24 Pernyataan Para Shahabat tentang Bid’ah dan Pelakunya

  1. Diriwayatkan —secara shahih— dari Umar bin Khaththab, bahwa ia pernah berkhutbah di hadapan manusia, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah menetapkan beberapa Sunnah untuk kalian, telah menjelaskan beberapa kewajiban bagi kalian, serta telah meninggalkan ajaran yang jelas kepada kalian, kecuali jika kalian menyesatkan diri kalian sendiri dengan mengikuti manusia ke sisi kanan atau kiri dan bertepuk dengan kedua telapak tangannya.”

Ia berkata lagi, “Berhati-hatilah kalian dari berbuat kesalahan pada ayat-ayat tentang hukum rajam —sebab seseorang berkata, ‘Kami tidak mendapatkan dua hukum Allah (had} tersebut di dalam kitab Allah.’ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melaksanakan hukum rajam dan begitu juga kami telah merajam—….”

  1. Diriwayatkan —dengan derajat shahih— dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Wahai para pembaca Al Qur’an, tetaplah kalian pada jalan yang lurus, maka kalian akan mendahului yang telah jauh mendahuluimu. Namun bila kalian mengikuti jalan ke kanan atau ke kiri, maka kalian pasti akan tersesat dengan kesesatan yang nyata.”

Telah diriwayatkan pula darinya dari jalur yang berbeda, bahwa ia masuk masjid dan menghampiri halaqah ilmu, kemudian berkata, “Wahai para pembaca Al Qur’an, teruslah kalian berjalan pada jalan tersebut dan jika kalian berjalan di atasnya maka kalian akan mendahului yang telah jauh mendahului kalian. Namun jika kalian mengikuti jalan yang ke kanan atau ke kiri, maka kalian akan tersesat dengan kesesatan yang nyata.”

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak, ia berkata, “Demi Allah, apabila kalian tetap mengikuti jalan yang lurus, maka kalian akan mendahului orang yang telah mendahului kalian.” (Al Hadits).
  2. Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak, ia berkata, “Perkara yang sangat saya takutkan atas manusia ada dua, yaitu: keterpengaruhan mereka dengan hasil pemikiran mereka atas hal-hal yang telah mereka ketahui, dan saat mereka saat berada dalam kesesatan.”

Sufwan berkata, “Mereka adalah para pelaku bid’ah.”

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak, ia berkata, “Ia mengambil dua batu dan meletakkan salah satu batu tersebut di atas batu yang satunya lagi. Kemudian ia bertanya kepada para sahabatnya, ‘Apakah kamu melihat cahaya di antara kedua batu ini?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Abu Abdullah, sesungguhnya kami hanya melihat sedikit cahaya di antara keduanya.’ Ia berkata, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, pasti akan timbul bid’ah, sehingga kebenaran tidak terlihat kecuali sebesar cahaya yang keluar di antara kedua batu ini. Demi Allah! mereka akan menyebarkan bid’ah sehingga tatkala mereka meninggalkan sesuatu darinya mereka berkata, “Aku telah meninggalkan Sunnah.”
  2. Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak, ia berkata, “Pertama kali yang hilang dari agama kalian adalah amanat, dan yang terakhir adalah shalat. Kemudian kehormatan Islam dilanggar satu demi satu dan wanita- wanita kalian digauli ketika sedang dalam keadaan haid. Jalan orang- orang yang sebelum kalian akan diikutinya bagaikan anak panah dengan busurnya dan bagaikan sandal dengan pasangannya. Kalian tidak menyalahkan jalan mereka dan mereka juga tidak menyalahkan kalian, sehingga tersisa dua kelompok dari beberapa kelompok yang banyak. Kemudian salah satu dari dua kelompok tersebut berkata, ‘Apa gerangan dengan shalat lima waktu? Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kita telah sesat dan Allah hanya berfirman, “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi slang (pagi dan petang) dan pada bag/an permulaan daripada ma/am.” (Qs. Huud [11] : 114). Jadi, janganlah kalian mendirikan shalat kecuali tiga waktu tersebut”.’ Kelompok yang lain berkata, ‘Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah bagaikan berimannya para malaikat, tidak terdapat padanya orang-orang kafir atau orang-orang munafik.’ Pasti Allah akan mengumpulkan kedua golongan tersebut bersama Dajjal.”

