Ayah pun Ingin Membahagiakan Anaknya

Sore kemarin, bapak ini bikin hariku biru. Sebenarnya sudah berkali-kali bapak ini mondar-mandir di depan stand sepatu-ku. Tapi setelah agak sepi, baru beliau mendekat.

“Hmmm… Begini, Bu….”

Beliau mengeluarkan sesuatu yang membuat aku sedikit bingung. Beberapa potongan tali rafia kecil-kecil.

“Anak perempuan saya, 13 tahun, punya badan gemuk dan tinggi. Saya susah sekali menemukan sepatu anak perempuan nomor 42.. Kalau bisa lebih besar lagi, saya mau beli, Bu…”

Saya melongo. Diam. Hening. Menatap potongan tali yang begitu detil. Ukuran untuk panjang kaki, lebar kaki, jarak jepit jempol jika ingin mencari sandal jepit pun ada.

Permintaan bapak ini, sungguh berat. Ukuran sepatu dan sandal wanita yang ada di stand saya yang merupakan stok toko sepatu kawan saya di mojokerto adalah ukuran orang Indonesia pada umumnya, paling besar ukuran nomor 40.

Saya tidak mungkin menolak beliau. Tatapan mata beliau mengingatkanku pada almarhum bapak saya. Pria hebat, yang sangat dekat denganku. Semangat berkeliling dunia, kudapatkkan dari beliau. Seorang pelaut tak berpendidikan formal, yang punya skill membawa kapal penarik minyak, yang bergaji murah. Skill beliau menarik tag boat, keliling Indonesia, bahkan mungkin tak dihargai 10npersen dari gaji karyawan berpendidikan tinggi di perusahaan minyak milik asing kala itu. I love him so much. Ketika beliau meninggal, aku masih SMK kelas 2. Aku sempat membenci takdir saat itu..

Mungkin tatapan inilah yang juga dimiliki almarhum bapakku ketika beliau ke Surabaya, dan aku menitip boneka Susan lengkap dengan petunjuk model boneka yang kuinginkan.

“Pak.. bonekanya harus bisa ngomong, bisa begerak, bisa nyanyi… pokoknya seperti Susan yang dipegang Kak Ria Enez..”

Waktu itu aku masih belum sekolah. Aku ingat betul. Aku bertemu bapakku hanya seminggu dalam sebulan. Bapakku menghabiskan hari-hari beliau di laut, membawa barang dari Surabaya ke Balikpapan, pulang pergi.

Sebulan kemudian, bonekanya memang kudapatkan. Tidak persis, tapi mirip. Boneka dengan empeng dimulut. Jika empengnya di cabut dari mulut boneka, boneka mirip Susan itu akan mengeluarkan suara tangisan bayi meraung-raung. Dan jika empeng dipasang kembali, bonekanya akan mengeluarkan suara terkekeh-kekeh, sambil mengucapkan, “I love you, Mama..”

Balikpapan waktu itu tidak sebesar saat ini. Apalagi kampung baru. Mainan boneka-ku adalah yang terbaru di Surabaya, apalah lagi di Balikpapan.

Aku langsung memamerkan boneka-ku dari ujung jembatan gang sampai depan gang. Bangganya aku!

Mungkin begitu juga bapakku saat itu. Keliling toko mainan di Surabaya untuk memcari boneka pesananku.

“Pak.. ukuran 42 ndak ada, tapi saya bisa buatkan 2 minggu,” kataku pada si Bapak.

Jawaban lancang ini sebenarnya belum aku diskusikan pada temanku si pemilik sepatu. Tapi bodo amat. Si Bapak tidak boleh ditolak.

“Alhamdulillah.. Sebulan pun tak apa, Bu. Asal anak saya bisa punya sepatu baru. Dua tahun lalu, saya pernah beli dia sepatu laki-laki nomer 42, tapi karena macam tu.. Sepatu masih pantas dipakai anak perempuan.. Sampai sekarang sudah kali keberapa itu sepatu sobek dan dijahit ulang..”

Beliau sumringah. Menunjuk model 2 sepatu kulit, kemudian mengeluarkan uang 500ribu, setelah mencatatkan alamat beliau.

Beliau dari salah satu desa kecil di Kabupaten Kerinci Jambi. Beliau adalah salah satu pemilik UKM perwakilan dari Kabupaten Jambi yang membuka stand kain songket jambi.

“Bu.. Jikapun ibu nanti lupa mengirimkan sepatu saya, saya ikhlas.. Ada orang nak tau bagaimana perasaan seorang ayah ingin membahagiakan anaknya.. Itupun cukup sudah…”

Dan beliau pergi, membuat saya berkaca-kaca.Ya! Buat kita orang kota, “persoalan” bapak ini bukanlah hal yang susah. Sepatu perempuan lucu dan unik, sampai No 44-pun ada di Payless Store, di mall-mall besar.

Tapi bukan tentang itu.. Tapi ini tentang kisah si bapak.

Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa bapak adalah sosok yang dingin.. kaku… tidak perhatian.. monoton.. dan memiliki kosakata terbatas dalam berdialog. Namun, Rasulullah, meski menyebut “bapak” sebagai “orang kedua” setelah ibu,itupun disebut setelah yang ke empat. Pastiah karena beliau istimewa…

“Ibumu.. ibumu.. ibumu… dan bapakmu..”

 

20 Juni 2014