Akhwat, antara Amanah dan Tanggung Jawab

Akhwat, karunia Illahi yang mengalahkan indahnya permata, Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah benda (perhiasan) dan sebaik-baik benda (perhiasan) adalah wanita (isteri) yang sholehah. (HR. Muslim), bahkan membuat para bidadari syurga pun cemburu padanya.

Sungguh luar biasa tentunya, ketika melihat seorang akhwat berjilbab rapi, anggun, dan dengan kiprahnya sebagai da’iyah yang aktif berdakwah di sana-sini. Perjalanan prestasinya sanggup menjadi teladan bagi orang-orang yang menyaksikannya. Akan tetapi sayangnya, terkadang semua kemuliaannya itu seringkali raib ketika ada yang tahu kebiasaannya yang paradoks dengan ucapan-ucapan baiknya dalam semesta.

Obrolan satu

Ikhwan: “Wah, akhwat sekarang hebat-hebat, ya!”

Akhwat: “Ah, yang bener? Masa’ sih? Kok bisa bilang begitu?”

Ikhwan: “Iya, buktinya sekarang sudah banyak akhwat tangguh di mana-mana. Ya, kayak si Mba ini contohnya.”

Akhwat: “Tangguh?! Misalnya?”

Ikhwan: “Jago orasi, gape beladiri, bahkan kemarin aja waktu jalan sama rombongan, saya gak pernah bisa ngebalap jalannya akhwat-akhwat yang ada di depan saya. Salut deh pokoknya! Hemm.. Mba, kalo akhwat-akhwat kayak gitu pasti jago masak juga kan, ya?”

Akhwat: “………..” (Gamang).

Obrolan 2

Cewek 1: “Ih, suka deh ngeliat Si Mba itu, udah lembut, jilbabnya anggun, cantik lagi. Wah, pokoknya idaman para pria banget, deh!”

Cewek 2:  “Iya ya, tapi gue masih heran deh sama orang-orang kayak Mba itu!”

Cewek 1: “Kenapa?”

Cewek 2: “Ya heran aja, watu gue main ke kostannya, gue agak bingung, masa’ cantik-cantik kamarnya berantakan parah! Dah gitu, gue liat tong sampah di depan kamarnya itu loh, isinya aja berserakan kemana-mana! Ya, mungkin aja sih abis diberantakin sama kucing yang lewat di depan kamarnya dan antusias dapetin harta karun dari tong sampahnya itu, tapi kayaknya kok dia cuek bey beh ya sama hal itu?”

Cewek 1: “Hush, udah ah jangan ngomongin kejelekan orang! Nanti kalau orangnya denger kan gak enak! Eh, tapi bener juga sih, soalnya gue pernah juga tuh main ke kostannya Mba anu, terus gitu juga tuh! Bla..bla..bla…”

Obrolan 3

Ibu 1: “Wah, enak ya jadi Ibu, pasti seneng deh punya anak kaya Fulanah, udah cantik, berjilbab, kuliah di universitas terbaik, aktif lagi di kampusnya!”

Ibu 2: “Alhamdulillah Bu, tapi kalau boleh jujur, sebenarnya saya lebih bangga sama kakaknya Fulanah, Bu.”

Ibu 1: “Loh, kenapa emangnya, Bu? Kelihatannya Fulanah kan lebih membanggakan prestasinya daripada kakaknya. Terus kelihatannya sholehah gitu, Bu. Ngerti kalau diajakin ngomong tentang agama.”

Ibu 2:  “Iya sih, tapi kakaknya Fulanah lebih perhatian sama saya, walaupun kerudungnya gak serapi Fulanah dan gak sepintar Fulanah juga. Misalnya kalau saya sakit, dia yang nemenin saya ke dokter. Kalau saya kelihatan capek, dia langsung mijetin saya. Kalau dia gajian dari kerja sambilannya, dia juga ngasih sebagian buat saya walaupun saya sebenarnya gak pernah minta.”

Ibu 1:  “Ya maklumin aja lah Bu, namanya juga anak masih muda, ibaratnya sekarang kan waktu dia buat berprestasi. Kan, nanti Ibu juga yang bangga.”

Ibu 2:  (Tersenyum) “Iya juga sih.”

