Yahudi, Media dan Sikap Mental Kita

“Anda tahu, dan orang-orang Amerika tolol itu juga tahu bahwa kita mengendalikan pemerintahan mereka, tak peduli siapa yang duduk di Gedung Putih. Anda lihat? Saya tahu dan anda juga tahu bahwa tak ada satu pun presiden Amerika bisa berada dalam posisi untuk menantang kita bahkan jika kita melakukan hal yang paling buruk sekalipun. Apa yang bisa mereka lakukan kepada kita? Kita mengendalikan kongres, kita mengontrol media, kita memiliki dunia hiburan dan kita menguasai semuanya di Amerika. Di Amerika, anda bisa mengritik tuhan tapi anda tidak bisa mengritik Israel…” (Juru Bicara Israel, Tzipora Menache)

Kutipan di atas adalah salah satu bukti keangkuhan Yahudi atas bangsa-bangsa lain di dunia. Juga menunjukkan superioritasnya atas negara adidaya dunia saat ini, Amerika Serikat. Dan in menjelaskan banyak hal. Ya. Baru-baru ini, di awal Mei, dunia terkejutkan oleh klaim Obama atas tewasnya Usamah bin Laden yang disusul kemudian dengan pidatonya atas hubungan lebih lanjut Amerika Serikat dengan dunia Islam pasca tewasnya Usamah dan rekonsiliasi internal Palestina. Bahkan, sempat, Obama menunjukkan dukungannya atas pendirian negara Palestina dengan perjanjian perbatasan di tahun 1967. Yang kemudian, secara hipokrit, dia tarik ulang pernyataannya tersebut yang kemudian menjadi bukti kecurigaan Hamas bahwa pidato Obama baru-baru ini mengenai krisis Palestina hanyalah basa-basi dan tentu saja semakin menurunkan citra Obama di mata masyarakat dunia Islam. Banyaknya ketidakmampuan Obama untuk tegas mengkritisi Israel dan banyaknya kemampuan presiden Amerika Serikat pertama yang berkulit hitam ini untuk mendukung kebijakan Israel menjadi satu dari sekian banyak bukti yang membenarkan pernyataan Menache di atas. Amerika benar-benar dikangkangi Yahudi. Untuk lebih memahami akar kendali Yahudi atas Amerika, kita perlu memahami sejarah kontrol Yahudi atas media di Amerika Serikat. Klise memang. Tapi penting. Bahwa media benar-benar berperan vital. Jargon-jargon sejenis “menulis untuk menguasai dunia” atau “siapa yang menguasai media berarti menguasai dunia” bukan hanya pepesan kosong. Peradaban Islam pun dulu menjadi jaya karena kultur ilmiah yang terpelihara sebelum akhirnya konflik politik dan perpecahan perlahan menghancurkan peradabaan cemerlang yang sempat menerangi dunia itu. Dan Yahudi menyadari betul pentingnya media. Dan dengan cerdas memberdayakan kemauan dan kemampuannya guna meraih hasil sementara berupa negara abal-abal di tanah suci Palestina seperti yang dunia saksikan saat ini.

Konglomerasi media terbesar dunia saat ini adalah Walt Disney Company yang pemilik dan CEO-nya, Michael Eisner, adalah seorang Yahudi; seorang pria yang digambarkan oleh seorang analis media sebagai seorang yang “gila kendali”. Kerajaan Disney meliputi beberapa perusahaan produksi televisi lainnya yaitu Walt Disney Television, Touchstone Television dan Buena Vista Television serta memiliki 14 juta pelanggan tv kabel dan dua perusahaan produksi video. Sedangkan untuk fitur film yaitu Walt Disney Picture Group dipimpin oleh Joe Roth (juga seorang Yahudi) dan meliputi Touchstone Pictures, Hollywood Pictures dan Caravan Pictures. Disney juga memiliki Miramax Films yang dijalankan oleh Weinstein bersaudara (Yahudi). Namun, sebelumnya, Disney Company sebenarnya dijalankan oleh keluarga non Yahudi. Eisner, seorang Yahudi, kemudian mengambil alih pada tahun 1984. Jika sebelumnya Disney berfokus pada segmen hiburan untuk keluarga, di bawah Eisner perusahaan ini mulai mengembangkan produksi film yang memuat unsur seks dan kekerasan. Sebagai tambahan, Disney memiliki 225 stasiun TV di seluruh Amerika Serikat dan memiliki separuh kepemilikan dari beberapa perusahaan TV Eropa. TV ESPN dipimpin oleh CEO Steven Bornstein, seorang Yahudi.

Korporasi ini juga memilili saham signifikan di Lifetime Television dan perusahaan tv kabel milik Arts & Entertainment Network. Jaringan Radio ABC memiliki 17 stasiun radio, lagi-lafgi di kota besar seperti New York, Washington, Los Angeles serta memiliki 3400 radio bersama. Ia juga memiliki tujuh surat kabar, Fairchild Publications, Chilton Publications dan Diversified Publishing Group. Time Warner Inc adalah raksasa kedua media internasional. Ketua dan CEO-nya adalah Gerald Levin yang adalah seorang Yahudi. Juga ada Warner Music yang sejauh ini adalah perusahaan rekaman terbesar di dunia dengan lebih dari 50 label, yang terbesar di antaranya adalah Warner Brothers Record yang dipimpin oleh Danny Goldberg, seorang Yahudi. Stuart Hersch adalah presiden Warnervision, yang juga adalah Yahudi. Perlu diketahui, Warner Music adalah promotor awal genre “rap gengster” dan membantu mempopulerkan sebuah genre musik di mana lirik dan visualisasinya memuat rasisme Negro terhadap orang kulit putih. Juga ada divisi penerbitan Time Warner (yang pemimpin redaksinya adalah Norman Pearlstine, seorang Yahudi) yang adalah penerbit majalah terbesar di negeri itu. Majalahnya antara lain Times, Sports Illustrated, People dan Fortune yang adalah majalah yang populer baik di Amerika Serikat dan internasional. Dengan fakta bahwa sebagian besar perusahaan-perusahaan media terbesar dunia di negara besar seperti Amerika Serikat dikuasi oleh orang-orang Yahudi maka sulit dibantah adanya konspirasi pemberitaan, media dan opini isu-isu nasional dan internasional yang diarahkan untuk memblok kritik terhadap Israel, utamanya mengenai isu-isu Palestina.

