Selayaknya bagi yang melakukan ibadah haji, untuk memperhatikan adab-adab di bawah ini:
1. Mengikhlaskan niat di dalam ibadah haji.
Seyogyanya bagi yang ingin melaksankan ibadah haji, sebelum meninggalkan rumahnya, untuk menghadirkan niat bahwa dia keluar melaksanakan ibadah haji hanya karena Allah semata, dengan mengharap pahala dari-Nya, bukan mengharap untuk diberi gelar pak haji, atau agar orang sekitarnya melihat bahwa dirinya pergi haji dan pergi ke Mekkah, sebagaimana hadits Umar bahwasanya Nabi SHalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR Bukhari dan Muslim )
Artinya barang siapa yang hajinya diniatkan karena Allah dan benar-benar dilaksanakan karena-Nya, maka akan mendapatkan pahala di sisi Allah.
2. Mempelajari hukum-hukum tentang haji
Seyogyanya bagi yang ingin pergi haji untuk mempelajari hukum-hukum terkait dengan haji dan serta mengikuti nabi dalam melaksanakan ibadah haji secara keseluruhan, baik perkataan dan perbuatannya. Hal itu sesuai dengan hadits Jabir bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
“Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku.” (HR. Muslim)
Ini bisa terlaksana dengan mempelajari hukum-hukum terkait dengan haji serta membaca buku yang lebih terperinci. Kemudian memperbanyak di dalam menela’ahnya sehingga dia bisa melaksanakan ibadah haji ini dengan lebih sempurna dan lebih sesuai dengan sunnah. Begitu juga hendaknya dia menghadiri kajian-kajian yang membahas tentang haji, sehingga dari kajian-kajian tersebut akan diketahui hukum-hukum haji dan tata cara pelaksanaannya.
Hendaknya dalam perjalanan hajinya dia mencari orang-orang yang mulia, mempunyai sopan-santun dan berakhlaq baik, yaitu dengan cara memilih travel yang sudah terkenal profesional, melaksanakan kewajibannya, membantu orang-orang yang ikut dengannya untuk bisa melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.
Hendaknya mencari seorang penuntut ilmu untuk menyertai rombongan haji, karena amalan-amalan haji tidak cukup hanya berbekal pengetahuan saja, tetapi perlu ada seorang ulama yang berusaha mengamalkan sunnah dan mengetahui tentang hukum-hukum haji. Jika tidak didapatkan seorang ulama atau penuntut ilmu, maka paling tidak ada orang yang pernah melaksankan haji yang berusaha untuk menyempurnakan ibadah haji ini.
3. Menghindari dari para penganggur dan orang-orang yang suka bermain-main.
Yaitu orang-orang yang jika bergaul dengan mereka akan menyebabkan terjatuh di dalam maksiat, membuang-buang waktu dan banyak ngobrol.
4. Menghindari dari ahli bid’ah dan khurafat
Ahli bid’ah dan khurafat sering memalingkan dari beribadah dan berdo’a kepada Allah kepada berdo’a kepada selain-Nya serta lebih memilih untuk mencari bangunan–bangunan dari peninggalan bersejarah untuk mengusap-usapnya dan mengusap-usap Ka’bah serta Maqam Ibrahim yang sering menyebabkan pertengkaran, padahal mestinya mereka menunaikan ibadah haji ini dengan baik
5. Hendaknya berusaha untuk ekonomis di dalam berbelanja
Dan jangan berlebih-lebihan serta membebani diri di dalam hidupmu dan dalam perjalanan hajimu. Serta jangan berbangga-bangga dengan kehidupan yang serba hedonis di dalam melaksanakan ibadah haji.
6. Jauhilah hal-hal yang melengahkan
Seperti menonton chanel-chanel Televisi yang berisi hiburan-hiburan, atau mendengarkan musik dan hal-hal lain yang termasuk katagori maksiat.
7. Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik dan melawan nafsu
Berusaha untuk menerapkan akhlaq yang baik selama perjalanan, dan selama pelaksanaan ibadah haji, serta berusaha untuk melawan hawa nafsu untuk mewujudkan hal itu, sehingga temanmu menjadi rela untuk bersamamu. Dan hendaknya anda bisa bersabar untuk menjauhi dari permusuhan dan perkelahian yang sering timbul pada saat melakukan perjalanan dan pada saat terjadinya desak-desakan.
8. Selalu berdzikir dengan dzikir pagi dan petang,
dan berdo’a ketika keluar rumah dan ketika hendak melakukan perjalanan. Hendaknya dia berdo’a ketika keluar rumah, sebagaimana di dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam jika keluar rumah beliau berdo’a:
بِسْمِ اللهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. َاللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ.