* * *

Akhwat, kekaguman yang awalnya mampu mengajak kawan-kawannya untuk melakukan kebaikan, berbalik menjadi tanda tanya besar ketika tahu bahwa akhwat yang selama ini kelihatan elok bak pelangi ternyata justru sebaliknya. Cuek dengan keluarga, kurang profesional, bahkan tidak seimbang dalam melakukan sesuatu. Beberapa obrolan di atas mungkin tampaknya sebuah rekayasa belaka, tetapi Sahabat, sungguh semua itu nyata pernah terjadi di antara kita.

“Hemm, jangan berprasangka dulu, deh. Lagian setiap orang kan beda-beda! Mungkin dia sibuk banget kali, jadi gak sempet memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Lagipula kalau orangtuanya sudah mengizinkan dia untuk berkegiatan, Insya Allah gak masalah, kan. Inget lho, gak ada manusia yang sempurna di dunia ini!”

Jika ada pernyataan semacam kata-kata di atas, saya jadi ingin bertanya, bagaimana tanggapannya dengan yang ini:

  1. Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi).

    Penjelasan: orang Yahudi suka menumpuk sampah di halaman rumah.

  2. Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Q.S.Al-An’aam, 6: 132).
  3. Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 215).
  4. Seorang datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad. Nabi SAW bertanya kepadanya, “Apakah kamu masih mempunyai kedua orangg tua?” Orang itu menjawab, “Masih.” Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Untuk kepentingan merekalah kamu berjihad.” (Mutafaq’alaih)

    Penjelasan: Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melarangnya ikut berperang karena dia lebih diperlukan kedua orang tuanya untuk mengurusi mereka.

  5. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau lalu menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR. Ibnu Majah)

    Penjelasan: kalau berbakti masuk surga dan kalau bersikap durhaka kepada mereka masuk neraka.

Sahabatku, Islam telah menjelaskan segalanya, lantas mengapa kita masih saja ingkar atau lalai untuk melakukannya? Tentang kalimat bahwa ‘tak ada manusia yang sempurna’, hal itu sangatlah benar. Akan tetapi, apakah kalimat itu layak dijadikan sebagai pembenaran ketika kita lalai dalam melakukan perbaikan?

Dalam menjalankan peran sebagai da’iyah, tentu tidaklah mudah. Padangnya Sahara, kerikil yang menggigit, serta tajamnya sembilu dunia kerap mewarnai kisah itu. Dibalik itu, ribuan mata juga senantiasa memperhatikanmu. Sedikit saja kesalahan justru akan menjatuhkanmu dalam jurang yang dalam apabila tak bersegera memperbaiki diri. Maka dari itu, untuk mengoptimalkan peran sebagai seorang dai’yah yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah yang mungkar, hendaknya para muslimah (akhwat) mampu melakukan beberapa hal berikut:

Membina Diri

Pembinaan pribadi atau tarbiyah dzatiyah merupakan kekuatan yang mampu membentuk muslimah untuk memiliki kepribadian yang unggul. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menambah atau meningkatakan iman dan ruhiyahnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala; membangun akhlak dan penampilan (suluk) agar mampu berperilaku lembut, kasih sayang, dan suka membantu orang lain; memahami ilmu dan sistem (manhaj) Islam; serta menjaga fisik dan aktivitas amal dengan senantiasa memperhatikan makanan dan olahraga secara teratur.

Menata Waktu

Muslimah sebaiknya dapat menata waktunya seefektif mungkin. Setidaknya ada empat hal yang mendapatkan perhatian khusus dari waktunya, yaitu: agama, akal, rumah, dan masyarakat di sekitarnya. Semua itu hendaknya mendapatkan perhatian yang seimbang darinya.

Melakukan Aktivitas yang Mendukung Profesionalitas Kerja

Salah satu bentuk rasa syukur atas potensi yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah senantiasa berupaya mengembangkan diri dengan banyak berlatih, entah secara mandiri maupun melalui berbagai kegiatan seperti kursus, magang, atau lainnya sehingga nantinya diri akan semakin terampil dan kelak muslimah mampu menerapkan profesionalitas dalam setiap pekerjaannya (itqanul ‘amal).

Semoga esok tak ada lagi perbuatan yang menodai amalanmu. Semoga, jilbab itu tak kau nodai dengan perbuatan-perbuatan kecil yang kau lalaikan hari ini, wahai akhwat! Dan semoga, esok para bidadari benar-benar iri padamu karena amalan-amalan baikmu itu. Sungguh, dibalik kesuksesan orang-orang besar pastilah ada wanita, maka tidakkah engkau ingin menjadi wanita itu?

Oleh: Mega Trishuta Pathiassana, Depok
FacebookTwitterBlog