Disunnahkan bagi yang berhaji tamattu’ dan penduduk Mekkah, untuk melakukan ihram haji pada hari ke delapan, dan ini merupakan hari pertama dari hari-hari haji, dan dinamakan hari Tarwiyah, karena jama’ah haji mulai membekali diri dengan air.
Hendaknya dia melakukan ihram dari tempat tinggalnya di Mekkah, sebagaimana hadits Jabir:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَمَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَحْلَلْنَا أَنْ نُحْرِمَ إِذَا تَوَجَّهْنَا إِلَى مِنًى قَالَ فَأَهْلَلْنَا مِنْ الْأَبْطَحِ
Dari Jabir bin Abdullah radliallahu ‘anhuma, ia berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami setelah tahallul untuk berihram ketika berangkat menuju Mina. Maka kami pun berihram dari Abthah.” (HR. Muslim)
Dan tempat ini berada di dalam Mekkah, dan ihramnya berarti masih di dalam Tanah Haram.
Hendaknya di dalam ihramnya dia mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan pada waktu ihram untuk umrah, seperti mandi dan bersih-bersih diri, menggunting kuku, dan mengucapkan: “Labbaika Hajjan.”
Disunahkan jama’ah haji untuk pergi ke Mina – yang letaknya dekat dengan Mekkah antara dua gunung besar, dan mempunyai tanda-tanda yang jelas – pada tanggal delapan (hari Tarwiyah) sebelum zhuhur, dan melaksanakan sholat zhuhur dan Ashar masing-masing dua raka’at di sana, begitu juga sholat Maghrib tiga raka’at dan sholat Isya’ dua rakaa’t, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jabir, dan dianjurkan untuk bermalam di sana.
Tinggal di Mina pada hari kedelapan dan bermalam di sana adalah sunnah, jika ditinggalkan atau terlewati, karena dia langsung ke Arafah terlebih dahulu, maka tidaklah mengapa, tapi dia telah meninggalkan sunnah.
Pada hari kedelapan ini tidak ada amalan khusus, karena pada hari itu, setiap yang berhaji bersiap-siap untuk menghadapi amalan-amalan yang dikerjakan pada hari kesembilan dan hari-hari sesudahnya.