Ali Adnan Ertekin Menderes (lahir di Aydin tahun 1899 – meninggal di Imrali, 17 September 1961 pada umur 62 tahun) merupakan seorang negarawan Turki dan pimpinan pertama yang dipilih secara demokratis dalam sejarah Turki. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Turki antara tahun 1950–1960. Ia merupakan salah satu pendiri Partai Demokrat pada tahun 1946, partai oposisi resmi ke-4 di Turki.
Masyhur di kalangan masyarakat Turki tersebar kisah bahwa Adnan Menderes menaiki sebuah pesawat terbang. Saat di angkasa, salah satu mesin pesawat mati. Pilot pesawat sudah mengumumkan keadaan emergency. Menderes mengikrarkan diri, jika Tuhan menyelamatkan dirinya, ia berjanji untuk mengembalikan kejayaan Islam di Turki. Pesawat pun terbakar. Satu-satunya penumpang yang selamat, hanya dirinya. Allahu a’lam.
Dikenal sebagai orang yang pertama kali mengembalikan adzan ke dalam bahasa Arab, dimana sejak lama diubah oleh Kemal Attaturk ke bahasa Turki.
Tahun 1950 bergabung dengan Partai Demokrasi Turki dan menjadi calon dengan program kerja yang nyeleneh untuk ukuran saat itu. Dimana semua survey berbasis di Amerika, sudah menegaskan kegagalan program yang ditawarkan Menderes. Program kampanye Menderes adalah:
- Adzan dikembalikan ke dalam bahasa Arab.
- Ibadah haji bagi Muslim Turki diizinkan.
- Dibolehkan kembali pembukaan sekolah-sekolah keagamaan (Islam) dan pengajaran agama di sekolah-sekolah umum.
- Membatalkan UU yang melarang hijab bagi Muslimah.
Hasilnya sangat mencengangkan! Partai Attaruk turun 32 kursi. Sedang Partai Demokrasi Turki meraih 318 kursi. Adnan Menderes pun terpilih menjadi PM Turki, dengan presiden Celâl Bayar
Sejak dilantik menjadi PM, Menderes langsung memenuhi janji-janji kampanyenya. Pelantikan bertepatan dengan awal Ramadhan. Pada bulan Ramadhan itu pula, Menderes memberlakukan adzan dengan bahasa Arab, kebebasan berpakaian untuk muslimah, pengajaran di masjid-masjid, dan dibolehkan memakmurkan masjid.
Pada Pemilu 1954, partai Attatruk turun drastis tinggal 24 kursi. Saat itu, Menderes memberlakukan aturan yang membolehkan pengajaran Bahasa Arab, pengajaran Al-Qur’an di seluruh SMP, membangun 10.000 masjid dan 22 Ma’had Islam di Anatolia, dalam rangka akselerasi program para khatib, da’i, dan guru-guru Al-Qur’an. Ia pun membolehkan penerbitan buku-buku Islam, majalah-majalah, atau selebaran yang menyerukan agar kembali berpegang teguh dengan ajaran Islam. Lebih dari itu, ia mengaktifkan kembali masjid-masjid yang dijadikan gudang-gudang untuk kembali menjadi tempat ibadah dan membuka 25 madrasah Tahfizh Al-Qur’an.
Di tataran regional, Menderes mulai aktif menjalin hubungan dengan Dunia Arab melawan Israel. Tidak hanya itu, ia memberlakukan aturan ketat untuk setiap kargo yang masuk dari Israel, baik kargo obat-obatan atau barang yang Made in Israel. Malah ia pernah mengusir Dubes Israel di Turki tahun 1956.
Arus Islamisasi yang begitu deras, membuat kalangan anti Islam di Turki gerah. Dimotori para jenderal yang sejak Kemal Attatruk banyak menikmati kucuran dollar dari Israel, General Kemal Joe Russel menangkap dan menghukum gantung Menderes.
Sebab-sebab digantungnya Menderes ditulis oleh seorang wartawan bernama Sami Kohen, “Penyebab dihukum matinya Menderes adalah, kebijakan politiknya yang teramat dekat dengan dunia Islam, sebaliknya dingin dan kaku dengan Israel. Selain itu, kunjungan terakhirnya ke beberapa negara Teluk, yang kemudian dilanjutkan beribadah haji, menjadi sebab kemurkaan militer Turki.”
Ia pun syahid, insya Allah, di tali gantungan tahun 1960.
Banyak pejuang yang selalu mengatakan, “Tugas kita berjuang. Hasil urusan Allah.” Maka bisa dipastikan, perjuangan yang hanya berorientasi proses, akan mudah goyah, putus asa, jalan di tempat, dan membabi buta.
Setelah era runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki, 87 tahun lalu, pejuang-pejuang yang tidak berorientasi hasil mundur terlalu jauh ke belakang. Sibuk mencaci maki keadaan. Mengkafir-kafirkan saudara muslim yang tidak sejalan. Bangga dengan kumpulan manusia yang tak dikenalkan jihad, karena jihad ditiadakan. Kumpulan manusia yang tidak berpengelaman mengurus organisasi, karena yayasan dan lembaga kebajikan ditiadakan. Lalu output apa yang akan dilahirkan? Tidak ada, kecuali generasi pendengki, pencaci, pemaki, dan peratap keadaan dengan jampi-jampi melankolis, sambil menunggu mukjizat turun dari langit tanpa setetes darah yang dikorbankan.
Sedangkan seorang Adnan Menderes, hanya dalam 10 tahun perjuangannya, sekolah-sekolah Islam yang ia buka, lembaga-lembaga tahfizh yang ia gerakkan, masjid-masjid yang ia bangun, adzan yang ia kembalikan dengan bahasa Arab, ternyata sejak tahun 1996 bermunculan Necmettin Erbakan, hingga penghujung tahun 2006, benih-benih dakwah Menderes bermunculan seperti: Abdullah Gull, Recep Tayip Erdogan, dan generasi terbaik Turki saat ini.
Adnan Menderes bagi dunia Islam, tak terlalu banyak orang yang mendengar. Karena ia tak pandai menulis buku-buku, hingga tak ada yang menjulukinya Allamah Mujtahid Mutlaq Syaikh. Tapi pengorbanannya menjadi teladan bagi generasi muda Turki, sejajar dengan Imam Syahid Hasan Al-Banna, Sayyid Quthb, Raja Faisal, yang tinta darahnya melegenda, tidak sekedar buku-buku kecil yang membingungkan generasi di kemudian hari. Tentu kita bisa memilah-memilih, mana pejuang Syariah sejati dan mana yang sekedar ilusi.
Wallahu A’lam.