Esensi dari istighfar adalah permohonan ampun kepada Allah Ta’ala, sebagai bukti dan wujud taubatan nasuha, yang didasarkan pada pengakuan yang jujur akan dosa, penyesalan yang dalam dan sepadan atasnya, serta tekad yang sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya. Inilah inti dari setiap istighfar. Sedangkan pelafazhan dengan lisan adalah faktor pendukung. Sehingga selama inti dan esensi tersebut telah terpenuhi dalam diri seseorang, maka masalah lafazh dan redaksi istighfar yang diucapkan bisa longgar dan relatif. Yakni bisa saja dengan lafazh dan redaksi yang manapun, dan bebas diucapkan dalam bahasa apapun. Baik Arab, Indonesia, Jawa, Madura, Sunda, Inggris, maupun yang lainnya.
Namun, meskipun demikian, tetap saja akan lebih baik, lebih ideal, lebih afdhal dan lebih sempurna, jika lafazh dan redaksi istighfar yang dipilih dan dilantunkan adalah berasal dari Al-Qur’an dan sunnah Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena, barokahnya pastilah lebih besar!
Dan berikut ini adalah beberapa lafazh istighfar pilihan dari tuntunan Sang Teladan Utama, Baginda Sayyidina Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam.
1. Dalam riwayat Muslim lafazh istighfar terpendek yang biasa dibaca sebanyak 3x oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selepas shalat:
[arabtext] “أَسْتَغْفِرُ الله” [/arabtext]
“Astaghfirullah.” (Aku memohon ampun kepada Allah)
2. Dalam hadits At Timridzi, Abu Dawud, dan Al Hakim bahwa, barangsiapa membaca istighfar dibawah ini, maka akan diampunkan dosanya, meskipun ia telah lari dari medan jihad yang sedang berkecamuk (dimana dosanya sangat besar sekali):
[arabtext] “أَسْتَغْفِرُ الله الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ” [/arabtext]
“Astaghfirullahal-ladzi la ilaha illa Huwal-Hayyul-Qayyum, wa atubu ilaih” (Aku memohon ampun kepada Allah, Yang tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus, dan aku bertobat kepada-Nya).
3. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim lafazh istighfar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. yang banyak dibaca di akhir masa hidup beliau:
[arabtext] “سُبْحَانَ اللهُ وَبِحَمْدِهِ، أَسْتَغْفِرُالله وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ” [/arabtext]
“Subhanallah wa bihamdih. Astaghfirullah, wa atubu ilaih” (Maha Suci Allah, dan dengan memuji-Nya. Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya).
Atau dengan lafazh dan redaksi Muslim berikut ini:
[arabtext] “سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ” [/arabtext]
“Subhanaka, Allahumma wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik” (Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu).
4. Lafazh doa istighfar dalam riwayat Al Bukhari yang biasa dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. dalam ruku’ dan sujud, khususnya di akhir hidup beliau, dalam rangka mengamalkan perintah Allah dalam surah An-Nashr:
[arabtext] “سُبْحَانَكَ اللهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ” [/arabtext]
“Subhanaka, Allahumma Rabbana, wa bihamdika, astaghfiruka wa atubu ilaik” (Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu).
5. Sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dalam riwayat Abu Daud, At Tirmidzi, dan Ahmad, sempat menghitung lafazh istighfar berikut ini dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. dalam satu majlis, sebanyak 100 x:
[arabtext] “رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ” [/arabtext]
“Rabbighfirli, wa tub ‘alayya, innaka Anta At-Tawwabur-Rahim” (Wahai Tuhan-ku, ampunilah daku, dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Penerima tobat, dan Maha Penyayang).
6. Doa istighfar kaffaratul majlis (penutup dan penghapus dosa majlis) dalam riwayat Abu Dawud, An Nasa’i, Ath Thabrani, dan Al Hakim:
[arabtext] “سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ” [/arabtext]
“Subhanaka, Allahumma wa bihamdika, asyhadu alla ilaha illa Anta, astaghfiruka, wa atubu ilaik” (Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu).
7. Lafazh doa istighfar dalam Shahih Al Bukhari yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. kepada sahabat Abu Bakar ra. untuk dibaca di dalam shalat khususnya sebelum salam:
[arabtext] “اللهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِيْ، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ” [/arabtext]
“Allahumma inni dzalamtu nafsi dzulman katsira, wala yaghfirudz-dzunuba illa Anta, faghfirli maghfiratan min ‘indika, warhamni, innaka Antal-Ghafurur-Rahim” (Ya Allah sungguh aku telah mendzalimi diriku dengan kedzaliman yang banyak. Dan tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau. Maka ampunkanlah daku dengan sebuah pengampnan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau-lah Dzat Maha Pengampun, Maha Penyayang).
8. Sayyidul-istighfar (Induk istighfar), dalam Shahih Al Bukhari, dimana disabdakan bahwa, barangsiapa membacanya pada siang hari lalu wafat pada siang itu, maka ia termasuk ahli Surga, dan barangsiapa membacanya pada petang hari lalu wafat pada malam itu, maka ia tergolong ahli Surga:
[arabtext] “اللهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ، لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِيْ، فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ” [/arabtext]
“Allahumma Anta Raabbi, la ilaha illa Anta, khalaqtani wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. A’udzu bika min syarri ma shana’tu. Abu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abu-u laka bidzambi. Faghfirli fa innahu la yaghfirudz-dzunuba illa Anta” (Ya Allah Engkau-lah Tuhan-ku. Tiada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Engkau Yang telah Menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan menjaga janji-Mu seoptimal yang aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan segala yang aku perbuat. Aku kembali kepada-Mu dengan (mengakui) segala nikmat-Mu kepadaku. Dan akupun kembali kepada-Mu dengan (mengakui) semua dosaku. Maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain hanya Engkau).
Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, Lc. MA.