Barang siapa yang sudah melaksanakan ihram, maka segera untuk melakukan talbiyah, hal ini sesuai hadits:
عَنْ خَلَّادِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاءَنِي جِبْرِيلُ فَقَالَ لِي يَا مُحَمَّدُ مُرْ أَصْحَابَكَ أَنْ يَرْفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّلْبِيَةِ
“Dari Khallad bin As Saib dari bapaknya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jibril telah datang kepadaku, kemudian berkata; wahai Muhammad, perintahkan kepada para sahabatmu agar mengeraskan suara ketika mengucapkan talbiyah.”
Adapun caranya adalah hendaknya dia membaca sebagaimana yang dilakukan oleh nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam hadits shahih:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ تَلْبِيَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ
“Dari Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhua , bahwa cara talbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah: “Labbaikallahumma labbaik. Labbaika laa syariika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk. Laa syariika laka.” (“Aku datang memenuhi panggilanMu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilanMu tidak ada sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala puji, nikmat milikMu begitu pula kerajaan. Tidak ada sekutu bagiMu”). ( HR Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Umar )
Dan jika ditambahkan dengan sebagian lafadz diperbolehkan karena terdapat riwayat dari sahabat, seperti: “Labbaika haqqan haqqan, labbaika ta’abbudan wa riqqan. Ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu dengan sebenar-benarnya, aku memenuhi panggilan-Mu untuk beribadah dan menghambakan pada diri-Mu.”
Dianjurkan untuk memperbanyak bacaan talbiyah selama dalam ihram, baik dalam keadaan berdiri, duduk, sedang naik kendaraan, berbaring, maupun dalam keadaan haid dan dalam setiap keadaan. Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُلَبٍّ يُلَبِّي إِلَّا لَبَّى مَا عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ مِنْ حَجَرٍ أَوْ شَجَرٍ أَوْ مَدَرٍ حَتَّى تَنْقَطِعَ الْأَرْضُ مِنْ هَاهُنَا وَهَاهُنَا
“Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah seseorang yang mengucapkan talbiyah kecuali akan dijawab oleh apa saja yang ada di sebelah kanan dan sebelah kirinya. (Baik) oleh batu atau pohon atau tanah yang keras, sehingga terbelahlah bumi dari sebelah sini dan sebelah sini.” ( HR Tirmidzi dan Ibnu Majah )
Ibnu Abbas berkata: “Talbiyah adalah perhiasannya haji”
Talbiyah ini sangat dianjurkan ketika terjadi perpindahan dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, atau masuknya waktu siang atau ketika melanggar larangan haji, atau ketika bertemu dengan jama’ah haji lainnya. Khaitsamah bin Abdurrahman berkata: “Sahabat-sahabat Abdullah bin Mas’ud mengucapkan talbiyah apabila menuruni lembah atau menaiki bukit atau bertemu seseorang yang lagi berkendaran dan juga pada pagi waktu sahur dan setiap selesai shalat.”
Mengucapkan talbiyah harus dengan bahasa Arab, kecuali kalau dia tidak mampu, maka boleh mengucapkan talbiyah dengan bahasanya sendiri.
Talbiyah ini dimulai pertama kali setelah melakukan ihram, dan berakhir ketika melempar jumrah Aqabah pada hari Nahr (hari penyembelihan ). Untuk umrah, maka talbiyah dimulai ketika memulai thawaf, karena thawaf menunjukan dibolehkannya tahallul dan selesainya dari manasik.
Talbiyah artinya: memenuhi panggilan. Maka ketika seorang jama’ah haji mengucapkan: “Labbaika Allahumma Labbaik,” artinya saya datang memenuhi panggilan-Mu, Wahai Allah, dan saya datang memenuhi panggilan-Mu. Sehingga dengan mengucapkan talbiyah tersebut maka sesuailah antara perkataan dan perbuatannya, yaitu ketika dia meninggalkan negaranya, bersusah-payah, dan mengorbankan hartanya serta membuka pakaiannya, sebagai bentuk pemenuhan dari panggilan Allah. Seakan-akan dia mengatakan: “Sesungguhnya saya tetap akan menyambut panggilan-Mu pada setiap keadaan, seraya berjanji untuk mentaati-Mu pada setiap tempat. Sebagaimana saya sudah menyambut panggilan-Mu dalam melaksanakan hal–hal berat bagiku, maka tentunya aku akan menyambut panggilan-Mu yang lebih ringan daripada itu.
Kemudian dia mengatakan: “Labbaika la syarika laka” artinya dasar dari pemenuhan atas panggilan –Mu yang paling pertama dan paling agung adalah men-tauhidkan-Mu dan menghadap-Mu serta meninggalkan dari perbuatan mensekutukan-Mu dengan malaikat, atau nabi, atau orang sholeh, atau orang yang dikubur atau yang lainnya. Tidak mensyirikan-Mu dengan sesuatu di dalam pengharapan, rasa takut, do’a, menyembelih, thowaf dan nadzar. Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am: 162-163)
Kemudian dia mengatakan: “Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk. Laa syariika laka”, artinya bahwa pujian dan keagungan hanya milik-Mu atas segala nikmat-Mu dan jasa-Mu yang telah memalingkan dari murka-Mu dan dari segala musibah. Engkau Pemilik kerajaan langit dan bumi, kerajaan manusia dan jin semuanya. “La Syarika Laka” artinya: sebagaimana tidak ada kesyirikan bagi-Mu di dalam Rububiyah, yaitu Engkau satu-satunya Raja (Pemilik) dan Pengatur, sedangkan yang lainnya adalah makhluq yang diatur dan dimiliki, begitu juga tidak ada kesyirikan bagi-Mu di dalam Uluhiyah, yaitu di dalam peribadatan, do’a dan tawakkal.