Zakat Penghasilan, Kewajiban Muslim Terhadap Hartanya

Zakat bagi kaum muslimin berguna untuk membersihkan harta tersebut dari harta yang kotor. Dalam terminologi syari’at, zakat didefinisikan sebagai sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyartan tertentu pula. Dinamakan zakat karena mengandung harapan untuk mendapatkan berkah, membersihkan, dan memupuk jiwa dengan berbagai kewajiban.

Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (An Nur: 56)

“Ambillah (sebagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At Taubah: 103)

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memfardhukan  kepada mereka, sedekah (zakat) pada harta mereka yang diambil dari si kaya diantara mereka, lalu dikembalikan kepada si fakir dari mereka.” (HR Bukhari dan Muslim)

Orang-orang yang berhak menerima zakat juga terbatas dalam delapan golongan. Secara umum, orang di luar delapan golongan itu tidak berhak menjadi mustahik.

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (At Taubah: 60)

Terhadap orang-orang yang meninggalkan zakat, Allah telah menyediakn ancaman bagi dirinya.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (At Taubah: 34-35)

Rasulullah bersabda, “Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunnya hujan. Kalau bukan karena binatang-binatang ternak, tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali.” (HR Ahmad)

Dalam masyarakat, muncul masalah dalam penentuan jenis zakat yang tidak ada dalilnya dalam Al Qur’an. Hal ini menyebabkan perselisihan diantara para fuqaha. Zakat jenis ini merupakan zakat yang dikeluarkan oleh seseorang yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak disebutkan dalam nash. Namun, dari sejarah dapat diketahui bahwa Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Muawiyah bin Abu Sufiyan dan Umar bin Abdul Aziz termasuk yang menerapkan zakat ini. Yusuf Qardhawi menyebutnya zakat penghasilan. Sementara ulama yang lain menyebutnya zakat profesi.

Dr. Yusuf Qardhawi mengatakan tentang masa zakat, “Setelah  diperbandingkan  pendapat-pendapat  di  atas dengan alasan masing-masing, diteliti  nash-nash  yang  berhubungan dengan   status   zakat   dalam   bermacam-macam   kekayaan, diperhatikan hikmah dan maksud  pembuat  syariat  mewajibkan zakat,  dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan umat Islam pada masa sekarang ini, maka saya  berpendapat  harta  hasil usaha   seperti  gaji  pegawai,  upah  karyawan,  pendapatan dokter, insinyur, advokat dan  yang  lain  yang  mengerjakan profesi  tertentu dan juga seperti pendapatan yang diperoleh dari modal yang diinvestasikan di luar  sektor  perdagangan, seperti   pada  mobil,  kapal,  kapal  terbang,  percetakan, tempat- tempat  hiburan,  dan  lain-lainnya,  wajib  terkena zakat  persyaratan  satu  tahun  dan  dikeluarkan pada waktu diterima.”[1]

Di tempat yang lain, tentang nishab zakat penghasilan, Syaikh Muhammad Al Ghazali  mengatakan, “Dari  sini  kita  mengambil kesimpulan,  bahwa  siapa  yang  mempunyai  pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani yang wajib zakat, maka ia  wajib  mengeluarkan  zakat yang sama dengan zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan sama sekali  keadaan  modal dan   persyaratan- persyaratannya….”[2]

Ia juga membicarakan tentang besarnya zakat penghasilan. Kesimpulannya tentang hal itu, penghasilan  yang  diperoleh dari modal saja atau dari modal kerja seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel, mobil, kapal terbang dan sebangsanya-besar zakatnya adalah sepersepuluh dari pendapatan bersih setelah  biaya,  hutang, kebutuhan-kebutuhan   pokok  dan  lain-lainnya  dikeluarkan, berdasarkan qiyas kepada  penghasilan  dari  hasil  pertanian yang diairi tanpa ongkos tambahan.

Dr. Yusuf Qardhawi menambahkan tentang besarnya zakat, “Tetapi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan saja seperti pendapatan pegawai dan golongan profesi yang mereka  peroleh dari   pekerjaan   mereka,   maka  besar  zakat  yang  wajib dikeluarkan adalah seperempat puluh, sesuai dengan  keumuman nash  yang  mewajibkan zakat uang sebanyak seperempat puluh, baik harta penghasilan maupun yang harta yang bermasa tempo, dan   sesuai  dengan  kaedah  Islam  yang  menegaskan  bahwa kesukaran dapat meringankan besar kewajiban serta  mengikuti tindakan  Ibnu  Mas’ud  dan  Mu’awiyah  yang  telah memotong sebesar tertentu, berupa zakat, dari gaji para  tentara  dan para   penerima   gaji  lainnya  langsung  di  dalam  kantor pembayaran gaji, juga sesuai dengan apa yang diterapkan oleh khalifah  Umar bin Abdul Aziz. Pengqiyasan penghasilan kepada pemberian atau gaji  yang  diberikan  oleh  khalifah  kepada tentara  itu  lebih  kuat  dari  pengqiyasannya  kepada hasil pertanian.  Sedang  yang  lebih   tepat   diqiyaskan   kepada pendapatan    hasil   pertanian   adalah   pendapatan   dari gedung-gedung,   pabrik-pabrik,   dan   sejenisnya    berupa modal-modal  yang  memberikan  penghasilan  sedangkan  modal tersebut tetap utuh.”[3]

Dengan pendapat tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa zakat penghasilan dikeluarkan setiap kali diperoleh. Dalam hal ini, para karyawan mengeluarkannya setiap bulan. Nishab untuk zakat ini diqiyaskan dengan zakat pertanian yakni 653 kilogram panen gandum. Jumlah penghasilan bersih ini haruslah dihitung dengan haul satu tahun. Sedangkan besarnya zakat adalah sebesar sepuluh persen untuk penghasilan yang diperoleh dari modal saja. Sedangkan untuk pegawai atau pekerja lepas, besarnya zakat adalah dua setengah persen.

____________________


[1] Hukum-hukum Zakat

[2] ibid

[3] ibid