Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:74)19
“Kemudian, sesudah itu hatimu menjadi keras sebagaimana batu atau lebih keras. Padahal sungguh di antara batu-batu itu ada yang terbelah, lalu keluar air daripadanya, dan di antaranya ada yang jatuh menggelinding karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini melukiskan keadaan mental Bani Israil setelah mereka menerima berbagai nikmat dan nasihat yang diberikan oleh Nabi Musa. Ternyata bahwa nikmat Allah dan nasihat Nabi Musa kepada mereka sama sekali tidak berpengaruh positif kepada mereka.
Mereka sama sekali seolah-olah tidak lagi mempunyai hati yang hidup, tetapi hanya sebagai makhluk yang berhati laksana batu, bahkan lebih keras daripada batu. Di antara batu-batu itu masih ada yang bisa berlubang karena tetesan air, sehingga mengalirkan sungai, selokan dan mata air, yang kemudian menjadi tempat manusia dan hewan mengambil air dan berguna untuk menyiram tumbuh-tumbuhan. Bahkan ada batu yang jatuh dari atas gunung ketika gunung meletus atau gempa bumi atau disambar petir.
Tetapi hati Bangsa Yahudi tidak berubah menjadi baik dengan nasihat dan peringatan dari Allah. Mereka sama sekali tidak dapat meresapi kebenaran, sehingga segala tanda kekuasaan Allah yang ada di depan mereka dan yang dibawa oleh para Nabi sama sekali tidak berpengaruh positif ke dalam jiwa mereka. Segala apa yang mereka saksikan dari bukti kebenaran para Nabi justru hanya membuat mereka semakin ingkar dan berbuat kerusakan lebih besar.
Disamakan hati orang Yahudi kerasnya bagaikan batu adalah karena benda yang bernama batu ini tak dapat dicairkan sekalipun dengan api. Dan benda yang paling beku di jagad raya ini adalah batu, bukan besi maupun tembaga. Sebab besi dan tembaga dapat menjadi leleh bila dipanaskan dengan api. Batu pun masih ada yang bisa berlubang bila terkena tetesan air secara terus menerus, sehingga akhirnya dapat berguna bagi kehidupan manusia. Tetapi hati orang-orang Yahudi bukan saja keras kepala melebihi batu, namun tidak punya hati untuk meresapkan kebenaran.
Bangsa Yahudi sepanjang sejarah telah terbukti sebagai penentang kebenaran paling keras dan hanya mengikuti bisikan nafsunya belaka.
Syaikh Musthafa Al Maraghi