Hukumnya, sunnah mengindahkan suara pada waktu membaca Al Qur’an.
Para ulama Salaf dan Khalaf daripada sahabat dan tabi’in serta para ulama Anshar (Baghdad, Bashrah dan Madinah) dan imam-imam muslimin sependapat dengan sunnahnya mengindahkan suara ketika membaca Al Qur’an. Perkataan dan perbuatan mereka berkenaan dengan perkara tersebut amat mahsyur, maka kami tidak perlu memetik sesuatu pun satu-persatunya.
Dalil-dalil berkenaan dengan perkara tersebut sudah dimaklumi orang-orang terkemuka ataupun orang awam. Antara lain seperti hadits berikut ini:
“Hiasilah Al Qur’an dengan suaramu.”
“Orang ini telah diberi seruling.”
Atau hadits yang artinya: “Tidak Allah mendengar….” dan hadits: “Sungguh Allah lebih mendengar….”
Kesemuanya telah dikemukakan dalam bab terdahulu.
Demikian pula berkenaan dengan keutamaan tartil pada hadits Abdullah bin Mughaffal, berkenaan dengan membaca Al Qur’an oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan perlahan-lahan.
Dan seperti hadits Sa’ad bin Abi Waqqash dan hadits Abu Lubabah Radhiyallahu ‘Anh bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa tidak melagukan Al Qur’an, maka dia bukan dari golongan kami.” (Riwayat Abu Dawud) Berkenaan dengan isnad Sa’ad terdapat perselisihan yang tidak sampai mengganggu.
Mayoritas ulama berkata: “Tidak melagukan” artinya “tidak mengindahkan suaranya.”
Begitu juga hadits daripada Al Barra’ Radhiyallahu ‘Anh, artinya: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca dalam shalat Isya’ surah Wat tiini waz-zaitun dan aku tidak mendengar seorang pun yang lebih bagus suaranya daripada Baginda.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
Para ulama berkata: “Sunnah membaca Al Qur’an dengan suara yang bagus dan tertib selama tidak melampaui batas. Jika sampai malampui batas hingga menambah atau menyembunyikan satu huruf, maka perbuatan itu haram. Manakala membaca dengan lahn (irama/pelat), maka Asy-Syafi’i rahimahullah berkata dalam suatu pendapat: “Aku tidak menyukainya.”
Para sahabat kami menyatakan itu bukan dua pendapat, tetapi ada perincian berkenaan dengannya. Jika keterlaluan sehingga melampaui batas, itulah yang tidak disukainya, jika tidak sampai melampaui batas maka tidak makruh.
Imam Al Mawardi berkata dalam kitabnya Al Haawi berkata: “Membaca dengan lahn (irama/pelat) yang dibuat-buat, jika mengeluarkan lafaz Al Qur’an dari bentuknya dengan memasukkan harakat-harakat di dalamnya ataumengeluarkan harakat-harakat daripadanya atau memendekkan yang panjang dan memanjangkan yang pendek atau memanjangkan hingga menyembunyikansebahagian lafaznya dan menyamakan ertinya, maka perbuatan itu haram danpembacanya menjadi fasik serta orang yang mendengarnya pun ikut berdosa. Karena itu bermakna ia mengalihkannya dari jalan yang lurus ke jalan yang bengkok.”
Allah berfirman: “Al Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak kebengkokan (di dalamnya)….” (Aurat Az-Zumar: 28)
Al Mawardi berkata: “Jika tidak sampai terjadi lahn yang keluar dari lafaznya dan membacanya secara tartil, maka dibenarkan karena lahnnya itu menambah kebagusannya.” Ini adalah pendapat Qadhil Qudrat.
Seperti halnya membacaan dengan lahn yang diharamkan, adalah musibah bagi sebahagian orang bodoh dan jahil yang membacanya untuk jenazah dan di sebagian majlis. Ini adalah bid’ah haram dan setiap pendengarnya adalah sebagaimana dikatakan oleh Al Mawardi. Demikian jugalah setiap orang yang sanggup menghilangkan atau melarangnya berdosa jika tidak melakukannya. Saya telah berusaha sekuat tenaga ketika membuat itu dan berharap dari anugerah Allah Yang Maha Pemurah agar memberikan petunjuk untuk menghilangkannya dari orang yang demikian itu dan menjadikannya dalam kesembuhan.
Asy Syafi’i berkata dalam Mukhtasar Al Muzani, bahwa dia indahkan suaranya dengan cara apapun ketika membaca Al Qur’an, dia berkata: “Cara yang lebih baik adalah membaca dengan perlahan-lahan dan suara lembut.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dengan isnadnya dari Abu Hurairah ra bahwa dia membaca “Idzasy-syamsu kuwwirat” dengan suara lembut seperti meratap.
Dalam Sunan Abu Dawud, dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah: “Bagaimana pendapatmu jika suaranya tidak bagus?”
Dia menjawab: “Hendaklah dia elokkan suaranya sedapat mungkin.”
Imam An Nawawi