Bagaimana dengan media besar lainnya di Amerika Serikat? Rupert Murdoch, yang memiliki Fox Television dan 20th Century Fox (salah satu raksasa media Amerika Serikat) memang bukan Yahudi (selama ini mungkin, menurut penulis, banyak yang mengira bahwa Murdoch adalah Yahudi). Tapi, Peter Chermin, yang mengepalai studio film milik Murdoch dan juga jaringan produksi televisinya adalah seorang Yahudi. Juga cabang Sony Corporation di Amerika Serikat dijalankan oleh Michael Schulhof yang adalah Yahudi. Dan kebanyakan dari perusahaan produksi film dan televisi lainnya yang tidak dimiliki oleh korporasi raksasa alias perusahaan-perusahaan kecil tetap saja dikendalikan oleh orang-orang Yahudi. Contohnya saja, New World Entertainment yang disebut oleh analis media sebagai produsen program TV independen utama di Amerika Serikat. Dan ya, Ronal Perelman, pemiliknya, adalah Yahudi.

Tingginya tingkat persaingan dan praktek monopoli lokal dalam industri opini dan berita telah menjadi semacam tanda meningkatnya kendali Yahudi atas surat kabar Amerika. Kemampuan Yahudi untuk memberdayakan media sebagai instrumen non oposisi terhadap kebijakan Israel dapat terlihat dari tiga surat kabar paling prestisius dan berpengaruh di negara adidaya itu: New York Times, Wall Street Journal dan Washington Post. Ketiganya mendominasi modal politik dan keuangan Amerika dengan menjadi pengatur tren dan pedoman politik dan keuangan. Merekalah yang memutuskan apa yang berita dan apa yang tidak pada level nasional dan internasional. Merekalah yang mula-mula membuat berita dan yang lainnya hanya sekedar mengopinya. Dan semuanya berada di tangan Yahudi. New York Times didirikan pada tahun 1851 oleh dua orang non Yahudi, Henry Raymond dan George Jones. Setelah kematian mereka, NYT diakuisisi pada tahun 1896 oleh penerbit kaya Yahudi, Adolph Ochs. Washington Post, sama halnya dengan NYT, memiliki asal-usul non Yahudi. Ia didirikan pada tahun 1877 oleh Stilson Hutchins dan diakuisisi oleh pemodal Yahudi Eugene Meyer pada tahun 1933 di masa Great Depression Amerika. Wall Street Journal, yang adalah koran harian dengan sirkulasi terbesar di Amerika Serikat dimiliki oleh Dow Jones & Company Inc, sebuah korporasi berbasis di New York yang juga menerbitkan 24 koran harian lainnya. CEO Dow Jones adalah Peter Kann. Seorang Yahudi.

Inilah sekelumit fakta kendali media oleh Yahudi di Amerika. Yang, tentu saja tak menutup kemungkinan, meluas ke dunia, Asia dan Indonesia. Selebrasi momen penjajahan Israel di hari Nakba beberapa waktu lalu oleh sekelompok warga Indonesia menjadi bukti kontemporer kuatnya pengaruh Yahudi atas pengaburan opini dunia mengenai Israel. Mereka yang tak memiliki benteng dan filter yang kokoh sudah pasti akan terpedaya dengan dokumentasi-dokumentasi mengenai kondisi di Israel dengan segala prestasinya dan kedamaian yang ada di sana.

Youtube dan media internet menjadi salah satu referensi visual dan teks bagi siapa saja yang mau terperangkap jebakan “Israel adalah negara dengan sanitasi terbaik di dunia”, “Israel adalah negara dengan usia harapan hidup tertinggi di dunia setelah Jepang” atau “Israel adalah negara dengan inovasi teknologi paling maju dan beradab di dunia”. Penulis tak memungkiri bahwa memang banyak produk-produk peradaban berupa film dan media hiburan lainnya yang juga diminati oleh banyak Muslim di seluruh dunia meskipun jelas ada kendali Yahudi di dalamnya. Namun, tentu saja, harus ada benteng dan filter dalam menerima semua arus informasi yang kita dapatkan di zaman modern ini. Persis seperti yang mungkin pernah sering kita hafalkan dari pelajaran PPKn di bangku SD, SMP dan SMA/setingkat dulu dimana sejenis pertanyaan “bagaimana cara kita menghadapi arus globalisasi?” selalu dijawab tipikal dengan jawaban “menyaring/memfilter modernisasi yang ada dan tidak meninggalkan norma-norma dan budaya sebagai bangsa Indonesia”. Masalahnya ada pada jenis-jenis mutu penyaring atau filter. Ada filter yang membuat si pemilik menjadi pengagum Israel dan Zionis bahkan merayakan ‘kemerdekaan”nya. Ada juga filter yang tetap bisa memilah mana segi positif yang bisa diambil sebagai bagian dari hikmah Islam yang berserakan di muka bumi.

Sikap siapa saja, penduduk Bumi, semestinya sudah jelas; anti terorisme dan penjajahan Yahudi Zionis atas Palestina.

Wallohu a’lam.