusia itu baru saja meminum khamar maka hukum ludah atau su’runya menjadi haram.