“Dengan nama Allah. Aku bertawakkal kepadaNya dan tiada daya dan upaya kecuali karena pertolongan Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu jangan sampai aku sesat atau disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya, berbuat bodoh atau dibodohi.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dengan sanad shahih)
Kemudian dilanjutkan dengan do’a safar :
بسم الله الحمد لله سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِيْ سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ، اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ. وَإِذَا رَجَعَ قَالَهُنَّ وَزَادَ فِيْهِنَّ: آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ.
“Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakanMu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga.” Apabila kembali, doa di atas dibaca, dan ditambah: “Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami.” (HR. Muslim dari hadits Ibnu Umar)
Jika jalan sedang menanjak hendaknya dia mengucapkan: “Allahu Akbar ” , jika dia menuruni lembah atau tempat yang rendah, hendaknya mengucapkan: “Subhanallah” , ini berdasarkan hadits Jabir :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كُنَّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا
“Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih.” (HR. Bukhari)
Hendaknya dia jangan lupa untuk selalu berdzikir ketika berpindah-pindah tempat, dan untuk selalu mengulangi hafalan al Qur’annya dan untuk selalu melaksanakan sholat witir walaupun sedang berada di atas kendaran atau di atas pesawat terbang, karena sholat nafilah boleh dilakukan oleh muafir di atas kendaraannya.
9. Hendaknya dia membawa bekal lebih jika dia termasuk orang yang mampu.
Sehingga bisa membantu temannya dan berbuat baik kepadanya, sebagaimana di dalam hadits:
والله فِيْ عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أخِيْهِ
“Sesungguhnya Allah senantiasa menolong hambaNya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah )
Hendaknya dia bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan dan orang-orang yang kehabisan bekal perjalanan.
Hendaknya dia menjadikan bekal haji dari hartanya yang terbaik , karena sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik juga.
10. Hendaknya dia selalu menjaga kewajiban-kewajiban syari’ah.
Seorang musafir harus tetap menjaga shalat dan bersuci serta kewajiban-kewajiban yang lain, dan jangan bermalas-malas untuk mengerjakan itu semua tepat pada waktunya.
Dia hendaknya meng-qashar sholat dan menjama’nya jika hal itu dibutuhkan, karena dia sedang melakukan perjalanan atau sedang istirahat, maka membutuhkan untuk menjama’ sholatnya karena kecapaian atau mengantuk.
Hal ini berdasarkan hadits bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
السَّفَرُ قِطْعًةُ مِنَ العَذَابِ يَمْنَعُ اَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ فَاِذَاقَضَى اَحَدُكُمْ نهمته مِنْ سَفَرِهِ فَلْيُعَجِّلْ اِلَى اَهْلِهِ
“Bepergian itu adalah sepotong dari adzab, (karena) ia menghalangi seseorang daripada kamu tentang makanannya, minumannya dan tidurnya. (Oleh karena itu) apabila salah seorang dari kamu telah menyelesaikan keperluannya dari kepergiannya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah)
Jika dalam perjalanan pulang dia melewati jalan yang menanjak hendaknya mengucapkan :
اَللهُ اَكْبَرُ, اَللهُ اَكْبَرُ, اَللهُ اَكْبَرُ, لاَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشِرِيْكَ لَهُ, لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ, ايِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ, صَدَقَ اللهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ, وَهَزَمَ اْلاَ حْزَابَ وَحْدَهُ
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan kecuali Allah, dzat yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kepunyaan-Nyalah segala kekuasaan dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kami kembali bertaubat serta kami menyembah kepada Tuhan kami , seraya kami memuji-Mu. Allah menetapi pada janji-Nya, menolong hamba-Nya, serta mampu (memporak porandakan) pasukan Ahzab dengan sendiri.”
Sesungguhnya Nabi saw mengucapkan do’a tersebut dalam perjalanan pulang dari haji atau jihad, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar yang disebutkan Imam Malik dalam kitab al Muwattha’ dalam riwayat Muhammad bin Hasan.
Hendaknya dia jangan mengagetkan keluarganya pada waktu malam, tetapi memberitahu terlebih dahulu tentang waktu kedatangannya, atau hendaknya dia datang pada waktu pagi atau sore saja. Bersabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam :
كَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ
“Berilah kesempatan kepada keluarga kalian untuk bersiap-siap dan berhias (untuk menyambut kedatangan kalian).” (HR Bukhari dan Muslim dari hadits Jabir)
Dan hendaknya dia menuju masjid terlebih dahulu jika sudah sampai, untuk melakukan sholat dua reka’at. Karena sesungguhnya perbuatan ini merupakan sunnah nabi yang pertama kali beliau laksanakan ketika sampai di kotanya.