Dalam kehidupan berumah tangga, harus selalu ada keterbukaan yang melegakan antara suami dan isteri. Berbagai hal harus selalu didiskusikan, di-sharing, agar tercipta suasana saling percaya dan saling menjaga. Dengan keterbukaan itu, akan menjauhkan suami dan isteri dari syak wasangka, juga menjauhkan dari cemburu yang tidak proporsional.
Akan tetapi, dalam kehidupan pribadi suami dan isteri, tidak seluruhnya bisa dibuka. Ada bagian yang menjadi rahasia pribadi seseorang, ada pula yang menjadi rahasia berdua antara suami isteri yang tidak boleh diketahui orang lain. Walaupun secara umum keluarga harus menghadirkan suasan keterbukaan, namun untuk beberapa hal tertentu sebaiknya justru ditutup. Ada yang ditutup dari pasangan hidup, ada pula yang suami dan isteri harus menutup bersama dari orang lain.
Di antara hal yang semestinya ditutup atau dirahasiakan dari pasangan dalam kehidupan rumah tangga adalah:
Pertama, tentang keburukan dan aib masa lalu
Perilaku negatif yang menjadi aib seseorang di masa lalunya, tidak layak diungkap –apalagi dengan bangga—dalam kehidupan rumah tangga. Hendaknya perbuatan buruk segera ditutup dengan istighfar dan taubat, agar diri menjadi bersih dan terlepas dari beban-beban keburukan masa lalu.
Apabila seorang suami atau isteri pernah memiliki masa lalu yang tidak baik, hendaknya tidak lagi dikenang apalagi dibanggakan. Misalnya tentang pacar atau kekasihnya terdahulu, atau tentang perilaku tertentu yang menyimpang dari aturan agama dan kesopanan, tidak pantas diceritakan atau dikenang. Hendaknya segera dikubur dengan senantiasa memperbarui istighfar dan taubat.
Ada pengantin yang gagal menikmati malam pertama mereka, dan akhirnya menyebabkan pertengkaran yang tak bisa segera mereka selesaikan, karena pada malam pertama sang suami menceritakan semua keburukan masa lalunya. Suami bercerita dengan jujur, berapa jumlah perempuan yang pernah menjadi pacarnya dan apa saja yang sudah dilakukan terhadap para pacar tersebut.
Pengakuan dan keterbukaan tersebut justru menyakitkan hati sang isteri, yang tidak siap dengan kondisi masa lalu suaminya. Akhirnya malam pertama mereka lalui penuh ketegangan dan pertengkaran, bukan kemesraan dan kehangatan pengantin baru.
Kedua, tentang perasaan khusus kepada orang lain
Kadang ada perasaan khusus yang harus disembunyikan dari pasangan. Misalnya perasaan kagum kepada wanita lain, atau perasaan kagum kepada pria lain. Perasaan iri atas kecantikan isteri orang lain, atau iri atas kejantanan suami orang lain. Kita harus menyembunyikan perasaan seperti itu dari pasangan. Pada prinsipnya, tidak ada seorangpun yang senang dibandingkan dengan orang lain. Isteri anda tidak akan suka dibandingkan dengan perempuan lain, suami anda tidak senang dibandingkan dengan lelaki lain. Membandingkan dengan orang lain bisa menyakitkan hati, dan bisa membuat suasana yang berbeda dari apa yang diharapkan.
Tujuan membandingkan adalah agar bisa memotivasi pasangan untuk lebih baik dan lebih sesuai harapan, namun seringkali yang didapatkan justru sebaliknya. Misalnya seorang suami menyampaikan kepada isteri, “Suzan isteri David itu cantik dan seksi sekali. Aku ingin engkau bisa menjadi seperti dia. Sudah baik, cantik, seksi lagi. Sempurnalah perempuan seperti Suzan. Betapa bahagia David punya isteri sehebat Suzan”.
Ungkapan ini dimaksudkan untuk memotivasi isteri agar bisa lebih baik dari kondisi yang sekarang, namun yang ditangkap sering kali justru sangat berbeda. Sang isteri merasa tersinggung dan tidak terima dirinya dibandingkan dengan perempuan lain, dan tidak terima sang suami justru memuji-muji perempuan lain. Oleh karena itu, perasaan kagum terhadap perempuan lain tidak sepantasnya dibuka kepada isteri. Perasaan kagum terhadap lelaki lain tidak sepantasnya dibuka kepada suami.
Ketiga, tentang perasaan belum bisa mencintai pasangan
Termasuk yang harus ditutup adalah perasan belum bisa menerima suami dengan sepenuh hati, atau belum bisa mencintai isteri dengan sepenuh hati. Kehidupan rumah tangga adalah pembelajaran, setiap saat setiap waktu, suami dan isteri harus terus menerus belajar untuk saling menerima, saling mencintai, saling menyayangi, saling memberi antara satu dengan yang lain.
Ada seorang suami belum bisa mencintai isteri yang sudah dinikahinya selama lima tahun. “Sampai usia pernikahan saya yang kelima ini belum ada satupun alasan bagi saya untuk mencintai isteri saya”, demikian ungkapan sang suami kepada konselor. Bahkan ada seorang suami yang menyatakan, “Pada ulang tahun pernikahan kami yang ke sepuluh ini, saya baru bisa benar-benar mencintai isteri saya”.
Jika perasaan seperti ini diungkapkan kepada pasangan, akan menyebabkan sakit hati dan perasaan merasa dibohongi. Semestinya suami dan isteri terus berusaha dan belajar untuk bisa menerima dan mencintai pasangan dengan sepenuh hati. Pembelajaran ini kadang memerlukan waktu yang lama, kendati mereka menikah atas dasar kesadaran saling suka satu dengan yang lainnya. Selayaknya perasaan tersebut disembunyikan dari pasangan.