Pengertian tersebut sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Raff dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

“Akan kalian dapatkan salah seorang diantara kalian yang duduk di atas sofanya, kemudian datang kepadanya perkara dan perkara-perkara yang telah aku perintahkan atau yang telah aku larang, lalu ia berkata, ‘Aku tidak tahu, aku tidak tahu. Apa yang kami dapatkan di dalam kitab Allah kami mengikutinya, karena Sunnah diturunkan untuk menjelaskan Al Qur’an, dan orang yang mengambil Al Qur’an tanpa ada pengetahuan tentang Sunnah, pasti akan tergelincir dari Al Qur’an, sebagaimana ia tergelincirnya dari Sunnah.”

Oleh karena itu, seseorang berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kita telah sesat…”

Atsar-atsar ini dari Hudzaifah, dari periwayatan Ibnu Wadhdhah.

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Ikutilah peninggalan- peninggalan kami dan janganlah kalian berbuat bid’ah karena —ajaran- ajaran— telah dicukupkan bagimu.”
  2. Diriwayatkan oleh Ibnu Wahhab, ia berkata, “Hendaknya kamu mempelajari ilmu sebelum (ilmu) diangkat. Diangkatnya ilmu adalah dengan meninggalnya para ulama. Hendaknya kamu mempelajari ilmu, karena salah seorang di antara kamu tidak tahu kapan ia membutuhkan ilmu yang ada pada dirinya tersebut. Kamu akan mendapatkan suatu kaum yang mengira bahwa dirinya telah menyeru kepada kitab Allah, padahal mereka telah membuangnya dari balik punggungnya. Oleh sebab itu, hendaknya kamu berbuat dengan ilmu dan jauhilah perbuatan bid’ah, memutarbalikkan pembicaraan, dan berlebihan dalam berhujjah. Berpegang teguhlah kamu dengan ajaran yang mulia.”
  3. Diriwayatkan oleh Ibn Wahhab, ia berkata, “Tidak ada masa melainkan yang setelahnya lebih buruk darinya. Aku tidak bermaksud berkata, ‘Tahun ini lebih banyak turun hujan daripada tahun lalu,’ Atau, ‘Tahun ini lebih subur daripada tahun lalu,’ Atau, ‘Tidak ada pemimpin yang lebih baik daripada pemimpin yang lalu?’ Akan tetapi (maksudnya adalah) kepergian para ulama dan orang-orang terhormat di antara kalian, yang kemudian datang satu kaum dengan perkara yang baru, yang mengukur semua perkara dengan akal pikirannya. Merekalah yang menjadikan Islam hancur dan terkubur.”
  4. Diriwayatkan oleh Ibn Wahhab, ia berkata, “Bagaimana keadaan kalian jika tertimpa fitnah yang menjadikan orang-orang tua tak berdaya dan anak-anak kecil mengatur manusia serta berbicara masalah Sunnah? Oleh karena, kalian harus merubahnya.” Dikatakan bahwa Riwayat ini munkar.
