Diutamakan jika melalui ayat yang mengandung rahmat agar memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan apabila melalui yang mengandung siksaan agar memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kejahatan dan siksaan. Atau berdoa: “Ya Allah, aku mohon kesehatan kepada-Mu atau keselamatan dari setiap bencana.”
Jika melalui ayat yang mengandung tanzih (penyucian) Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia sucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ucapan, Subhanalahi wa Ta’ala atau Tabaroka wa Ta’ala atau Jallat Azhamatu Rabbina.
Diriwayatkan dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘Anha, dia berkata: “Pada suatu malam aku sembahyang bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau memulai dengan Surah Al Baqarah, beliau rukuk ketika mencapai seratus ayat, kemudian meneruskan. Maka saya katakan, beliau rukuk dengan membacanya. Kemudian beliau memulai surah An-Nisa’ dan membacanya, kemudian memulai suart Ali Imran dan membacanya dengan perlahan-lahan. Jika melalui suatu ayat yang terdapat tasbih di dalamnya, beliau bertasbih. Dan apabila melalui permohonan, beliau memohon. Jika melalui ta’awuudz, beliau memohon perlindungan.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
Letak Surah An-Nisa’ pada waktu itu didahulukan sebelum Surah Ali Imran.
Para sahabat kami rahimahullah berkata, memohon, meminta perlindungan dan bertasbih itu disunnahkan bagi setiap pembaca Al Qur’an, sama saja di dalam sembahyang atau pun di luarnya. Mereka berkata: “Semua itu disunnahkan dalam sembahyang sendirian. Karena itu adalah doa maka merea semua sama dalam hal itu, seperti ucapan “Aamiin” sesudah Al Fatihah.”
Apa yang saya sebutkan berkenaan dengan sunnahnya, memohon dan isti’adzah tersebut adalah menurut madzhab Asy Syafi’i rahimahullah dan mayoritas ulama rahimahullah. Abu Hanifah rahimahullah berkata: “Hal itu tidak diutamakan, bahkan tidak disukai dalam sembahyang.”
Pendapat yang lebihbenar adalah pendapat mayoritas sebagaimana saya kemukakan.
Imam An Nawawi