Rasa cinta pasti dimiliki setiap manusia normal. Bahkan sesungguhnya dia merupakan anugrah Allah yang amat besar kepada manusia. Bayangkan jika hidup kita tanpa cinta, tentu akan terasa hambar, bagaikan bingkai tanpa gambar…
Jadi, kita tidak usah memungkiri bahwa kita cinta lawan jenis, anak keturunan, harta benda, rumah tinggal dan kehidupan dunia ini, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam surat Ali Imran ayat 14.
Tapi yang harus kita ketahui adalah bahwa cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya harus berada di atas segala-galanya (QS. At-Taubah : 24). Cinta yang berwujud keimanan, kepatuhan dan ketaatan terhadap ajaran-ajaran-Nya.
Itu artinya, cinta kita kepada selain keduanya, jangan sampai merusak keimanan dan ketaatan kita kepada aturan Allah dan Rasul-Nya.
Lalu, dapatkah keduanya diwujudkan secara berbarengan? Ya, dapat! Ketika cinta kita kepada makhluk, diekspresikan sesuai dengan apa yang Allah cintai dan ridhai. Bahkan ketika hal itu dapat kita wujudkan, sesungguhnya itulah makna cinta yang hakiki.
Misalnya, ketika kita mencintai lawan jenis.
Ketika seseorang cinta kepada lawan jenisnya, kemudian pada saat yang bersamaan dia mendahulukan cintanya kepada Allah, maka tidak ada pintu yang tersedia baginya kecuali pernikahan. Sebab hanya pernikahanlah yang Allah ridhai bagi sahnya hubungan dua manusia berlainan jenis yang telah saling mencintai.
Bahkan, justru dengan pernikahanlah, cintanya yang sejati dapat disalurkan. Cinta yang berarti memiliki, menikmati, memberi dan menerima dengan rasa tenang dan damai serta penuh tanggungjawab. Tentu saja tanpa menghilangkan debar-debar hati, tersipu-sipu malu, dan degup jantung yang berdetak lebih cepat…
Namun, jika cinta seseorang kepada lawan jenisnya begitu saja disalurkan tanpa mengindahkan cintanya kepada Allah Ta’ala. Maka yang terjadi adalah hubungan intim yang tak halal. Tidak ada yang dimiliki kecuali pemuasan nafsu, tidak ada ketenangan kecuali ragu-ragu dan tidak ada kelanggengan kecuali bujuk rayu semu. Dan kemudian ‘sang kumbang’ mencari lagi ‘bunga-bunga lain’ yang lebih segar setelah dia mendapatkan apa yang diinginkan dari ‘bunga’ yang kini telah ‘layu’. Meskipun, sisi inilah yang sepintas mewakili kata-kata cinta di tengah masyarakat.
Kejarlah cinta Allah kepada kita dengan tunduk dan patuh kepada semua ajaran-Nya untuk semua sisi kehidupan kita. Niscaya kita akan mendapatkan cinta dari-Nya yang tak kan pernah henti, juga –Insya Allah- cinta dari makhluk-Nya yang tidak kan mengkhianati.
Dan…. Tahukah anda, menyalurkan cinta dengan cara yang Allah cintai, tidak kalah berdebarnya dan jauh lebih indah dari cinta semu yang terdapat dalam kisah ‘roman picisan’ di berbagai sinetron.
Untuk mengekspresikan itu semua, kita tidak memerlukan hari Valentine yang jelas-jelas tidak bersumber dari agama kita, bahkan juga tidak bersumber dari budaya kita..
Semoga kita dapat merasakan manisnya iman dengan mendahulukan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya.
Ustadz Abdullah Haidir, Lc.