Ini bukan tentang reality show yang tayang disalah satu TV swasta Indonesia. Tapi tentang diri kita masing-masing. Berapa ratus kali kita ingin menjadi orang lain? Berapa puluh kali kita ingin lahir menjadi orang lain? Uniknya adalah, pada waktu yang sama ada orang lain yang ingin seperti kita, dan lahir menjadi kita.
Ada yang mengatakan hidup itu sawang sinawang. Saling melihat. Seorang petani melihat para Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu enak hidupnya. Setiap bulan ada gaji tetap. Tanpa harus kebingungan bulan depan makan pakai apa. Tidak heran kalau banyak petani di desa yang menginginkan anaknya menjadi PNS di kota. Alasannya simple, agar hidupnya terjamin. Bersih dan rapi.
Sisi lain, banyak juga PNS yang merasa iri dengan para petani. Petani yang bekerja tanpa ada jam kerja yang jelas. Bekerja yang berangkat kerjanya semau mereka. Tapi lumbung padi tetap terisi. Ada setumpuk gabah yang siap digiling kapan saja kala perut melilit. Belum lagi kalau dimusim panen, bertumpuk-tumpuk palawija siap angkut ke pasar. Sedangkan para PNS sendiri, tiap pagi harus sudah sampai kantor. Pulang petang hari. Ini pun kadang masih bawa setumpuk pekerjaan yang harus segera diselesaikan.
Jadi hidupnya siapa yang lebih enak? PNS yang setiap bulan dapat gaji tetap? Atau petani yang bisa bekerja sesuka hati tanpa ada yang membebani dengan jam lembur?
Pada akhirnya kita akan sepakat pada satu titik. Cara melihat. Bagaimana kita melihat sesuatu hal dari sudut pandang syukur bukan sebaliknya.
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18)
Bagi kita yang mau melihat dari segi banyaknya nikmat Allah beri, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur. Kita ambil contoh petani di desa. Banyak yang beranggapan bahwa bertani itu adalah pekerjaan yang tidak bersih. Setiap pagi harus berjibaku dengan tanah bahkan kotoran binatang. Tapi tahukah? Semua orang bersandar pada produk pertanian. Semua makanan berasal dari apa yang hidup dan tumbuh dari tanah. Jadi, bertani bukan hanya hanya pekerjaan individu, tapi pekerjaan umat.
Lalu bagaimana dengan yang PNS? Apakah itu pekerjaan yang hina dan tidak perlu disyukuri? Tentu saja tidak demikian. Anda ingat berapa orang yang dulu mengincar posisi yang saat ini anda duduki? Ini sudah cukup menjadi alasan untuk mensyukuri pekerjaan anda saat ini.
Dimanapun kita, kuncinya hanya satu, bagaimana cara kita untuk membuat diri kita sendiri mensyukuri apa yang kita punya. Sehingga bisa berhenti berkata, ‘Andai Aku Menjadi’.