Tesebut dalam Mukadimah Shahih Muslim bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapa saja yang meriwayatkan sebuah hadits dariku sedangkan ia mengetahui bahwa itu adalah kebohongan, maka ia termasuk salah seorang pendusta.” Oleh karena itu, jangan publikasikan kecuali hadits yang engkau ketahui kesahihannya, agar tidak terkena ancaman hadits ini.
Tersebut dalam Shahih Muslim, “Cukup kejahatan dan keburukan seseorang jika ia menghina atau meremehkan sesama Muslim.” Oleh karena itu, berhati-hatilah, jangan sampai mempublikasikan pesan apa pun yang berisi pelecehan atau penghinaan seseorang, atau suku, atau ras, marga, … meskipun dengan maksud lelucon atau membuat tertawa.
Tersebut dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim bahwa Ummu Juraij pernah memanggil Juraij, lalu si Juraij tidak segera merespon panggilan ibunya itu. Lalu sang ibu mendo’akan buruk si Juraij, dan terkabulkanlah do’a sang ibu seketika. Padahal waktu itu kesibukan si Juraij adalah karena ia sedang shalat. Imam Nawawi menyimpulkan satu pelajaran penting dari cerita si Juraij itu bahwa seorang anak berkewajiban merespon panggilan bapak ibunya, dan itu respon ini hendaklah didahulukan, meskipun dengan mengorbankan shalat sunnat. Oleh karena itu, janganlah urusan update status mengalahkan birrul walidain, betatapun “sibuk”-nya kamu dengan urusan status itu.
Tersebut dalam Shahih Muslim, “Dan siapa saja yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” Oleh karena itu, jika sampai kepadamu informasi tentang keburukan seseorang, hapus dan buanglah informasi itu dan jangan disebarkan, agar engkau beruntung mendapatkan ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupa tertutupinya keburukanmu di dunia dan di akhirat.
Tersebut dalam Shahih Bukhari, “Bahwa nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melihat seseorang yang tersiksa dengan sebuah besi tajam ditusukkan dari rahang sampai tengkuk, dari mulut sampai tengkuk, dan dari mata sampai tengkuk, lalu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya tentang sebab adzab tersebut. Beliau mendapatkan jawaban bahwa sebabnya adalah setiap pagi, lelaki itu keluar rumah dengan satu kebohongan, yang kemudian kebohongan itu tersebar ke seluruh penjuru dunia.” Adduuhhh… betapa banyaknya isu-isu bohong tersebar di zaman ini, khususnya di era di mana orang tidak lagi melakukan cross check, Betapa banyaknya nama-nama palsu di dunia maya… Oleh karena itu, ikutilah manhaj Al-Qur’an, tatsabbut dan tabayyun.
Betapa banyak kemungkaran dapat dihilangkan… Betapa banyak derita dapat diselesaikan… betapa banyak pula bid’ah bisa dihentikan, semua itu dikarenakan ada kesatuan dan persatuan untuk menghadapinya melalui berbagai tulisan. Semua ini tehitung sebagai pintu kebaikan, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.
Celaka sekali seseorang yang telah meninggal dunia, sementara dosa-dosanya masih terus mengalir (“dosa jariyah”) ratusan tahun, lebih banyak dari itu atau kurang dari itu, dan dia pun di alam kubur sana, terus menuai adzab atas “dosa jariyah” itu. Gara-garanya adalah keburukan yang ia mulai, dilanjut dan disebar luaskan oleh orang-orang sepeninggalnya … Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami tuliskan apa yang telah mereka perbuat dan juga jejak-jejak mereka,” (Yasin, 12). Oleh karena itu, jika engkau terperosok dalam kemaksiatan, jadikanlah urusan kemaksiatanmu itu antara dirimu dan Tuhanmu sahaja (rahasiakan dan jangan publikasikan) dan janganlah engkau membantu orang lain dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semua perangkat dan gadget adalah sarana untuk mengujimu dalam urusan muraqabatullah. Maka, betapa agungnya rasa takut dan pengagunganmu kepada Allah jika engkau dapat melampaui kemunkaran melalui gadget ini, meskipun dengan mudah kamu dapat mengikuti dan menontonnya, dan meskipun kamu dapat menyendiri dengan gadget itu dengan tanpa pengawasan siapa-siapa. Jika engkau tetap dapat menghadirkan muraqabatullah, niscaya engkau termasuk orang-orang yang disifati oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Yaitu mereka-mereka yang takut kepada Tuhan mereka saat mereka menyendiri”.
Di hadapanmu terbuka pintu dakwah seluas-luasnya, sangat mungkin engkau menjadi seorang aktivis dakwah padahal engkau duduk manis di tempat tinggalmu, hanya dengan menggerakkan jempol tanganmu. Maka, koleksilah berbagai hal yang bermanfaat, pilih hadits-hadits yang shahih, potong bagian-bagian dari klip yang berguna, lalu menyebar luaskannya. Sebab, siapa saja yang memberi petunjuk kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala yang didapat oleh yang melakukannya.
Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Sepatutnya seseorang tidak pelit, meskipun dengan dengan melakukan sedikit kebaikan, atau dengan meninggalkan keburukan, betapapun kecilnya, sebab ia tidak mengetahui kebaikan mana yang akan menjadi sebab turunnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, atau keburukan mana yang akan menjadi sebab kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.” (Fath Al Barri XI/321).