  5. Diriwayatkan oleh Ibnu Wahhab, ia berkata, “Wahai sekalian manusia, janganlah kalian berbuat bid’ah, memutarbalikkan pembicaraan, dan berlebihan dalam berhujjah. Hendaknya kalian berpegang teguh pada ajaran yang mulia serta tinggalkanlah hal-hal yang kalian ingkari.”
  6. Diriwayatkan oleh Ibn Wahhab, ia berkata, “Mengikuti Sunnah lebih baik daripada berijtihad dalam bid’ah.”
  7. Diriwayatkan —secara marfu’— dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Amal perbuatan yang sedikit namun sesuai dengan Sunnah lebih baik daripada perbuatan yang banyak namun mengikuti bid’ah.”
  8. Diriwayatkan dari Qasim ibn Ashbagh, ia berkata, “Manusia yang paling pedih mendapatkan siksa pada Hari Kiamat adalah imam yang sesat, yang menyesatkan manusia dengan sesuatu yang tidak diturunkan Allah, pelukis, dan orang yang membunuh nabi atau dibunuh oleh nabi.”
  9. Diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Aku tidak meninggalkan sesuatu yang telah dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan aku mengerjakannya, karena aku takut apabila aku meninggalkan suatu perintah dari Rasulullah maka aku akan tersesat.”
  10. Diriwayatkan dari Ibnu Al Mubarak dari Umar bin Khaththab, bahwa Yazid bin Abu Sufyan pernah makan beraneka ragam makanan, maka Umar berkata kepada maulanya —bernama Yarfa’—, “Jika kamu mengetahui waktu makan malamnya telah tiba, beritahu aku.” Ketika ia menghidangkan makan malamnya, ia pun memberitahu Umar dan Umar mendatanginya sambil mengucapkan salam kepadanya, kemudian meminta izin untuk masuk dan ia diizinkan masuk. Makan malamnya lalu dihidangkan, yang terdiri dari bubur dan dagjng, maka Umar ikut makan bersama dengannya. Kemudian dihidangkan daging tulang hasta, maka Yazid mengulurkan tangannya (untuk mengambil), namun Umar menahannya sambil berkata, “Demi Allah, wahai YazkJ bin Abu Sufyan, apakah diajarkan makan setelah makan? Demi Dzat yang jiwa Umar ditangan-Nya, apabila kamu menyelisihi Sunnah mereka maka kamu akan dipalingkan dari jalan mereka.”
  11. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Shalat Safar adalah dua rakaat, dan orang yang melanggar Sunnah berarti telah kafir.”
  12. Diriwayatkan oleh Al Ajiri dari As-Sa’ib bin Yazid, ia berkata, “Umar bin Khaththab datang dan para sahabat berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kami berjumpa dengan seorang lakt-laki yang meminta penakwilan Al Qur’an.’ Umar lalu berdoa, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengannya’.”

