Ini adalah sebuah kisah tentang seorang pemuda shalih yang sedang mencari calon pendamping hidupnya. Meskipun belum diketahui pasti apakah ini kisah nyata atau fiktif, namun semoga pelajaran yang terkandung di dalamnya dapat bermanfaat bagi para muslimah terutama yang belum menikah. Semoga kisah ini dapat menginspirasi dan menjadi renungan bagi para muslimah untuk selalu memperbaiki diri.
Ada seorang pemuda yang shalih, tampan, pendidikannya baik dan umurnya telah mencukupi untuk menikah. Kedua orangtuanya telah memberikan usulan calon istri padanya, namun semuanya ditolak oleh sang pemuda shalih. Tiap kali ada wanita yang dihadirkan di rumahnya, namun jawabannya selalu sama, “Dia bukanlah orangnya!”
Pemuda itu mengatakan bahwa kriteria yang diinginkannya adalah sosok muslimah yang religius dan taat menjalankan agamanya (shalihah). Kemudian orangtuanya menemukan sosok wanita yang dirasa memenuhi kriteria pemuda itu. Wanita yang dimaksud memang terlihat religius dan juga cantik.
Akhirnya wanita itu dipertemukan dengan pemuda shalih tersebut. Kemudian mereka berbincang-bincang dan pemuda tersebut mempersilakan sang gadis untuk bertanya apa saja pada dirinya. Kemudian, dengan semangat sang gadis banyak bertanya tentang pemuda tersebut. Tak satupun pertanyaan yang tidak dijawab oleh pemuda itu dengan ramah dan sopan, sehingga wanita itu merasa gembira. Namun, setelah cukup lama mengobrol si wanita mulai bosan dan berharap pemuda itu ganti menanyainya.
Lalu, pemuda itu berkata, “Aku hanya akan menanyakan tiga hal padamu,”
Sang Wanita cukup girang, hanya tiga? Okelah, silakan.
“Siapakah yang paling kamu cintai, yang kamu cintai melebihi siapapun yang ada di dunia ini?”
Wanita itu menjawab dengan mantap,”Ibuku,” Ini pertanyaan yang mudah, pikir si gadis.
“Kamu bilang, kamu banyak membaca Al-Qur’an, bisakah kamu memberitahuku surat mana yang kamu ketahui artinya?”
Wanita itu tersipu malu, dia tidak yakin akan menjawab karena dia belum banyak belajar tentang arti surat-surat dalam Al Qur’an yang dibacanya karena sibuk. Dia berjanji akan memelajarinya nanti.
“Aku telah dilamar untuk menikah, dengan gadis-gadis yang jauh lebih cantik dan pintar daripada dirimu, Mengapa saya harus menikahimu?”
Mendengar pertanyaan ketiga ini, sang wanita meradang dan mengadukan hal itu kepada orangtuanya perihal pertanyaan sang pemuda. Ia mengatakan pada orangtuanya bahwa dia tidak ingin menikahi pemuda itu karena dia telah menghina kecantikan dan kepintarannya.
Kemudian orangtua pemuda itu bertanya mengapa pemuda itu menyinggung perasaan gadis itu dan membuatnya sedemikian marah? Pemuda itu telah menyiapkan jawabannya sendiri.
Pertanyaan pertama, gadis itu mengatakan bahwa yang paling dia cintai adalah ibunya. Orangtuanya bertanya, “Apa yang salah dengan hal itu?” Pemuda itu menjawab, “Tidaklah dikatakan Muslim, hingga dia mencintai Allah dan RasulNya (shalallahu’alaihi wa sallam) melebihi siapapun di dunia ini”. Jika seorang wanita mencintai Allah dan Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) lebih dari siapapun, dia akan mencintaiku dan menghormatiku, dan tetap setia padaku, karena cinta itu, dan ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kami akan berbagi cinta ini, karena cinta ini adalah yang lebih besar daripada nafsu untuk kecantikan.
Pertanyaan kedua, wanita itu bilang dia sibuk sehingga tidak sempat belajar Al Qur’an. Maka aku pikir semua manusia itu mati, kecuali mereka yang memiliki ilmu. Dia telah hidup selama 20 tahun dan tidak menemukan waktu untuk mencari ilmu, mengapa aku harus menikahi seorang wanita yang tidak mengetahui hak-hak dan kewajibannya, dan apa yang akan dia ajarkan kepada anak-anakku, kecuali bagaimana untuk menjadi lalai, karena wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru terbaik. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, tidak akan memiliki waktu untuk suaminya.
Pertanyaan ketiga, wanita itu marah ketika aku bertanya apa yang membuatnya pantas untuk aku nikahi sedangkan telah banyak wanita yang datang lebih cantik lagi pintar daripada dia. Orangtanya berkata bahwa itu sesuatu yang menyebalkan bagi seorang wanita. Pemuda itu menjawab, “Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) mengatakan ‘Jangan marah, jangan marah, jangan marah’, ketika ditanya bagaimana untuk menjadi shalih, karena kemarahan adalah datangnya dari setan. Jika seorang wanita tidak dapat mengontrol kemarahannya dengan orang asing yang baru saja ia temui, apakah kalian pikir dia akan dapat mengontrol amarah terhadap suaminya?
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah diatas adalah dalam sebuah pernikahan hendaknya orang lebih mementingkan ilmu, bukan kecantikan. Beramal, bukan hanya berceramah atau membaca. Mudah memaafkan dan tidak gampang marah. Keshalihan dan ketaatan kepada Allah, bukan hanya nafsu.
Sedangkan memilih pasangan hendaknya adalah orang yang mencintai Allah SWT di atas segalanya yang ada di dunia ini, mencintai Rasulullah Saw di atas manusia yang lain, Memiliki ilmu islam dan mau beramal dengan ilmu tersebut, dapat mengontrol kemarahan, dan mudah diajak musyawarah atau berkomunikasi.
Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Wanita dinikahi karena empat hal, (pertama) karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang agamanya baik, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir”. (HR. Bukhori no. 5090, Muslim no. 1466)
Semoga kisah diatas dapat memberi hikmah dan manfaat bagi kita semua. Aamiin.