Belajar Dari Hujan Abu

Peristiwa 4 tahun silam terjadi kembali di kota pelajar, Yogyakarta. Jikalau 4 tahun silam peritiwa tersebut bertepatan langsung terjadi di Yogyakarta. Kini, peritiwa yang sama terjadi pula disalah satu gunung berapi provinsi Jawa Timur.

Gunung Kelud itulah gunung berapi yang meletus pada hari Kamis kemarin sekitar pukul 22.15 WIB. Dilansir dari liputan6.com diketahui bahwa perubahan status gunung Kelud  relatif sangat cepat. Awalnya dari aktif normal. Pada tanggal 2 Februari dinyatakan statusnya menjadi waspada. Kemudian selang bebeberapa hari tepatnya pada tanggal 10 Februari meningkat menjadi siaga. Terakhir, kemarin malam statusnya menjadi awas.

Terakhir gunung tersebut meletus pada tahun 2007, tepatnya pada tanggal 3 November sekitar pukul 16.00 WIB.

Layaknya gunung berapi biasanya ketika meletus maka akan mengeluarkan berbagai material salah satunya abu seperti pasir. Secara tidak langsung hujan abu terjadi dibeberapa daerah sekitaran lokasi gunung Kelud, yakni yang terdekat kabupaten Kediri, kebupaten Malang dan kabupaten Blitar.

Tenyata diketahui, tidak hanya tiga kabupaten tersebut yang menerima hujan abu. Hujan abu bertebaran terjadi hingga kota Sola bahkan Yogyakarta pun ikut merasakan hujan abu.

Berbagai himbauan pun ditontarkan dari status teman-teman yang ada di jejaring sosial, facebook. Ada yang mendoakan, ada yang mengingatkan, ada pula yang sedikit  ‘mengeluh’ dengan terjadinya letusan tersebut.

Mengingatkan kembali pada letusan gunung merapi Yogya pada tahun 2010. Pada saat awal-awal menjadi warga Yogya demi menuntut ilmu dari pulau seberang. Ketika itu berhari-hari Yogya ditimpa hujan abu. Jalan-jalan pun penuh dengan abu hingga tak semua orang berani untuk keluar rumah. Adapun sebagaian orang yang masih beraktivitas di luar rumah harus menggunakan masker sebagai pelindung diri dalam bernafas sebab bukan sembarang zat yang terhirup dari abu gunung merapi.

Akibat letusan gunung merapi itulah semua kampus di Yogyakarta harus merelakan meliburkan para mahasiswanya untuk menghindari berbagai kejadian yang tidak diinginkan. Semua mahasiswa diterjunkan sebagai relawan untuk membantu para korban erupsi gunung merapi. Tak terkecuali mahasiswa baru angkatan 2010 juga turut ikut serta dalam kegiatan mulia tersebut.

Saat itu disalah satu kampus swasta di Yogyakarta masih berlangsung kegiatan Ujian Tengah Semester (UTS), baru dilaksanakan selama 3 hari dari jadwal sesungguhnya sekitar 2 minggu, harus dihentikan dan akan dilanjutkan ketika keadaan sudah mulai stabil.

Para orang tua pun mulai cemas dan khawatir dengan anak-anak mereka yang merantau di Kota Pelajar tersebut. Akibat pemberitaan media yang tak kenal lelah sehingga tersampaikanlah hingga pelosok negeri atau bahkan hingga luar negeri.

Kini. Yogya kembali merasakan peritiwa 4 tahun silam terasa dekat sekali gunung Kelud tersebut. Walaupun tidak separah tahun 2010 tetapi dengan turunnya hujan abu di Yogyakarta membuat warga panik dan cemas. Untuk itulah bagi kita yang berada disekitar kota Yogya agar bisa lebih berhati-hati ketika keluar rumah.

Seminim-minimnya bantuan yang bisa kita lakukan untuk saudara-saudara kita yang tertimpa bencana alam tersebut yakni dengan mendoakan mereka. Alangkah lebih mulia pula jika kita bisa turun tangan membantu mereka mengurangi beban kesedihan yang mereka alami sekarang ini.

Tak ada yang mau ditimba sebuah keburukan ataupun musibah, tetapi inilah pertanda kekuasaan-Nya. Masihkan kita tetap tidak mengakui keberadaan-Nya?

Masih adakah manusia yang mau berbangga hati dan menyombongkan diri ketika bencana alam telah menimpa dirinya?

Kini jalan-jalan di Yogya mulai tertutupi dengan tebalnya debu. Orang-orang pun yang hendak keluar rumah disarankan untuk memakai masker dan payung agar terhindar dari berbagai hal.

Sekolah-sekolah maupun universitas pagi ini mulai meliburkan diri agar anak-anak didik mereka bisa terselamatkan. Itu baru gambaran di Yogyakarta. Bagaimanakah yang terjadi di daerah-daerah lain? Terlebih daerah-daerah yang berdekatan langsung dengan tempat kejadian.

Kabar terakhir menyebutkan bahwa disekitar lokasi telah turun hujan abu yang cukup deras layaknya hujan air yang lebat.

Apakah yang bisa kita lakukan? Apakah kita hanya bisa berdiam diri dengan kondisi yang terjadi ini. Setidaknya kita bisa mengambil hikmah dan sama-sama merenungi berbagai kejadian yang telah terjadi disekitar kita, terlebih kejadian yang berhubungan dengan bencana alam. Atas kehendak siapakah bencana alam itu terjadi? Apakah atas kehendak manusia? Ataukah ada Zat yang telah menentukannya?

Fenomena bencana alam inilah yang sekarang meliputi berbagai kota-kota di Indonesia tak luput dari sorotan ibukota negara pun harus menerima ribuan atau ratusan ribu liter air yang menggenang dimana-mana.

Dari hujan abu, kita banyak belajar berbagai hal jika kita bisa memikirkannya secara sederhana. Kita kaitkan kejadian-kejadian alam yang terjadi dengan ayat-ayat-Nya. Apakah sesuai dengan apa yang dikatakan Dia ataukah bertolak belakang dengan ucapan Dia tertera di dalam kitab suci yang akan terjaga kesuciannya hingga akhir zaman kelak?

Dari sini, kita belajar. Apakah kita akan mengeluh dengan cobaan dari-Nya? Ataukah kita akan tetap sabar dan berbaik sangka serta membenahi diri untuk selalu meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya.

Dengan bukti-bukti inilah semoga menyadarkan kita dengan hakikat seorang manusia yang tak kuasa berbuat apa-apa, tak kuasa pula dengan  berbagai hal disekitarnya. Apakah ada manusia yang bisa menghentikan letusan gunung berapi atau datangnya banjir yang bertubi-tubi?

Jikalau tidak ada, masihkan diri ini tak mau menyebut nama-Nya? Masihkan diri ini bermalas-malasan dalam beribadah? Bukankah kita akan menerima balasan yang serupa,  balasan di dunia dan balasan di akhirat kelak. Kebaikan berbuah kebaikan dan keburukan berbuah keburukan