Perawi bercerita, “Pada suatu hari Umar mengundang orang-orang untuk sarapan pagi, lalu tiba-tiba laki-laki tersebut datang dengan memakai baju dan imamah serta ikut sarapan hingga selesai makan. la kemudian berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, demi (angin) yang menerbangkan debu dengan sekuat-kuatnya dan awan yang mengandung hujan.’ Umar lalu berkata, ‘Kamukah orangnya?’ Umar kemudian menghampirinya dengan menggulung lengan bajunya lalu mencambuknya, sampai-sampai imamah yang dipakainya terjatuh. Umar kemudian berkata, ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika aku mendapatkanmu tanpa tutup kepala, maka aku akan memukuli kepalamu. Pakaikanlah bajunya dan naikkanlah ia ke atas hewan tunggangan, kemudian antarkan ia hingga ke negerinya. Setelah itu, seseorang sebaliknya berkhutbah dan berkata, “Sesungguhnya seorang tukang cat menuntut ilmu dan berbuat kesalahan.”.’ Akhimya ia terus terhina hingga meninggal dunia, padahal ia adalah pemimpin dari suatu kaum.”

  1. Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarak dan yang lain dari Ubai bin Ka’ab, ia berkata, “Hendaklah kalian mengikuti jalan yang lurus dan Sunnah, karena tidak ada seorang hamba yang mengikuti jalan yang lurus dan Sunnah di atas bumi ini kemudian disebutkan nama Allah dan kedua matanya menangis karena takut kepada Allah, lalu Allah mengadzabnya selama-lamanya. Tidaklah ada seorang hamba yang mengikuti jalan yang lurus dan Sunnah di atas bumi serta mengingat Allah pada dirinya, lalu kulitnya tergetar karena takut kepada Allah kecuali perumpamaannya bagaikan pohon yang telah mengering daun-daunnya. Kemudian tetap demikian kondisinya tatkala angin berhembus dengan kencang sehingga berguguran daun-daun dari pohon tersebut, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya seperti bergugurannya daun-daun dari pohon tersebut. Sesungguhnya mengikuti jalan yang lurus dan Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh beramal dalam perkara yang bertentangan dengan jalan Allah dan Sunnah. Perhatikanlah hal itu dengan baik! Hendaknya amal, usaha yang sungguh-sungguh, dan tujuan dari perbuatanmu, berada di atas ajaran dan Sunnah para nabi.”
  2. Diriwayatkan dari Ibnu Wadhdhah, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Akan datang suatu masa yang orang-orangnya mengamalkan bid’ah dan meninggalkan Sunnah, sehingga tersebarlah bid’ah dan matilah Sunnah.”
  3. Diriwayatkan dari Ibnu Wadhdhah, ia berkata, “Hendaklah kalian berpegang teguh pada Al Qur” an dan hadits, serta tinggalkanlah hal- hal yang bid’ah.”
  4. Diriwayatkan oleh Ibnu Wahhab, dari Ibnu Abbas, ia bcrkata, “Barangsiapa membuat pendapat yang baru yang tidak terdapat dalam kitab Allah dan tidak dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ia tidak dapat mengetahui keadaan dirinya ketika berjumpa dengan Allah Azza wa Jalla.”
  5. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anh, ia berkata, “Sesungguhnya setelah kalian akan ada fitnah. Fitnah yang paling besar adalah harta dan terbukanya Al Qur” an, sehingga dapat diambil oleh orang mukmin dan munafik, laki-laki, perempuan, anak kecil, orang dewasa, serta hamba sahaya dan orang yang merdeka, hingga ada yang berkata, ‘Mengapa manusia tidak mengikutiku, padahal aku telah membacakan Al Qur’an? Sesungguhnya mereka enggan mengikutiku hingga aku membuat perkara yang baru (bid’ah) selain Al Qur’an.’ Jadi, berhati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena sesuatu yang baru adalah sesat. Aku juga memperingatkan kalian mengenai tipu daya seseorang yang bijak, karena syetan terkadang berbicara melalui kalimat yang menyesatkan dari mulut orang bijak. Terkadang orang munafik juga berbicara tentang kebenaran.”
  6. Ar-Rawi berkata: Aku pernah bertanya kepada Mu’adz, “Apakah aku dapat mengetahui bahwa orang bijak telah mengatakan perkataan yang sesat dan orang munafik telah berbicara tentang kebenaran?” Ia menjawab, “Tentu. Tinggalkanlah perkataan orang bijak selain perkara yang musytaharat, yang dikatakan pada perkara tersebut, ‘Apa ini?’ dan janganlah teperdaya dengan hal tersebut darinya, karena mungkin saja ia menarik pembicaraannya dan mengutarakan yang hak jika kamu memperhatikannya, sebab pada sesuatu yang hak terdapat cahaya.”

Dalam riwayat lain, kalimat musytaharat diganti dengan mutasyabihat, yaitu sesuatu yang samar yang berupa perkataan, sehingga dikatakan, “Apa yang diinginkan dari kalimat ini?” Maksudnya —wallahu a ‘lam— yang zhahimya tidak mencakup keterangan Sunnah sehingga hati mengingkarinya dan manusia berkata, “Apa ini?” Hal ini kembali pada perkara tentang peringatan terhadap kesalahan or-ang alim, yang insya Allah akan dijelaskan nanti.

Imam Asy Syathibi