Apakah seorang hamba masuk surga karena amalnya?
Ini merupakan masalah yang sangat penting, yang telah disalahpahami oleh beberapa kelompok yang tidak memahami agama Islam secara benar. Kami katakan,
“Amal shalih seorang hamba merupakan penyebab masuk surga.”
Alloh Ta’ala berfirman:
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. az-Zukhruf: 72)
Dan Alloh juga berfirman:
ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
‘Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. an-Nahl: 32)
Huruf ب (ba’) dalam ayat di atas disebut ba’ sababiyah (yang menunjukkan arti sebab). Artinya, dengan sebab amal-amal kalian.
Adapun hadits Nabi -shallallallahu ‘alahi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ
“Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Alloh telah memberikan rahmat kepadaku.” (HR. Bukhari 5673, Muslim 2816)
Huruf ب (ba’) pada hadits ini disebut ba’ iwadh wal muqabalah (yang menunjukkan sebagai ganti). Seperti orang mengatakan (misalnya), “Aku membeli kitab dengan seribu rupiah.” Jadi, maksud hadits ini amal hamba itu bukanlah sebagai ganti harga surga, namun karena kemurahan, rahmat, dan karunia Alloh.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (8/70), muridnya –al-Hafizh Ibnul Qayyim– dalam Miftah Dar as-Sa’adah (1/119-120), al-Allamah Ibnu Abil Izzi al-Hanafi dalam Syarah Aqidah Thahawiyah (hal. 438), al-Allamah Ahmad bin Ali al-Miqrizi dalam Kitab Tajrid Tauhid Mufid (hal. 108-109). Memang, di sana ada penjelasan lainnya dalam mengkompromikan antara ayat dengan hadits di atas sebagaimana dipaparkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari (13/85-86). Silakan melihatnya.
Dan dalam masalah ini ada dua kelompok yang tersesat:
Kelompok pertama, yaitu orang-orang yang mengimani takdir tanpa mengambil sebab-sebab yang disyari’atkan serta amalan-amalan shalih sehingga mereka kufur terhadap kitab-kitab dan para rasul Alloh.
Kelompok kedua, yaitu orang-orang yang menuntut pahala dari Alloh layaknya pekerja pada majikannya, karena mereka beranggapan penuh akan kebaikan amal mereka. Kelompok ini adalah manusia-manusia jahil dan tersesat, sebab bila Alloh memerintah atau melarang hamba-Nya, itu bukan berarti Alloh butuh terhadap mereka, tetapi demi kebaikan mereka sendiri. (lihat Majmu’ Fatawa 8/71)
Ustadz Abu Ubaidah Yusuf