Disebutkan oleh ustadz Aan Chandra Thalib bahwa Syaikh Abdul Hakim Hamadah yang merupakan seorang kabid di Rabitah Al Alam Al Islami, mengisahkan, kepada Syaikh Dhiya’urrahman Al A’dzami:
Aku akan mengisahkan padamu bagaimana akhir hayat seorang yang bernama (Mahmud) Abu Rayyah, dan aku meminta kepadamu agar menceritakan kisah ini kepada orang-orang yang mengambil riwayat darimu.
Menjelang matinya aku menyempatkan diri untuk menemuinya, begitu tiba dikediamannya aku meminta izin pada anaknya untuk menjenguk Ayahnya. Namun sang anak tak mengizinkan aku masuk. Setelah memohon berkali-kali diapun mengizinkanku masuk ke kamar tempat dimana Abu Rayyah dirawat.
Begitu masuk aku melihat Ia terbaring dengan wajah hitam dan gosong, matanya melotot dan menatap tajam ke arah dinding sambil berteriak, “Ahh…. Ahh… Aba Hurairah… Aba Hurairah..”
Seoalah-olah Abu Hurairah sedang berdiri di hadapannya dan menuntut balas atas kedzoliman yang dilakukannya selama ini.
Aku tidak bisa bertahan lebih dari dua menit di ruangan itu, akupun bergegas keluar karena pemandangan mengerikan itu.
Mahmud Abu Rayyah adalah seorang pemikir dan sastrawan Mesir. Pada mulanya dia termasuk orang yang gigih membela Islam dan Sunnah Nabi. Sejumlah artikelnya pernah dimuat dibeberapa media Mesir. Secara umum ulasan dalam artikel-artikel tersebut menunjukkan perhatian yang besar kepada umat Islam dan pembelaannya terhadap Sunnah. Dia bahkan termasuk salah seorang yang turut mengkritik Taufiq Al-Hakim saat mengkampanyekan penyatuan agama (wihdatul adyan).
Dalam melakukan penelitain ia menolak untuk tunduk pada teori-teori para ulama dan sarjana yang jauh lebih senior darinya. Ia berupaya memunculkan teori dan metode baru yang dianggapnya sebagai upaya konstruktif terhadap keilmuan islam. Sikap inilah yang membawanya pada penyimpangan.
Penyimpangannya mulai tampak dalam salah satu artikel yang dimuat oleh majalah Al-Fath tahun 1942 M. Dalam tulisannya tersebut ia menampakkan diri sebagai pembela Al-Qur`an padahal disaat yang sama dia merendahkan dan melecehkan Sunnah. Akhirnya ia menuai hujan kritik dari para ulama yang hidup dimasa itu semisal Syaikh Abdurrazzaq Hamzah dan Syaikh Abdurrahman Al Muallimy Al Yamani.
Dalam berbagai tulisannya Mahmud Abu Rayyah selalu berupaya mendiskripsikan para sahabat nabi yang mulia terutama Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dengan sifat-sifat negatif. Dia menuduh para sahabat dengan tuduhan yang keji.
Syaikh Dhiya’urrahman Al A’dzami mengatakan, “Belakangan diketahui bahwa terdapat banyak kecurangan ilmiah dalam karya tulisnya. Tuduhan-tuduhannya kepada para sahabat nabi terutama Abu Hurairah dibangun di atas kedustaan dan asumsi yang keliru.”
Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab penyimpangan Abu Rayyah. Namun setelah para ahli mempelajari karya tulis dan pemikirannya hanya satu teori yang dikuatkan. Mereka mengatakan, “Dalam studi kritik hadits Abu Rayyah banyak dipengaruhi oleh pemikiran orientalis, salah satu diantaranya adalah Goldziher.”
Di Mesir sendiri tercatat sejumlah pemikir yang juga terpengaruh oleh pemikiran Goldziher, diantaranya Dr Ali Hasan Abdul Kadir, Toha Hussin, Dr Ahmad Amin dan Rasyad Khalifa.