“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia ingkar dan apabila dipercaya dia berkhianat”
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan al-Nasa’i)
Sabda sang teladan di atas menjelaskan tentang ciri-ciri orang munafik. Apakah kita termasuk di dalam tiga tanda-tanda tersebut? Mari kita evaluasi diri masing-masing. Apakah tiga tanda tersebut bersarang di dalam jiwa ini?
Tanda yang pertama yakni apabila dia berbicara dia berdusta. Satu titik penting yang perlu kita garis bawahi adalah berbicara. Semua manusia ketika dia bangun dari tidur kemudian beraktivitas dan berinterkasi dengan orang-orang disekitarnya maka dia tak akan pernah terlepas dari berbicara agar terjalin hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lainnya.
Namun, apakah yang sering keluar dari mulut yang berlumur dosa ini? Kebaikankah ataukah keburukan? Jikalau kebaikan, semoga kita tetap bisa mempertahankannya hingga nafas ini sudah tak kuasa dihembuskan. Jikalau keburukan, salah satunya dusta, semoga kita lekas bertaubat dari kebiasaan membicarakan hal-hal yang buruk apalagi hingga berdusta.
“Lidah itu tak bertulang”, salah satu pepatah yang sudah tak asing lagi kita dengar. Memang benar, lidah tak ada tulangnya sehingga apapun yang terucapkan dari lidah akan mudah sebab tak ada tulang yang membatasi atau menghalang jika yang diucap adalah sebuah kebohongan ataupun kebenaran.
Begitu mudah setiap manusia mengucapkan kata dusta. Padahal, tak kita sadari bahwa orang yang berdusta dalam setiap kata-kata merupakan salah satu ciri orang yang munafik. Mungkin, kata dusta itu lebih mudah terucapkan daripada membalikkan telapak tangan ataupun menggigit cabe yang terasa pedas. Kata dusta itu selalu ada di dalam setiap perkataan, tergantung diri masing-masinglah yang mampu mengendalikanya agar tak terucapkan.
Apakah selama ini kata-kata yang terlontarkan di mulut ini berlumur dengan kata dusta? Semakin banyak kita berbicara semakin banyak pula kata dusta yang kita berikan kepada orang lain, disebabkan kita sudah meremehkan kata dusta.
Padahal, apapun bentuk keburukan jikalaupun terlihat kecil hanya satu dua kata yang terucap sebagai kata dusta maka kita sudah termasuk dalam golongan orang-orang yang perdusta. Astaghfirullah..
Tak menyadarikah diri ini akan bahaya berdusta? Banggakah diri ini dengan label orang munafik akibat dari saat berbicara hanya dusta belaka?
Tanda yang kedua yakni apabila berjanji dia ingkar. Selain kata dusta, kata janji pun terkadang mudah untuk diucapkan. Namun, sangat sulit bagi sebagian orang untuk menepatinya. Padahal, jikalau seseorang berjanji maka dia harus menepati janji yang telah dia ucapkan.
Tertulis dengan jelas janji-janji-Nya di dalam Qur’an. Adakah satu janji yang Dia ingkari? Tak ada satu pun janji yang Dia ingkari. Dia selalu menepati janji-janji-Nya. Mengapa manusia jadi meremehkan janji sehingga berani untuk mengingkari?
Jika sang Penguasa Bumi dan Langit saja selalu menepati janji yang Dia lontarkan lewat Kalam-Nya di dalam kitab suci umat Islam. Mengapa umat Islam malah sering mengingari janji kepada sesama umat Islam? Tak sadarkah kita, jika penyakit ini mengidap di dalam tubuh manusia maka manusia itu termasuk dalam golongan orang-orang yang munafik?
Tak malukah diri ini hanya berani berjanji tapi tak mau menepati? Janji yang akan menjerumuskan ‘sang pengucap’ ke dalam api neraka akibat janji yang diingkari.
Jika berunjung diingkari, mengapa harus berjanji? Tak usahlah berjanji, jika tak mampu menepati. Jika kita mampu tuk menepati maka silahkan berjanji.
Selama ini kita tak menyadari bahwa terlalu banyak janji yang telah diucapkan kepada orang-orang disekitar kita tapi belum semua janji mampu tuk ditepati. Terkadang, kita berani melanggar janji. Kita pun rela menyakiti orang-orang yang telah dikasih janji. Bukankan itu salah satu hal buruk kepada sesama manusia yakni menzhalimi?
Tanda yang ketiga yakni apabila dipercaya dia khianat. Pada saat dikasih kepercayaan, kita melupakan dan melanggar hal-hal yang telah dipercayakan. Orang yang mengasih kepercayaan kepada kita berharap agar amanah yang diberikan mampu kita jaga sebaik-baiknya. Tetapi, diri ini tak kuasa menjaganya sehingga khianat salah satu pilihannya. Apakah itu terjadi pada diri kita?
Berkhianat berarti secara tidak langsung dia menghilangkan rasa percaya orang-orang pada dirinya . dia menjatuhkan dirinya sendiri ke lembah yang nista. Dia lebih memilih menjadi orang yang dicap sebagai orang yang hanya menuruti hawa nafsunya sehingga tanpa berpikir panjang untuk mengkhianati segala hal dari yang dipercayakan kepadanya.
Khianat sangat berhubungan erat dengan amanah. Semua orang ingin mendapatkan amanah yang tinggi. Namun, tak semua orang yang menyadari bahwa semakin tinggi amanah yang ia emban maka semakin tinggi pula resiko ia untuk berkhianat terhadap amanah yang dipikulnya.
Zaman sekarang, orang berlomba-lomba untuk memperoleh amanah yang membuat mereka bahagia. Tapi, terkadang mereka tak mendasari semua pada tuntunan agama sehingga ambisi mereka untuk memperoleh amanah tersebut hanya untuk dunia tak pernah tersentuh sedikit pun untuk kepentingan akhirat. Maka dari itu, wajar jika banyak orang yang terlalaikan oleh amanah (baca: berkhianat) sehingga dia melupakan nilai-nilai agama yang telah diajarkan.
Tiga ciri tersebut sangat dekat dengan diri manusia di dalam aktivitas sehari-hari. Manusia berbicara, manusia berinteraksi sehingga menimbulkan janji, manusia berambisi untuk memiliki amanah/pangkat.
Berdiam dirilah jika kita berbicara hanya membawa dusta. Tak perlu kita berinteraksi dengan janji jika pada akhirnya tak ditepati. Tidak usah mengejar amanah kalau hanya khianat yang akan menjadi buah.
Berbicara berarti kebenaran yang dibawa. Berjanji untuk ditepati. Amanah yang diberi tuk dijalankan tanpa khianat di hati apalagi hingga diperbuat diri.
Semoga tiga ciri-ciri tersebut bisa hindari dengan selalu mendekatkan diri kepada Sang Ilahi. Dekatkan diri menuju ridho Ilahi Robbi agar menjadi insan yang memiliki budi pekerti yang terpuji.