Masalah ke-1
Tidak boleh membaca Al Qur’an dengan selain bahasa Arab, sama saja dia bisa berbahasa Arab dengan baik atau tidak bisa, sama saja di dalam shalat ataupun di luar shalat.
Jika dia membaca Al Qur’an dalam shalat dengan selain bahasa Arab, maka shalatnya tidak sah. Ini adalah madzhab kami dan madzhab Imam Malik, Ahmad, Dawud dan Abu Bakar Ibnul Mundzir. Sedangkan Abu Hanifah berkata: “Dibolehkan membaca dengan selain bahasa Arab dan shalatnya sah.”
Abu Yusuf dan Muhammad berkata: “Boleh bagi orang yang tidak baik bahasa Arabnya dan tidak boleh bagi orang yang bisa membaca bahasa Arab dengan baik.”
Masalah ke-2
Diharuskan membaca Al Qur’an dengan tujuh qiraat seperti bacaan yang disetujui. Dan tidak boleh dengan selain yang tujuh bacaan itu dan tidak pula dengan riwayat-riwayat asing yang ditulis (diambil) dari ketujuh ahli qiraah itu.
Akan dijelaskan dalam bahagian ketujuh Insya Allah, berkenaan dengan kesepakatan para fuqaha untuk menyuruh bertaubat bagi orang yang membaca dengan bahasa asing apabila dia membacanya demikian. Sahabat kami dan lainnya berkata: “Sekiranya membaca dengan bahasa asing di dalam shalat, batallah shalatnya jika dia mengetahui. Jika tidak mengetahui, maka tidak batal shalatnya dan tidak dikira bacaan itu baginya.”
Imam Abu Umar bin Abdul Barr Al Hafizh telah menulis Jima’ul Muslimin. Bahwa tidak boleh membaca dengan bacaan yang asing (syadz) dan tidak boleh shalat di belakang orang yang membaca dengan bacaan syadz. Para ulama berkata: “Barangsiapa membaca dengan bacaan syadz sedang dia tidak mengetahuinya atau tidak mengetahui pengharamannya, maka dia diberitahu tentang hal itu. Jika kembali melakukannya atau dia mengetahui bacaan syadz itu, maka dia pun dihukum dengan keras hingga berhenti melakukannya.”
Setiap orang yang sanggup menegur dan mencegahnya wajib menegur dan mencegahnya.
Masalah ke-3
Jika dia memulai dengan bacaan salah seorang ahli qiraah, maka hendaknya dia tetap dalam qiraah itu selama bacaannya berkaitan dengannya. Kalau hubungannya berakhir, dia boleh membaca dengan bacaan salah seorang dari ketujuh qari (yang mahir mambaca) Al Qur’an. Pendapat yang lebih utama adalah tetap dalam keadaan pertama di majlis itu.
Imam An Nawawi