Imam Al Bukhari, siapa yang tak mengenalnya. Amirul mukminin dalam hadits. Yang memiliki kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an, yaitu kitab Shahih Al Bukhari. Kitab yang berisi sekitar 4000 riwayat jika tidak dihitung bersama pengulangan riwayat yang ada itu, merupakan pilahan dan pilihan dari 300.000 riwayat hadits yang dihapalnya. 100.000 hadits shahih dan 200.000 hadits tidak shahih.
Imam Muslim yang pernah berjumpa dengannya, sangat kagum dengan kemampuannya dalam mengungkap cacat riwayat yang amat tersembunyi. Hingga Imam Muslim mengatakan, “Ijinkan aku mencium keningmu, wahai gurunya para guru.”
Sekelumit tentang Imam Al Bukhari di atas menunjukkan kecerdasan, kemampuan, keshalihan.
Tetapi yang jarang diketahui oleh orang adalah bahwa kebesaran Imam Bukhari tidak pernah lepas dari kehebatan sang ayah yang membesarkannya.
Imam Al Bukhari tidak lahir dari seorang ayah ulama. Seorang ayah biasa, tetapi mempunyai kesadaran akan pentingnya menjaga nutrisi generasi yang diberikan sejak masih bayi. Nutrisi halal. Bukan yang syubhat apalagi haram!
Sebuah momen penting yang disampaikan oleh ayahnya Al Bukhari yang bernama Ismail. Seperti yang diceritakan Ahmad bin Hafsh yang langsung menyaksikan peristiwanya. Kisah ini dicantumkan oleh adz-Dzahabi dalam kitabnya tentang biografi yang sangat terkenal Siyar a’lam an-Nubala’: 12/447.
Saat itu Ahmad bin Hafsh menemui Ismail, ayahanda Imam Al Bukhari dalam keadaan lemah terbaring. Dalam keadaan yang sudah sangat kritis dan sedang meregang nyawa. Ahmad bin Hafsh menirukan pernyataan ayah Al Bukhari saat dalam keadaan seperti itu, “Saya tidak mengetahui ada satu dirham pun dari hartaku yang haram. Dan tidak ada pula satu dirham pun yang syubhat.”
Ahmad bin Hafsh mengungkapkan perasaannya saat mendengarkan kalimat agung tersebut, “Aku menjadi merasa kerdil pada saat itu.”
Imam Al Bukhari sendiri hanya berkomentar, “Orang sangat jujur saat menjelang mati.”
Kembali kita berhadapan dengan peristiwa sangat luar biasa dari seorang ayah. Ayah yang menghadirkan orang hebat yang berada pada bidang yang bukan bidang ayahnya. Ulama besar yang diakui kebesaran dan keshalihannya sepanjang zaman.
Tak satu dirhampun yang syubhat apalagi yang haram. Syubhat sebenarnya belum haram. Hanya dikhawatirkan jatuh kepada yang haram. Selain dirham, dahulu ada dinar. Dinar lebih besar dari dirham karena dinar adalah mata uang emas yang secara berat dan nilai dibandingkan dirham yang terbuat dari perak.
Dirhamnya tak ada yang haram. Dinarnya pun demikian. Sama sekali. Yang syubhat saja tidak ada. Harta itulah yang digunakan untuk membesarkan anak-anaknya. Termasuk Bukhari kecil.
Bukhari kecil tidak pernah mengecap sedikit pun makanan dan minuman yang syubhat. Seratus persen ayahnya yakin akan kualitas kehalalan hartanya. Tanpa ada keraguan sedikit pun. Karena syubhat itulah yang sesungguhnya meragukan. Dan itupun tidak ada. Artinya tak ada sedikit pun harta yang meragukan.
Masya Allah!
Pelajaran bagi setiap orang tua yang ingin melahirkan sekualitas Imam Bukhari